Satu Hakim MK Mundur

Satu Hakim MK Mundur

JAKARTA - Hakim konstitusi Arsyad Sanusi rupanya tak kuat menghadapi tekanan publik. Kendati belum menghadapi majelis kehormatan hakim (MKH) dan belum dinyatakan bersalah, Arsyad menyatakan akan mengundurkan diri sebagai hakim MK. “Untuk apa bertahan. Masyarakat sudah menilai saya. Saya jalan saja, saya malu. Mau pergi golf saja, saya malu. Mau pergi ke mall, saya malu. Bayangkan perasaan kehormatan itu,” tegas di ruang kerjanya di gedung MK kemarin (17/12). Mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya itu menegaskan, kalaupun nanti MKH menyatakan dirinya tidak melanggar kode etik, dia tetap akan mengundurkan diri. Dia akan berkirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa dirinya mengundurkan diri kendati tidak bersalah. Arsyad mengakui jalan menuju MKH masih jauh. Sebelum MKH digelar, MK akan membentuk sidang panel etik yang akan memutuskan adanya indikasi pelanggaran kode etik. Jika dinyatakan ada, kasus tersebut baru dibawa ke MKH. Namun, hakim kelahiran Bone, Sulsel, ini mengaku sudah tak sabar ingin segera menjalani MKH. Bahkan, kalau perlu, sembilan hakim MK yang sudah purna tugas dihadirkan lagi untuk memeriksa dia. “Supaya cepat tuntas semua. Berarti kalau ditambah mantan hakim MK, majelis kehormatan terdiri dari 17 orang. Periksa saya, periksa keluarga saya, anak saya,” ujarnya. Hakim penghobi golf ini menambahkan, sebelumnya dia sudah pernah mengajukan surat pensiun ke bagian personalia MK jauh sebelum temuan Tim Investigasi mencuat. Sebab, Arsyad yang kini berusia 66 tahun segera memasuki masa pensiun pada 14 April nanti. Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang nomor 23/2003 tentang MK menyebutkan, hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila telah berusia 67 tahun. Enam bulan sebelum pensiun, hakim wajib mengajukan surat pensiun. Surat tersebut sudah sampai ke Ketua MK Mahfud MD. Namun, mantan Menteri Pertahanan itu menganjurkan agar Arsyad tidak pensiun dulu. Sebab, revisi UU MK yang segera disahkan DPR menyebutkan bahwa hakim konstitusi diberhentikan pada usia 70 tahun. “Saya bilang tidak pak, saya tidak mau seperti Hendarman Supandji (mantan Jaksa Agung yang jabatannya dinyatakan ilegal oleh MK, red). Saya maunya, ketentuan enam bulan itu saya penuhi,” katanya. Mahfud juga meminta Arsyad tetap ikut bersidang sebagaimana biasanya. Namun, sejak kasus ini muncul, Arsyad menolak. “Saya sudah katakan, malu pak! Saya membaca (perkara), memeriksa (perkara) itu saya merasa kotor. Orang bilang, kenapa itu dia memeriksa, kotor itu,” ujarnya. Saat menyampaikan unek-uneknya kemarin, Arsyad terlihat tegang. Lulusan Universitas Hasanuddin, Makassar, ini beberapa kali berkata dengan nada tinggi. Dia juga terlihat gelisah sembari berulang kali menghisap tembakau dalam pipa. Arsyad juga menegaskan bahwa pertemuan antara anggota keluarganya dengan mantan calon Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud tidak dalam rangka “membereskan” perkara Dirwan di MK. Seperti diketahui, Tim Investigasi menyebut Neshawaty adalah orang yang menghubungkan Dirwan dengan panitera pengganti bernama Makhfud. Makhfud kemudian disebut Tim menerima duit suap sebesar Rp58 juta dari Dirwan. Arsyad menampik anggapan itu. Dia balik menuduh Tim tidak profesional dengan tidak menelusuri pengakuan Edo yang meminta uang kepada Dirwan atas nama Neshawaty. Padahal, Neshawaty menegaskan tak kenal Edo. “Edo itu harus dikejar terus mestinya,” katanya. Edo hadir bersama Dirwan, Arief (calon legislator Partai Demokrat asal Papua), Khairun (penghafal Alquran), dan Zaimar (ipar tiri Arsyad Sanusi) ke apartemen Arsyad di Kemayoran. Dirwan mengeluh dizalimi atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang sengketa pemilihan daerah. Pertemuan pertama itu, kata Arsyad, benar-benar tidak direncanakan. Buktinya, saat menemui mereka, Neshawaty masih mengenakan daster. Kalau memang direncanakan, Neshawaty pasti akan berpakaian lebih patut. Arsyad memastikan bahwa putrinya tak pernah meminta uang. Baik dalam pertemuan pertama dan maupun pertemuan kedua di sebuah restoran di Jalan Majapahit. Karena itu, dia meminta semua orang yang hadir dalam pertemuan di apartemen Kemayoran dan restoran di Jalan Majapahit dikonfrontir. “Biar jelas semuanya, apa benar putri saya pernah bilang minta uang. Putri saya tak pernah meminta uang,” tegasnya. Arsyad juga membantah temuan Tim yang menyebutkan bahwa ada aliran dana Rp5 juta dari Neshawaty ke Makhfud. Itu, kata dia, adalah uang pinjaman dari Neshawaty kepada Makhfud. “Itu pinjaman bukan diberikan begitu saja,” katanya. Arsyad benar-benar tidak terima kesaksian Dirwan yang menyudutkan keluarganya. Karena itu, dia berencana melaporkan Dirwan ke Polres Jakarta Pusat karena testimoninya kepada Tim telah menyeret putrinya. “Perkaranya pencemaran, penghinaan, perbuatan yang tidak menyenangkan kepada keluarga saya. Zaimar itu sudah tahu, katanya Arif mantan caleg di Papua. Seharusnya Tim Investigasi yang mencari,” katanya. Di bagian lain, Mahfud mengatakan bahwa mulai kemarin (17/12) panel etik sedang mempelajari apakah kasus Arsyad diteruskan ke MKH atau tidak. Panel, kata dia, hanya membahas kasus Arsyad, bukan kasus hakim Akil Mochtar. Sebab, menurut dia, perkara Akil didasarkan pada klaim sepihak semata. “Ada orang ngoceh ngasih uang ke Akil dan nggak ada bukti, itu namanya merendahkan MK. Misalnya saya bilang, saya suap BHM (Bambang Harymurti wartawan senior Majalah Tempo, red) agar pemberitaan MK di Tempo bagus. Saya tidak pernah bertemu Bambang masa Bambang dibawa ke majelis kehormatan wartawan? Nanti semua ngoceh, habis hakim MK,” katanya.(aga/kuh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: