Direspons Ketua DPD, Minta Polisi Tak Represif
Pelaksanaan Orasi oleh Mahasiswa di Depan Gedung DPRD Kota Cirebon--
Radarcirebon.id, CIREBON - KETUA DPD RI LaNyalla Mattalitti turut merespons aksi represif pihak kepolisian terhadap mahasiswa Cirebon saat demo menolak pasal kontroversial RKUHP dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di depan gerbang DPRD Kota Cirebon, Senin (18/7).
Akibat keributan itu, sejumlah mahasiswa menderita luka-luka. Mahasiswi yang ambil bagian dalam demo ini juga dibuat histeris.
“Saya berharap aparat bisa menahan diri. Hindari kekerasan terhadap para mahasiswa. Karena mereka generasi penerus bangsa dan memiliki hak menyampaikan pendapat. Saya berharap tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” tutur LaNyalla dalam keterangan resmi yang diterima Radar, kemarin.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, tindakan represif harusnya tidak dibenarkan dalam menangani demonstrasi masyarakat.
BACA JUGA:Tiga Mahasiswa Dibawa ke RS, BEM FH UGJ Kecam Tindakan Represif Kepolisian
“Selama demo berlangsung kondusif, tetap mengedepankan persuasif. Oleh sebab itu, saya juga mengimbau adik-adik mahasiswa meminimalisir peluang hadirnya provokator dalam setiap aksi. Sehingga bentrokan tidak perlu terjadi dalam setiap aksi jalanan,” katanya.
Di mata LaNyalla, situasi yang terjadi di masyarakat saat ini memang memaksa para mahasiswa untuk turun ke jalan. Ia berharap pemerintah peka dengan kondisi masyarakat. “Di tengah kenaikan harga-harga, termasuk BBM, masyarakat dihadapi lagi pada pasal-pasal RKHUP yang kontroversial.
Untuk itu, pemerintah seharusnya tidak membuat suasana semakin keruh dengan menghadirkan kebijakan yang membuat massa beraksi,” katanya.
BACA JUGA:PAN Minta Bawaslu Cermat, Zulhas Dilaporkan atas Dugaan Praktik Kampanye
Dalam demonya, para mahasiswa Cirebon mengusung dua tuntutan yakni terkait pasal kontroversial RKUHP dan tolak kenaikan harga BBM. Mahasiswa mempertanyakan 4 pasal dalam RKUHP yang dinilai kontroversial dan seharusnya tidak ada di RKUHP.
Dalam keterangan tertulis, mahasiswa mempersoalkan Pasal 218, 241, 351, dan 256 di RKUHP. Diketahui, Pasal 218 terkait dengan penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden. Pasal ini dinilai mahasiswa dapat menyebabkan multitafsir. Juga dapat menimbulkan pandangan otoriter.
Di pasal 241 mengenai ujaran kebencian juga dinilai multitafsir. Sebab, tidak ada garis batas antara ujaran kebencian dan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah.
Pada pasal 351 yang dipersoalkan juga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Berikutnya pasal 256 terkait pemberitahuan dalam sistematika aksi. Karena bersifat pemberitahuan dan koordinasi, seharusnya tidak dimaknai sebagai perizinan. (jrl)
BACA JUGA:RS Sumber Kasih Gelar Lomba Puzzle
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: