Madura Rusuh, 10 Tertembak
PAMEKASAN - Pulau Madura kembali bergejolak. Kali ini, kerusuhan terjadi di Pamekasan, tepatnya di Dusun Lompao Tengah, Desa Blaban, Kecamatan Batumarmar. Sekitar pukul 10.00 kemarin (8/12), insiden berdarah meletus di sana yang dipicu upaya eksekusi lahan sengketa. Sedikitnya 10 orang tertembak saat polisi bentrok dengan keluarga yang lahannya akan dieksekusi. Dua di antara 10 korban yang tertembak adalah polisi. Yakni, Kasatreskoba Polres Pamekasan AKP Sarpan dan Bripka Eko Darmawan, anggota Satreskrim Polres Pamekasan. Sarpan terkena tembakan di kaki kanan dan Eko di paha kiri. Delapan korban lainnya adalah warga Desa Blaban. Kebanyakan juga tertembak di bagian kaki. Salah seorang korban tertembak di bagian mata. Tanda-tanda ketegangan saat eksekusi lahan seluas sekitar 3.000 meter persegi itu sebenarnya tampak sejak awal. Suasana mulai tegang sekitar pukul 08.00 saat datang dua truk warga kubu penggugat, Halima. Selama ini, Halima tinggal di Desa Bujur Barat, Kecamatan Batumarmar. Massa tidak langsung menuju lahan sengketa yang di atasnya berdiri lima bangunan permanen. Setelah turun dari truk, mereka berkumpul di sekitar lokasi. Sementara itu, satu peleton anggota Polres Pamekasan berjaga-berjaga di areal sengketa. Di bagian lain, di depan dan di dalam lima rumah di lahan sengketa itu, telah berkumpul kerabat Buk Tona dari pihak tergugat dalam kasus sengketa tanah tersebut. Mereka bertahan di dalam dan menolak eksekusi. Di teras dan di sekitar rumah, banyak tumpukan batu sebesar genggaman orang dewasa. Di tempat lain yang tak jauh dari lokasi sengketa, tepatnya di pendapa Kecamatan Batumarmar, pukul 08.45 Kapolres Pamekasan AKBP Anjar Gunadi, muspika, dan pihak terkait, termasuk juru sita pengadilan negeri (PN) setempat, mengadakan rapat tentang eksekusi tersebut. Kesepakatan akhir, eksekusi tetap dilanjutkan. Mereka langsung menuju lokasi. Untuk pengamanan di luar area, satu peleton Brimob Detasemen A Kompi 3 Pamekasan lengkap dengan senjata laras panjang sudah bersiaga. Saat Kapolres dan juru sita dari PN, Sahrul, memasuki pekarangan rumah yang berbentuk L itu, polisi terus bersiaga. Sebab, di dalam rumah berkumpul kerabat tergugat. Sementara itu, tidak jauh dari lokasi, puluhan orang kubu penggugat juga bersiaga. Saat juru sita hendak membacakan surat putusan eksekusi, puluhan kerabat Buk Tona berusaha menghalang-halangi. Bahkan, Slamet, 35, anak bungsu tergugat, sampai bersujud di depan petugas. “Saya mohon jangan diambil hak saya dan orang tua saya. Ini tanah dan bangunan kami yang ditempati sejak puluhan tahun lalu. Saya mohon jangan dilakukan (eksekusi), Pak,” ujar pria berperawakan pendek tersebut. Melihat situasi itu, polisi dan juru sita masih memberikan kesempatan kepada tergugat dan penggugat untuk berunding. Halima selaku penggugat menyatakan eksekusi tidak akan dilakukan terhadap semua rumah. Di antara lima rumah, hanya empat rumah yang diminta dikosongkan. “Satu rumah itu agar bisa ditempati,” kata Halima. Pernyataan Halima tersebut disambut teriakan dan umpatan nyaring. Sejumlah warga yang didominasi laki-laki menolak meninggalkan lima rumah tersebut. Suasana semakin panas setelah warga di dalam rumah mulai memegang batu. Melihat situasi mulai mencekam, pasukan Brimob yang bersenjata lengkap mulai merangsek maju dengan senjata di dada. Baru sekitar sepuluh langkah, tiba-tiba terlihat lemparan batu dari dalam rumah ke arah petugas. “Keluarga Buk Tona beranggapan anggota (Brimob) itu hendak menyerang. Apalagi senjatanya ditaruh di depan. Mungkin karena dipicu itu, warga melemparkan batu kepada petugas,” ungkap salah seorang warga yang enggan menyebutkan identitasnya saat ditemui koran ini. Mendapat serangan batu, polisi langsung mengeluarkan tembakan. Timah panas diarahkan ke kelompok warga yang dinilai menyerang petugas. (nam/mat/c5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: