Pengacara Sebut Bronjong Gate Rekayasa, Minta Perkara SP3

Pengacara Sebut Bronjong Gate Rekayasa, Minta Perkara SP3

KEJAKSAN– Perjalanan kasus dugaan korupsi dalam proyek Bronjong menemukan hal berbeda. Tersangka Ramli Simanjuntak melalui kuasa hukumnya Kamarudin Simanjuntak SH menyebut kasus ini penuh dengan rekayasa. Karena itu, dia meminta penegak hukum mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Kamarudin mengatakan, sejak awal perkara mulai diselidiki penyidik kepolisian dari Polres Cirebon Kota (Ciko), sudah ada beberapa kejanggalan dalam penanganannya. “Ada rekayasa dalam kasus ini. Saya sudah laporkan hingga Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Komisi III DPR RI dan Presiden,” terangnya kepada Radar, Selasa (5/11). Dikatakan Kamarudin, salah satu bukti rekayasa adalah laporan bulanan pengerjaan proyek tersebut. Di mana, laporan bulanan ditandatangani Singal Simanjuntak yang juga keponakan kandung Ramli Simanjuntak. Anehnya, lanjut Kamarudin, Singal sudah 9 tahun hingga sekarang tidak pernah ke Cirebon dan juga tidak pernah diperiksa sebagai saksi. Padahal, merujuk 92 tandatangan Singal, posisinya sangat penting. “Singal tinggal di Papua sejak 2004. Saya sudah Tanya Singal, dia tidak mengetahui pamannya punya proyek Bronjong itu,” ungkap  pria yang pernah menjadi kuasa hukum Mindo Rosalina Manulang dalam kasus Nazarudin (mantan bendahara Demokrat) itu. Bahkan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon dalam petunjuk P-19 Nomor B-1420/0.2.11/Ft.1/09/2013 yang ditujukan kepada Kepala Polres Ciko, meminta penyidik kepolisian menetapkan Adhi Fajar (disebut sebagai pelapor kasus Bronjong) sebagai tersangka, meminta semua bukti dan tanda tangan Singal Simanjuntak untuk dilakukan verifikasi serta uji laboratorium forensik di Mabes Polri, juga meminta penyitaan bukti Surat Tanda Setoran (STS) tentang penyetoran uang sebesar Rp261.231.361.82. “Petunjuk kejaksaan belum dilaksanakan penyidik kepolisian,” tegas Kamarudin. Menurutnya, dalam dokumen kontrak Bronjong pada 28 Juli 2011 dengan nilai Rp1,3 miliar, kontraktor adalah Adhi Fajar. Namun, Kamarudin justru menjadi bingung saat Ramli yang ditahan dan dianggap sebagai kontraktor. Sementara, Adhi Fajar tidak disentuh sama sekali. “Betul Adhi Fajar meminjam uang ke Ramli. Misal begini, A meminjam uang ke B dengan alasan membayar hutang. Ternyata, uang itu digunakan untuk beli narkoba. Apakah A ikut bersalah?” ucapnya dengan penuh heran. Selama ini, dalam laporan penyidikan disebutkan kerugian negara mencapai Rp600 juta. Sementara, berdasarkan audit BPKP Bandung hanya Rp261 juta. Itu pun sudah dikembalikan pada 20 Agustus 2013. Artinya, kata Kamarudin, kalau pun memaksakan Ramli sebagai tersangka, negara tidak dirugikan dalam proyek Bronjong. Karena itu, dia meminta kliennya diberikan SP3 karena Ramli tidak terlibat sama sekali. Selain itu, dalam dokumen kontrak proyek sepanjang 210 meter, tetapi dikerjakan 245 meter. “Justru proyek ini bukan kekurangan volume, tetapi kelebihan,” jelasnya. Sebelumnya, Kepala Kejari Cirebon Acep Sudarman SH melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Endang Supriatna SH menyatakan, penyidik telah melakukan langkah lanjutan terhadap berkas yang sudah masuk ke kejaksaan. Dikatakan Endang, penyidik dalam kasus bronjong adalah kepolisian. Dia pun menyebut berkas Bronjong sebagian sudah P-21, termasuk berkas tersangka Ramli Simanjuntak. Kasus ini sendiri baru berjalan pada pertengahan Agustus 2013 lalu. Berdasarkan penyelidikan penyidik kepolisian, pemilik CV TMP dan pegawai DPUPESDM beserta para tersangka lainnya, merugikan keuangan negara dalam pembangunan Bronjong tanggul Kali Kriyan di RW 01 Drajat Kota Cirebon. Selain itu, temuan penyidik berdasarkan fakta di lapangan, para tersangka bermain volume yang menyebabkan adanya kerugian keuangan negara dari APBD provinsi tahun 2011. Versi polisi, ditemukan adanya kekurangan volume konstruksi Bronjong dari keseluruhan RAB yang harus dipasang. Oleh polisi, para tersangka diduga telah melanggar UU RI No 54 Tahun 2010 Pasal 6, UU RI No 9 Tahun 1995, UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 20 Tahun 2001. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: