Bupati Langgar Dua Permen, Birokrat Harus Berani Melakukan Perlawanan

Bupati Langgar Dua Permen, Birokrat Harus Berani Melakukan Perlawanan

SUMBER– Aktivis senior Kabupaten Cirebon, Ahmad Syubhanudin Alwy mengatakan, kebijakan bupati melakukan mutasi dan rotasi di masa akhir jabatannya, berpotensi menyalahi dua aturan menteri sekaligus. “Mutasi adalah pekerjaan yang bersifat strategis, apalagi ini menyangkut pemilukada putaran kedua. Masyarakat dan birokrat harus melakukan perlawanan terhadap bupati,” kata Alwy, kepada Radar, kemarin. Dijelaskannya, aturan yang dilanggar bupati yakni, Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 800/5535/SJ yang berisi larangan mutasi atau rotasi jabatan dalam waktu enam bulan sebelum pelaksanaan pilbup dan SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16/2012 tentang tata cara pengisian jabatan struktural yang lowong secara terbuka di lingkungan pemerintah. “Perlawanan masyarakat atau birokrat dilakukan dengan melaporkan tindakan bupati dan menyurati Kemendagri dan KemenPAN-RB. Ini kebijakan yang harus dilawan. Apa motivasi Bupati Dedi melakukan mutasi? Ini sarat dengan kepentingan politik untuk memenangkan istrinya di pemilukada putaran kedua dan politik uang,” bebernya. Pelaporan ke Kemendagri dan KemenPAN-RB, kata Alwy, perlu dilakukan. Sebab, kebijakan bupati semacam ini jarang dilacak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Pejabat jangan mau di mutasi, sebelum ia menanyakan langsung ke bupati mengapa ia harus dimutasi atau dirotasi. Kalau birokrasi tidak berani, masyarakat yang akan melakukan ini,” tegasnya. Ia berpendapat, bila mutasi benar-benar dilakukan, berarti secara terang-terangan bupati telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Kemudian, secara langsung bupati menimbulkan kegaduhan politik menjelang pelaksanaan pemilukada putaran kedua. “Ini strategi terakhir Bupati Dedi dalam memainkan ritme politik. Ini disebabkan, ia panik dengan konstalasi politik sekarang ini,” ucapnya. Alwy menambahkan, mutasi ini juga sebagai upaya penggiringan massa terutama keluarga dekat para pejabat yang diiming-imingi posisi dalam mutasi. Pasalnya, berdasarkan informasi, mutasi terbanyak adalah para pejabat fungsional seperti kepala sekolah. “Bisa Anda bayangkan, kepala sekolah punya beberapa guru. Guru tersebut membawahi banyak anggota keluarga. Inikan politik kacangan bupati yang harus dibongkar semuanya,” tandasnya. Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H Mustofa SH menyarankan kepada Bupati Cirebon, Drs H Dedi Supardi MM untuk elegan dalam mengambil kebijakan di masa akhir jabatannya. Mutasi yang rencananya akan dilangsungkan akhir pekan ini, pasti akan menimbulkan kontroversi, karena akan ada ekses dari mutasi itu sendiri. “Pasti ada yang puas dan tidak puas, karena bobroknya proses di Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). “Bupati harus beri kesan yang baik kepada masyarakat dan birokrat ketika lengser,” bebernya. Kalaupun ada jabatan yang kosong di tataran eselon III, kata dia, mengapa harus terburu-buru dimutasi? Sebab, proses pemerintahan masih bisa berjalan, dan bisa menunggu bupati yang baru. “Ikuti aturan saja, kalau tidak boleh mengeluarkan kebijakan mutasi, ya ikuti,” pungkasnya. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: