Cigintung Berpotensi Terjadi Bencana Susulan
MAJALENGKA–Masih ingat musibah pergerakan tanah di Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma? Ya, peristiwa pada April 2013 lalu mengundang duka yang mendalam bagi warga setempat. Kali ini, dusun tersebut kembali diteliti oleh badan pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung. Peneliti mitigasi bencana geologi Mamay Surmayadi mengungkapkan, memasuki musim penghujan kali ini, berdasarkan penelitian pihaknya diketahui musibah bencana pada bulan April lalu kemungkinan masih berlanjut. Pasalnya, diketahui tipikal dari pergerakan tanah di dusun tersebut adalah jenis rayapan. Dan jenis tanah tersebut merupakan tipe gerakan tanah yang bergerak secara perlahan. “Gerakan yang secara perlahan itu sendiri mengakibatkan batuan-batuan di permukaan menjadi retak-retak. Mengingat pada musim penghujan kali ini tentunya akan berpotensi mengalami gerakan tanah kembali,” ungkapnya saat ditemui di BPBD, Rabu (18/12). Mamay menjelaskan, beberapa tanah sistim transisi atau rotasi di Kabupaten Majalengka dinilai cukup banyak. Kebetulan kejadian di daerah Cigintung itu masuk pada kategori tipe gerakan tanah adalah rayapan yang bisa ada rotasi. Klasifikasi jenis tanah tersebut seperti di daerah bebatuan atau tanah yang cukup gembur, seperti daerah pelapukan batuan vulkanik, dan lerengnya cukup terjal. Ditambah lagi dengan faktor pembajakan liar hutan yang sudah mulai sangat parah. Ia menyebutkan jika wilayah Majalengka itu rawan gerakan tanah dan gempa bumi. Sebab di Kota Angin sendiri ada salah satu patahan regional atau yang disebut dengan patahan baribis dan juga potensi bahaya dari gunung ciremai. Berdasarkan catatan di pihaknya, patahan cecar baribis tersebut diketahui sekitar 50 kilometer dari mulai Kabupaten Purwakarta sampai dengan Padalarang dan ditengahnya adalah Kabupaten Majalengka. Terlebih catatan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) itu diketahui secara nasional bahwa Majalengka menempati urutan ke 16, serta ke 7 di Provinsi Jawa Barat. “Ada beberapa kabupaten/kota yang rawan terhadap bencana namun kami tidak mengetahui secara rinci. Yang pasti lokasi rawan pergerakan itu berada di lereng tinggi. Terutama hampir diseluruh kabupaten/kota yang memiliki topografi tinggi,” katanya. Adapun di daerah perkotaan, lanjut Mamay, potensi gerakan tanahnya relatif landai dan berfariasi. Yang pasti, paling tinggi berada di lereng yang sangat terjal serta tingkat pelapukan bebatuannya cukup tinggi. Dari pantauan atau penelitian beberapa daerah selain Majalengka yakni Cianjur, Ciamis dan Bogor. “Hampir di seluruh kecamatan di Majalengka itu memiliki kawasan kerentanan tanah tinggi dan terjal terutama di daerah Argapura, Cikijing, Lemahsugih, dan termasuk di daerah Malausma yang terjadi bencana tersebut,” bebernya. Sementara itu, Kepala Bidang Pelestarian Lingkungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), H A Mahmud menambahkan, bencana longsor yang terjadi di beberapa daerah di Majalengka bukan tidak mungkin akibat factor lingkungan alam yang kurang terjaga. Mahmud juga merasa prihatin dengan terjadinya bencana alam di Kabupaten Majalengka dalam kurun waktu 2013 ini. Bahkan akibat bencana tersebut menyebabkan jatuhnya korban jiwa, dan menimbulkan kerugian materi yang sangat besar serta ribuan orang kehilangan tempat tinggalnya. “Beberapa contoh di antaranya longsor di Gorolong dan terjadi tanah ambles yang menimpa Kampung Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma. Kondisi perbukitan yang berada di sekitar perkampungan tersebut sudah banyak yang berubah fungsi, sehingga hal itu ikut memicu terjadinya bencana,” katanya. Pihaknya mengakui jika kondisi tanah di wilayah selatan kota angin banyak yang labil. Namun kerusakan lingkungan yang ada disekitar lokasi terjadinya bencana juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. “Ini baru dugaan, karena bukit yang berada di sekitar kawasan itu sekarang sudah banyak yang berubah fungsi sehingga mengganggu keseimbangan alam,” tukasnya. Mahmud mengajak kepada seluruh masyarakat untuk merawat lingkungan. Minimalnya, ikut berpartisipasi pada setiap program yang berkait dengan kelestarian lingkungan hidup, seperti penghijauan alam. “Penghijauan berguna mengembalikan fungsi hutan dan lahan sebagai penyangga sistem kehidupan dan pengatur tata air, juga mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor pada musim penghujan serta bencana kekeringan pada musim kemarau,” imbaunya. Terpisah, Ketua LSM Bina Alam Dadi Mulyana menambahkan, musibah longsor di beberapa wilayah tidak terkecuali di daerah hilir atau kawasan utara menjadi indikasi adanya kerusakan lingkungan. ”Kondisi tanah yang labil hanya satu faktor yang mendorong terjadinya kerawanan longsor di wilayah Majalengka. Tapi faktor yang sangat penting itu yakni pengaruh semakin banyaknya kawasan hutan di Majalengka yang rusak,” katanya. Menurut Dadi, dalam sepuluh tahun terakhir cukup banyak daerah perbukitan di Majalengka yang mulai gundul. Begitu juga kawasan yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS). Kerusakan lingkungan itulah yang kemudian ikut memberi andil terjadi sejumlah bencana alam tanah longsor, baik di kawasan selatan maupun utara Majalengka, terutama yang berada di aliran sungai Cimanuk. ”Sudah saatnya pemerintah daerah lebih menseriusi permasalahan lingkungan ini. Karena dampak dari kerusakan ini sudah semakin nyata,” pintanya. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: