Pertambangan Berkedok Reklamasi

Pertambangan Berkedok Reklamasi

SUMBER–  Aktivitas penambangan pasir di Gunung Petot, Desa Kedondong Kidul, Kecamatan Dukupuntang, yang nyata-nyata tidak berizin merupakan episode lanjutan dari peristiwa 2009 silam. Berdasarkan data yang disampaikan Indonesia  Crisis Center (ICC), pada 2009 Perum Perhutani KPH Majalengka mendapat tugas dari Kementerian Kehutanan RI untuk melakukan reklamasi dan rehabilokasi kawasan hutan yang berada dibawah tanggungjawab kerjanya, termasuk kawasan Gunung Petot. Untuk menunaikan tugas tersebut, Perum Perhutani KPH Majalengka menunjuk Koperasi Primer Karyawan KPH Majalengka. Pada praktiknya, usaha yang dilakukan tidak hanya melakukan reklamasi dan rehabilokasi, mereka mengeluarkan material dari areal reklamasi, sehingga terindikasi melakukan eksplorasi tambang. “Tapi, setelah ditelusururi di BBPT Kabupaten Cirebon, IUP Koperasi Primer Karyawan Perum Perhutani KPH Majalengka atas nama Endi, sudah habis tertanggal 12 Juli 2008,” tutur Sekretaris ICC, Wartono, kepada Radar, Selasa (19/11). Karena izinnya sudah habis, pada saat itu Satuan Polisi Pamong Praja sudah menghentikan aktivitas galian di Gunung Petot dan menutup lokasi tersebut. Selang beberapa tahun, tepatnya September 2013 Perum Perhutani KPH Majalengka melalui Koperasi Primer Karyawan menyepakati kerjasama dengan PT Mineralindo Jaya Sentosa (MJS) untuk melakukan hal yang sama. “Saya melihat ada tumpang tindih pelaksaan reklamasi. Harusnya koperasi yang melakukan reklamasi, tapi malah dilimpahkan ke pihak lain,” imbuhnya. Parahnya, PT MJS dalam melakukan proses reklamasi dan rehabilokasi melakukan tindakan curang dengan mengeluarkan material dari lokasi reklamasi tersebut. Padahal, bila ada material keluar lokasi berarti sudah masuk kategori aktivitas pertambangan. “Kalau pertambangan harus ada izinnya, sementara yang terjadi tidak ada izin sehingga Satpol PP Kabupaten Cirebon pada tanggal 14 November 2013 menutup lokasi tersebut,” terangnya. Sebenarnya, kata dia, apa yang terjadi di Gunung Petot hanya modus dari Perum Perhutani KPH Majalengka untuk melakukan aktivitas pertambangan. “Reklamasi atau rehabilokasi merupakan kamuflase semata, aslinya ya menggali,” tegasnya. Sementara itu, pengakuan dari KPH Majalengka bahwa Koperasi Primer Karyawan masih mempunyai utang reklamasi di kawasan tersebut. Karena keterbatasan anggaran, diputuskan untuk menggandeng pihak ketiga. “Kebetulan PT MJS mau membantu kami,” terang Asisten Perum Perhutani KPH Majalengka, Wawan. PT MJS, kata dia, hanya meratakan kawasan Gunung Petot yang masih terjal. Tapi, masyarakat setempat membutuhkan bahan material. “Artinya masyarakat ambil sendiri, bukan karena ingin menjual,” imbuhnya. Namun, bila di lapangan terjadi aktivitas yang diduga pertambangan, pihaknya akan melayangkan surat kepada PT MJS agar memberhentikan terlebih dahulu aktivitas perataan kawasan tersebut. “Kita beri tahu lah, mudah-mudahan dalam minggu ini kami dan PT MJS bisa menjalin komunikasi kembali,” tandasnya. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: