Menyusuri ‘Macan Ali’ Umbul-Umbul Caruban Nagari
Kain tradisional bagian dari ranah budaya bangsa. Keunikan ragam hias dan teknik tersebar di berbagai daerah khazanah tekstil Indonesia. Salah satunya umbul-umbul Keraton Cirebon atau Caruban Nagari dengan ragam hias kaligrafi yang dibuat dengan teknik batik tulis tahun 1776 merupakan koleksi awal yang diperoleh dari sumbangan Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara VIII tahun 1976. Banyak masyarakat, khususnya masyarakat Cirebon tidak mengetahui Cirebon adalah sebuah Negara, memiliki bendera khusus. Konon bendera itu dipergunakan Fatahillah atas perintah Sunan Gunung Jati sebagai simbol kenegaraan. Bendera itu dibawa ketika melawan Portugis di Sunda Kelapa, tahun 1527. \"Bendera atau Umbul-Umbul Caruban Nagari atau panji atau klebet maupun rontek telah menjadi atribut Caruban Nagari abad 16 M di masa Sunan Gunung Jati yang bergelar Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Aulia Allah Kutubizaman Khalifatur Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam,\" tulis Pangeran Suleman Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda, Babad Cirebon. Sementara Ahmad Mansur Suryanegara, ilustrasi gambar Bendera Kesultanan Cirebon, Sjarif Hidajatoellah atau Sunan Goenoeng Djati sebagai Dinasti Praboe Siliwangi, tetap menghormati lambang macan. Namun adaptasi lambang macan berubah menjadi Macan Ali. Dibentuk dengan kaligrafi dari ayat Al Quran tepat ditengahnya lambang pedang Rasulullah yang dihadiahkan kepada Sayyidina Ali ra dan dikenal Pedang Dzulfikar. Bendera Cirebon yang saat ini masih ada, terbuat dari batik tulis dengan bahan kapas bertuliskan hiasan kaligrafi, ukuran 310 X 196 cm, dibuat tahun 1776 dengan mencontoh bendera Cirebon generasi sebelumnya. Bambang Irianto, Rumah Budaya Nusantara Pasambangan Jati Cirebon, penyusun buku \'Bendera Cirebon (Umbul-Umbul Caruban Nagari), bendera yang dibuat tahun 1776 adalah replika. Di masa itu, Sultan Sepuh V, Pangeran Raja Safiuddin Matangaji, menurut naskah Mertasinga, beliau membangun perguruan petarekan di Matangaji. Belanda menganggap beliau \'terganggu akal\' dan digantikan oleh adiknya. Di Keraton Kanoman, masa itu, Sultan Kanoman III, Sultan Raja Mohamad Alimuddin. Bendera itu dipakai sebagai Bendera Keraton Cirebon, lambang petunjuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sementara, sebagian masyarakat, bendera itu dipakai saat perayaan hari besar Islam, dan dianggap sebagai penolak bala. Bendera Cirebon terdapat unsur-unsur tiga buah kaligrafi harimau, didalam tradisi disebut Macan Ali atau Singa Barwang. Unsur lain, pedang berbilah dua, disebut Golok Cabang, serta kaligrafi dari Al Quran, bacaan basmallah, Surat Al Ikhlas dan Al An\'am ayat 103, bintang Sulaiman, rajah-rajah serta kaligrafi lain. Adapun, TB Sudjana, kerabat Keraton Kanoman, bendera itu terakhir dirawat oleh Keraton Kanoman, dan diserahkan dari Keraton Cirebon ke Keraton Mangkunegara, Surakarta. Saat itu, sebagai tolak bala untuk menyembuhkan sakit raja Mangkunegara dengan cara menyelimuti bendera tersebut saat tidur. Ketika Belanda mengetahui keberadaan Bendera Cirebon di Istana Mangkunegara dan diteliti mengandung potensi berbahaya bagi eksistensi Belanda di tanah Jawa. Bendera tersebut diambil Belanda dan disimpan di Museum Rotterdam, Negeri Belanda. Pertanyaan menarik, mengapa pemerintah Indonesia tidak mampu membawa kembali Bendera Cirebon? (wb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: