Minyak dan Gandum
Tiongkok USD 2 miliar —meski utangnya ke Tiongkok sudah kelewat besar. Yang USD 1 miliar harus untuk membeli barang di Tiongkok. Padahal Tiongkok tidak punya cukup minyak dan gandum.
Itu belum cukup. Harus cari sumber lain. Sri Lanka juga lagi mendekati IMF. Salah satu menteri yang mengundurkan diri itu pun sebenarnya lagi berada di Washington untuk menemui IMF.
Sebenarnya posisi politik adik-kakak ini kuat sekali. Mayoritas parlemen dikuasai koalisi pemerintah.
Tapi rakyat telanjur marah —akibat harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi.
Reputasi adik-kakak ini —di bidang pembangunan— sangat baik.
Dimulai ketika Si Kakak (Mahinda) menjadi presiden. Sampai dua periode: 2005-2010 dan 2010-2015. Pembangunan maju sekali.
Konstitusi baru Sri Lanka membatasi masa jabatan presiden maksimum dua periode. Pemerintahan pun berganti. Padahal ia sukses sekali.
Di zaman Mahinda Rajapaksa-lah perang sipil kelompok Hindu dan Buddha berakhir. Sangat bersejarah. Perang itu telah berlangsung puluhan tahun. Bisa diselesaikan.
Di zaman kepresidenan Mahinda segala macam pembangunan infrastruktur dilakukan: bandara, pelabuhan, jalan tembus dan apa saja —sebagian besar pakai pinjaman dari Tiongkok.
Begitu populernya Sang Presiden sampai Mahinda sudah dianggap seperti raja. Nama-nama jalan, bandara, pelabuhan, stadion, sampai pun nama perusahaan penerbangan-murah pakai namanya.
Egonya itu yang membuat kecintaan padanya tidak penuh. Apalagi anggota keluarga Rajapaksa banyak yang masuk ke politik. Tiga adiknya jadi anggota DPR atau menteri. Juga para keponakan. Salah satunya sampai masuk pengadilan: korupsi.
Setelah ganti pemerintahan, Mahinda jadi pemimpin oposisi. Selama lima tahun. Sampai adiknya, Gotabaya Rajapaksa, terpilih menjadi Presiden Sri Lanka di periode berikutnya.
Karena tidak bisa tiga periode, Mahinda ganti nyaleg: terpilih jadi anggota DPR. Maka ia memenuhi syarat untuk masuk kabinet adiknya: jadi perdana menteri.
Nasib kepresidenan Sang Adik tidak sebaik Sang Kakak: baru setahun jadi presiden diserang pandemi. Ekonomi macet. Lalu dipukul harga minyak dan terigu.
Kemacetan pun merembet ke politik. Lalu ke sosial. Krisis terjadi di banyak bidang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: