Festival Air Renggut 378 Nyawa
PHNOM PENH - Puncak perayaan Festival Air Kamboja, Bon Om Touk, berubah jadi malapetaka Senin lalu (22/11). Malam penutupan festival yang dihelat di Koh Pich (Pulau Berlian) mendadak ricuh. Tanpa sebab yang jelas, lebih dari seribu pengunjung berebut meninggalkan dataran di Sungai Tonle Sap itu. Akibatnya, 378 orang tewas. “Ini merupakan tragedi terbesar yang terjadi di Kamboja sejak lengsernya rezim Khmer Merah sekitar 31 tahun lalu,” kata Perdana Menteri (PM) Hun Sen dalam siaran televisi nasional seperti dilansir Associated Press kemarin (23/11). Pemimpin 58 tahun itu langsung memerintahkan investigasi mendalam untuk mencari tahu pemicu kericuhan yang berakhir dengan kematian sekitar 378 orang tersebut. Terkait insiden yang juga melukai sedikitnya 755 orang itu, pemerintah mendeklarasikan Kamis besok (25/11) sebagai hari berkabung nasional. Seluruh kantor pemerintah dan kementerian di setiap sudut negeri wajib mengibarkan bendera setengah tiang. Rencananya, pemerintahan Hun Sen juga akan memberikan santunan kepada seluruh korban. Menurut jubir pemerintah Phay Siphan, masing-masing korban tewas akan mendapatkan santunan sebesar 5 juta riel atau sekitar Rp11 juta. Sedangkan, mereka yang terluka akan mendapatkan santunan sebesar 1 juta riel (sekitar Rp2,2 juta) per kepala. “Jumlah total korban mencapai lebih dari 1.000 orang. Sebanyak 378 korban tewas dan 755 lainnya terluka. Tapi, jumlah ini masih akan bertambah,” kata Siphan. Kepala Polisi Kota Phnom Penh, Touch Naroth, melaporkan bahwa kericuhan terjadi sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Hingga kemarin, penyebab pasti insiden yang memicu massa berdesakan di jembatan penghubung Koh Pich dan dataran ibu kota Kamboja itu masih belum diketahui. Naroth menduga, ukuran jembatan yang terlalu kecil memberikan kontribusi besar pada jumlah korban. Apalagi, jumlah jembatan yang menjadi satu-satunya akses ke lokasi konser itu hanya satu. Menurut Sonny, salah seorang pengusaha Singapura yang ditunjuk sebagai penyelenggara acara di Koh Pich, semula pihaknya menyediakan dua jembatan. “Tapi, Senin itu, pemerintah setempat minta supaya jembatan yang satu ditutup,” sesalnya. Saat itu, lanjut dia, pemerintah Phnm Penh tidak memberikan alasan yang jelas. “Ini pelajaran berharga bagi kita semua,” ungkap Naroth dalam wawancara dengan stasiun televisi lokal. Pihaknya berjanji melakukan investigasi sebaik mungkin agar insiden yang sama tidak terulang lagi. Mengingat, festival air yang menandai berakhirnya musim hujan di Kamboja itu diperingati tiap tahun. Apalagi, adu cepat kapal tradisional dan konser musik selalu menjadi suguhan utama festival tahunan itu. Sejauh ini, ada tiga versi penyebab kericuhan Senin malam itu. Versi pertama menyebutkan bahwa para pengunjung panik setelah sekitar sepuluh orang tiba-tiba pingsan di tengah kerumunan. Mereka yang berada di sekeliling sepuluh orang itu langsung menyingkir dan sebagian lagi berlarian. Pengunjung yang kebetulan berdiri di lokasi yang agak jauh pun ikut-ikutan panik dan berlari meninggalkan Koh Pich. “Mendadak semua orang panik. Mereka berlarian. Tapi karena terlalu padatnya pengunjung, mereka saling menabrak dan berdesakan,” ungkap Khieu Kanharith, seorang pengunjung yang selamat, seperti dilansir Agence France-Presse. Menurut dia, sebagian besar korban yang tewas adalah perempuan. Para pengunjung pria yang secara fisik lebih kuat, berhasil menyelamatkan diri. Versi kedua menyebut unsur listrik sebagai pemicu kericuhan. Konon, beberapa pengunjung tersengat listrik saat menonton konser. Sebagai dekorasi, panitia memang menghiasi panggung dan sekitarnya dengan lampu warna-warni. Demikian juga jembatan penghubung Koh Pich dengan dataran Phnom Penh. Karena sengatan listrik itu, para pengunjung berhamburan meninggalkan venue untuk menyelamatkan diri.(hep/dos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: