Sebulan, 82 TKI Mati Tak Wajar

Sebulan, 82 TKI Mati Tak Wajar

JAKARTA - Kinerja pemerintah di bidang manajemen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbukti lemah. Mencuatnya dua kasus di Arab Saudi yakni penyiksaan TKI asal Dompu, NTB, Sumiati binti Salan Mustapa dan kematian Kikim Komalasari ternyata hanya ujung gunung es. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care mencatat selama 11 bulan terakhir sudah 908 TKI yang meninggal tidak wajar. Jika dirata-rata, setiap bulan sekitar 82 TKI yang kehilangan nyawa. “Banyak dari mereka yang pulang dalam peti mati dan dinyatakan sakit, setelah divisum ulang di Indonesia mereka terindikasi meninggal karena penyiksaan,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah ketika ditemui di Jakarta kemarin (23/11). Data itu, kata Anis, bukan hal yang mengagetkan. Selama satu dekade terakhir kasus kekerasan buruh migran asal Indonesia di luar negeri selalu ada dalam posisi teratas. Tingkat “kecelakaan kerja” hingga kehilangan nyawa yang menimpa TKI tercatat di lembaga PBB bidang tenaga kerja, ILO (Internasional Labor Organization), sebagai yang terbesar setiap tahun. “Itu fakta, bukan retorika,” tegas Anis. Secara lebih spesifik, selama sebelas bulan sepanjang 2010 tercatat 5.636 orang TKI di Arab Saudi mengalami kasus serius. Selain tindak kekerasan, mereka mayoritas menjadi korban pemerkosaan dan pelecehan seksual. Oleh karena itu, menurut Anis, pemerintah harus lebih serius mencegah hal serupa di masa mendatang. Dia mengusulkan pemerintah menetapkan zona-zona merah negara penempatan. “Terutama bagi negara yang selama ini terbukti banyak memproduksi kasus kekerasan terhadap TKI seperti penganiayaan, kekerasan seksual, bahkan kematian.” Kata Anis. Data yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kabinet terbatas tentang TKI menyebutkan, dari total TKI 3.271.584 orang yang tersebar di berbagai negara, terdapat sekitar 0,01 persen atau 4.385 orang yang menghadapi kasus. Berbagai permasalahan itu seperti pelanggaran kontrak kerja, gaji yang tidak dibayar, aksi kekerasan, dan pelecehan seksual. Walau terkesan terlambat, SBY memutuskan merancang suatu kebijakan yang lebih berorientasi pada perlindungan buruh migrant. Padahal, pengiriman TKI ke luar negeri merupakan kebijakan nasional pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara instan. Bank Dunia dalam data yang dikeluarkannya pada bulan Oktober 2010 mencatat pendapatan negara di bidang tenaga kerja migran mencapai USD 7,1 miliar atau sekitar Rp64 triliun Angka ini merupakan angka yang sangat signifikan dan merupakan pendapatan kedua terbesar negara setelah minyak dan gas (Migas). Data ILO tahun 2008 di seluruh dunia didapati 191 juta migrasi internasional, dan 25 juta di antaranya berada di Asia dan Timur Tengah. 13.5 juta berada di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan 35 persen dari mereka berada di Malaysia. Anis menyebut pemerintah lalai melakukan perlindungan kepada TKI. Hal itu terbukti dengan karut marut perbaikan perlindungan buruh migrant yang kini belum menunjukkan tren membaik. Upaya mengejar ketertinggalan dengan mengintensifkan perhatian kepada kasus Sumiat dan Kikim dinilai tak lebih dari politik pencitraan yang kebablasan. “Ketika sudah ada kejadian, semua pejabat pemerintahan berlomba-lomba berbicara di media dan berebut nongol di acara-cara TV. Tapi solusinya: nol besar,” kritik dia.(zul/kum)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: