Buntut Penangkapan Terduga Teroris di Talun, Formasina Desak Pemerintah Lakukan Ini

Buntut Penangkapan Terduga Teroris di Talun, Formasina Desak Pemerintah Lakukan Ini

Kelompok FORMASINA mendukung pendekatan dengan wacana keamanan manusia (human security), yaitu konsep keamanan individu dan masyarakat di mana nilainya untuk kesejahteraan hidup seluruh manusia ke dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku ke-Istimewa-

CIREBON, RADARCIREBON.COM – Beberapa waktu lalu, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap seorang terduga teroris di Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.

Terduga teroris yang ditangkap berinisial AT, usianya 28 tahun dan diduga bagian dari afiliasi jaringan teroris Jamaah Islamiyah wilayah Sumatera Selatan.

Informasi yang dihimpun, menyebutkan  AT ditangkap sekitar pukul 04.57 WIB di depan Gapura Balai Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.

BACA JUGA:Atalia Praratya Ridwan Kamil Mendorong Perempuan Kuasai Teknologi Digital

Penangkapan terduga teroris AT menambah daftar orang yang diduga terlibat aksi terorisme yang penangkapannya di lakukan di Cirebon Raya.

Berdasarkan laporan analisa situasi reintegrasi dan rehabilitasi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme yang di terbitkan oleh Yayasan Satu Keadilan bersama Forum Masyarakat Sipil Cirebon Raya (FORMASINA) pada bulan Januari 2023 bahwa sampai tahun 2022 terdapat 60 warga Kota dan Kabupaten Cirebon terlibat dalam kasus terorisme yang ditangkap Densus 88. Mereka terlibat dalam berbagai aksi terorisme di Indonesia.

Syamsul Alam Agus, Sekretaris Yayasan Satu Keadilan mengungkapkan, pada semua kecamatan di Kota Cirebon terdapat warga yang terlibat dalam jaringan terorisme di berbagai daerah di Indonesia dan ditangkap Densus 88.

“Sementara, di Kabupaten Cirebon, terdapat 17 kecamatan yang warganya terlibat dalam jaringan terorisme dan ditangkap Densus 88,” ungkapnya.

BACA JUGA:Pemilih Muda Mendominasi Hak Pilih dalam Pemilu 2024 Mendatang

Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Marzuki Wahid,  membenarkan pernyataan di atas. Mereka memang terlibat dalam jaringan terorisme di sejumlah daerah di Indonesia, tetapi aksinya tidak selalu dilakukan di Cirebon.

“Cirebon dalam hal ini menjadi tempat persinggahan pelaku terorisme,” ungkap Marzuki wahid yang juga merupakan inisiator FORMASINA.

Hal ini menyebabkan, lanjut Syamsul Alam, jika Cirebon Raya telah menjadi “wilayah aman” bagi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme di Indonesia.

Mereka bisa melakukan persembunyian dan mengkonsolidasikan aksi kekerasan baru berbasis terorisme di Indonesia.

BACA JUGA:Benny Wenda Minta Lukas Enembe Dibebaskan dari Tuduhan Korupsi, Gubernur Papua Nonaktif: Tidak Kenal

“Kesimpulan ini beralasan, mengingat aksi terorisme dan penindakan kepada orang yang diduga terlibat aksi terorisme terjadi di Cirebon Raya,” imbuhnya.

Kemudian, kondisi ini diperparah dengan masih lemahnya peran aktif pemerintah dalam penanggulangan aksi kekerasan berbasis ekstremisme di Cirebon Raya.

Meskipun telah ada kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) membentuk beberapa tim dalam upaya pencegahan terorisme dan konflik sosial di masyarakat.

Namun, Pemerintah Kabupaten dan Kota Cirebon belum menjadikan Rencana Aksi Daerah (RAD) sebagai kebijakan prioritas dalam penanganan dan penanggulangan aksi kekerasan berbasis ekstremisme dan terorisme.

BACA JUGA:Bantu Korban Gempa Bumi, Pemerintah Indonesia Kirim Tim MUSAR ke Turki, Inilah Tugasnya

“Kondisi tersebut menunjukkan masih lemahnya sistem peringatan dini dan belum adanya formulasi yang efektif untuk mengidentifikasi ancaman terorisme dan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada tindakan yang serupa dengan karakteristik perluasan jaringan aksi terorisme di lingkungan masyarakat,” bebernya.

Dalam kesempatan ini, mewakili FORMASINA, Syamsul Alam meminta kepada masyarakat di Cirebon Raya untuk tetap merawat lingkungan sosial yang damai dan tidak mudah terprovokasi atas aksi dan penindakan kepada orang yang diduga sebagai pelaku kekerasan berbasis ekstremisme/teroris.

Selanjutnya, mendesak pemerintah Kota dan Kabupaten Cirebon untuk segera memprioritaskan penanganan dan penanggulangan aksi kekerasan berbasis ekstremisme/terorisme dengan menetapkan kebijakan Rencana Aksi Daerah (RAD) sebagai kebijakan prioritas.

BACA JUGA:Brantas Praktk Perjudian, Polsek Babakan Grebek Lokasi Sabung Ayam

Kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 melalui INDENSOS (Identifikasi Sosial) untuk memaksimalkan peran dan tanggung jawabnya dalam penanganan reintegrasi dan rehabilitasi bagi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme melalui kerjasama dengan pemerintah daerah Cirebon dan Masyarakat Sipil untuk memperkuat ketahanan (resiliensi) masyarakat Cirebon menghadapi aksi dan upaya penindakan pelaku terorisme.

FORMASINA menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil di Cirebon untuk bekerja sama dalam penanganan aksi kekerasan berbasis ekstremisme melalui pendekatan transformasi konflik.

BACA JUGA:Harga Beras Mahal, Bulog dan Pemkab Cirebon Gelar Operasi Pasar Murah

Yaitu cara penanganan masalah yang hendak mengubah konflik yang destruktif menjadi konstruktif, dengan menitikberatkan pada kerja kolaborasi pencarian masalah atau penyelesaian masalah.

Terakhir, FORMASINA mendukung pendekatan dengan wacana keamanan manusia (human security), yaitu konsep keamanan individu dan masyarakat di mana nilainya untuk kesejahteraan hidup seluruh manusia ke dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi mantan pelaku kekerasan berbasis ekstremisme.

Konsep keamanan manusia menitikberatkan pada cara; konsepsi pembangunan, perdamaian, kerjasama berdasarkan keadilan dan peran yang semakin besar bagi masyarakat sipil. (rdh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase