Beralih ke Kayu Bakar

Beralih ke Kayu Bakar

MAJALENGKA–Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat dipusingkan dengan kelangkaan elpiji. Ya, marah dan kecewa terhadap pemerintah yang sudah memberlakukan konversi minyak tanah ke gas, tapi tidak bisa menjamin ketersediaan gas. Saat elpiji 3 kg mengalami kelangkaan dan harganya naik tidak terkontrol, ada sebagian masyarakat mencari alternatif bahan bakar lain untuk memasak dan memenuhi kebutuhan pokok. Sumitra (41) misalnya, warga di Desa Majasari, Kecamatan Ligung ini mesti memutar otak dan mencari alternatif lainnya agar dapur mereka masih bisa ngebul guna mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya dengan meracik dan mengkonsumsi makanan. Oleh karena itu, pilihan Sumitra untuk menjaga dapurnya tetap ngebul, adalah kembali menggunakan tungku dari batu bata merah yang direkatkan tanah liat. “Apalagi, kalau harus pake kompor minyak sekarang, darimana saya bisa membeli bahan bakarnya (minyak tanah) yang harganya sudah gak kejangkau. Beda dengan dulu yang satu liternya masih bisa dibeli dengan harga Rp3ribu per liter,” keluhnya. Menurutnya, pilihan membuat tungku juga menjadi lebih efektif, karena bahan bakar dari dahan dan ranting kayu, bisa dengan mudah didapatnya pada lingkungan sekitar rumahnya. Meskipun beberapa dari bahan bakar kayu tersebut, mesti ia jemur terlebih dahulu karena kondisinya yang basah akibat saat ini tengah memasuki puncak musim penghujan. Langkah pria yang hanya sebagai petani ini, diikuti oleh tetangga terdekatnya. Meski memakan waktu lebih lama dalam proses memasak, dan membuat peralatan masak yang digunakanya lebih cepat gosong akibat daya pengapian yang kurang sempurna. Warga lainnya, Agus Diana (40) mengungkapkan jika harga elpiji 3 kg di desanya sudah berada pada angka Rp20 ribu. Namun, sebagian masyarakat tidak mempermasalahkan naiknya kebutuhan dapur tersebut. Hanya saja, menghilangnya gas menjadi faktor disesalkan masyarakat banyak karena sulit ditemukan. Ia terpaksa mencari gas ke wilayah Jatiwangi yang jaraknya sekitar 11 kilometer dari desanya akibat tidak mendapatkan gas saat gas baru dipasok di sejumlah pangkalan terdekat. \"Saya tidak mendapatkan akibat para warga yang datang membeli gas cukup banyak bahkan sampai berebut. Saya terpaksa harus mencari hingga keluar desa. Itu pun hanya ditemui di Desa Ciborelang atau di toko kecil setelah seharian putus asa mencari gas dimana-mana sulit,” ungkapnya. Pedagang kios kecil Herlan menambahkan, pasokan gas di wilayahnya yang didistribusikan dari agen hanya dipenuhi sebanyak 5-7 gas saja. Jelas hal tersebut tidak bisa mencukupi ribuan masyarakat di sekitarnya akibat saling berebut. Dari beberapa pangkalan dan agen harga gas 3 kilogram sudah mencapai Rp19.500. “Dari penjualan itu kami hanya mendapatkan keuntungan Rp500 per tabungnya. Saya berharap, kelangkaan gas LPG yang kini masih berlangsung, bisa lekas membaik agar kondisi dapur warga yang belakangan sudah terbiasa dengan kompor gas LPG bisa kembali ngebul dengan normal,” harapnya. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: