200 Ormas Tolak Perjanjian WTO
KESAMBI- Sekitar 200 ormas se-Indonseia menolak perjanjian WTO (World Trade Organization) yang diikuti oleh para menteri dari 150 negara. Penolakan itu akan diwujudkan dengan menggelar aksi demonstrasi secara serentak, tepat saat perjanjian itu digelar di Bali tanggal 6 Desember 2013. Hal ini diungkapkan oleh aktivis Asosiasi Gerakan Reformasi Agraria (AGRA) Jabar, Wowon, dalam acara diskusi publik bertemakan Pendidikan, Perempuan dan Kejahatan WTO di Kampus Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), kemarin. Menurut Wowon, WTO hanya merupakan salah satu lembaga yang dijadikan alat kapitalisme monopoli barat untuk memuluskan perdagangan barat dalam menguasai peta ekonomi di dunia. \"Artinya perdagangan yang terkait dengan kepentingan mereka, dari mulai bagaimana mereka bisa memanfaatkan hasil-hasil produksi terutama industri berat, dan juga memudahkan mereka mendapatkan barang mentah dari negara-negera berkembang,\" katanya. Secara tegas, pihaknya menolak pertemuan WTO tingkat menteri di Bali. Ia menilai bahwa pertemuan itu tak akan menguntukan bagi rakyat Indonesia. \"Sebaliknya hanya akan memberatkan rakyat, khususnya kaum tani. Karena di sana dibahas mulai struktur produksi pertanian di Indonesia. Apa yang harus di tanam kemudian juga semuanya akan ditentukan oleh WTO,\" ujarnya. Dampaknya, kata dia, petani akan tergantung pada produk-produk impor. \"Sehingga para petani akan tidak akan berdaulat dalam mennetukan berapa harga produksi mereka,\" katanya lagi. Sebagai negara yang memiliki Sumber daya alam melimpah, Indonsia memiliki 93 persen cadangan geotermal yang berada di Jawa Barat. Akan tetapi Indonseia juga menjadi pangsa pasar dari produk industri barat. \"Perjanjian WTO merupakan salah satu skema yang dikendalikan oleh kapitalisme monopoli perekonomian,\" tukasnya. Dalam diskusi yang dihadiri oleh 60 orang itu, hadir pula sebagai pemateri Ketua KOPRI PKC PMII Jabar Ai Rahma. Dalam kesempatan itu, ia mengulas mengenai peranan perempuan dalam industri perekonomian. Secara tegas, ia juga menolak mengenai perjanjian WTO yang hanya akan mengeksploitasi kaum perempuan. Sementara Ketua Pelaksana, Maratu Sholehah mengatakan bahwa diskusi ini merupakan sebagai bentuk konsolidasi mengenai isu yang tengah hangat berkembang. Diharapkan dengan adanya diskusi ini, pemahaman masyarakat bisa terbuka dalam merespons apa yang sedang terjadi dalam perjanjian WTO tersebut. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: