Penghulu Bantah Lecehkan Kemenag

Penghulu Bantah Lecehkan Kemenag

KUNINGAN – Pernyataan to­koh masyarakat Manis Lor dan Sembawa, Kecamatan Jalak­sana, ditanggapi Dedi Slamet Riyadi, salah satu penghulu di Kuningan. Dia menegaskan, tidak ada niat sedikit pun dari rekan-rekan penghulu dan kepala KUA untuk melecehkan lembaga apa pun. “Karena saya ikut menyaksikan langsung lahirnya kesepakatan di Ciamis dan deklarasi APRI di Cirebon, tidak ada sedikit pun niatan dari rekan-rekan penghulu dan kepala KUA untuk melecehkan lembaga apa pun, apalagi melecehkan kemenag, baik secara institusional maupun personal,” tegas Dedi yang berbicara atas nama pribadi sebagai penghulu dan PPN di KUA Cigandamekar, bukan berbicara atas nama Pokjahulu Kuningan itu, kemarin (17/12). Kesepakatan Ciamis yang dihadiri perwakilan Pokjahulu dari 10 kabupaten di Priangan Timur dan wilayah 3 Cirebon tersebut, lanjut Dedi, diungkapkan setelah mereka mendengar pernyataan Menteri Agama (menag) di televisi. Menag memerintahkan semua penghulu untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat seperti biasa, baik di kantor maupun luar kantor serta di luar jam kerja. “Penting untuk digarisbawahi, kesepakatan Ciamis untuk peng­hentian sementara pela­yanan nikah di luar kantor dan di luar jam kerja, bukanlah tindak pembangkangan terhadap kebijakan Menteri Agama. Itu murni sebagai upaya untuk bersama-sama mencari jalan keluar dari permasalahan biaya nikah yang selama bertahun-tahun menjadi polemik dan kontroversi,” paparnya. Para penghulu, kata dia, ingin mengetuk kepedulian peran serta dan dukungan seluruh masyarakat untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Sebab, pernikahan dan akad nikah, bukan semata-mata urusan pelayanan administrasi. Ada banyak aspek yang berjalin-kelindan dalam upacara akad nikah yang biasanya berlangsung antara 10 hingga 30 menit. Termasuk di dalamnya aspek agama, sosial dan juga budaya. “Saya melihat para penghulu ingin agar masyarakat memahami, bahwa mereka benar-benar terdesak, tidak dapat melakukan apa-apa, tidak ada jaminan sama sekali bahwa saya aman dari tuduhan pungutan liar,” ungkapnya. Kasus yang didakwakan kepada kepala KUA Kediri Kota pun, menurutnya, adalah kasus pungli tahun 2012 meskipun ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2013. “Siapa yang menjamin saya aman dari tuntutan hukum. Untuk apa yang telah saya terima di masa lalu?” tanya Dedi. Tentu saja, tambah dia, masyarakat merasa keberatan dengan kesepakatan moratorium. Namun, ia mempertanyakan, adakah yang bersedia meng­gan­tikan seorang kepala KUA untuk mendekam di balik jeruji besi jika seseorang mengadukan tuntutan terhadapnya. Solusi yang ditawarkan H Nasrudin dari Manis Lor, menurut Dedi, bukan solusi yang efektif. Jika ukurannya daerah Jalaksana atau Kuningan Kota, kemungkinan solusi itu dapat ditempuh. Penghulu bisa menghadiri pernikahan di luar kantor dan tidak menerima sepeserpun uang dari masyarakat. “Tapi bagaimana dengan penghulu yang bertugas di Cilebak, Subang, Hantara atau Ciniru? Saya sendiri pernah menghadiri pernikahan dan harus berjalan kaki selama 1 jam untuk sampai di tempat akad nikah. Sewaktu bertugas di Ciawi, saya harus bawa motor, mendorongnya melintasi sungai, lewat jalan sawah untuk sampai di Patapan. Siapkah mereka tetap melayani tanpa imbalan sepeser pun? Jangan disamaratakan,” kata Dedi. Solusi kedua dengan memberi mandat kepada P3N, itu pun tidak terbebas dari jeratan hukum. Sebab P3N yang menghadiri pernikahan, ada di bawah tanggung jawab kepala KUA. Ia dapat melaksanakan tugas pencatatan karena membawa surat tugas dari kepala KUA. Sehingga, jika mendapatkan apa pun dari masyarakat, maka pertanggungjawabannya tetap ada di kepala KUA. “Saya pribadi berpendapat ini momen yang sangat baik untuk menata kembali peraturan tentang pencatatan nikah seraya tetap berupaya menjaga sakralitas acara pernikahan,” ucapnya. Pihaknya hanya bisa mengajak semua pihak, baik legislator dan eksekutor juga masyarakat umum, untuk bersama-sama mengawal dan mendorong pemerintah agar segera menerbitkan regulasi yang jelas dan menjamin hak serta kewajiban penghulu. Masalah pernikahan, bukan hanya masalah penghulu tapi masalah yang melibatkan semua elemen umat. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: