Tidak Ada HET, Harga Gas Liar

Tidak Ada HET, Harga Gas Liar

KUNINGAN – Selain soal distribusi yang tidak merata, tidak adanya harga eceran tertinggi (HET) menjadi penyebab kelangkaan dan melambungnya harga gas. Selama ini, HET tidak pernah diberlakukan baik oleh agen gas melon maupun elpiji 12 kg. Dengan tidak diberlakukannya HET, tariff gas menjadi liar di tingkat pangakalan. Asal ada kesepakatan antara penjual dan pembeli harga berapa pun dijual. Kondisi ini dibenarkan oleh pihak agen dan juga Pemkab Kuningan. Menurut Kepala Cabang Rejeki Indo Alam Azis Adinugraha, pihaknya selaku agen gas elpiji 12 kg tidak pernah menentukan HET. Karena baginya, yang terpenting menjual sesuai dengan harga dari Pertamina dan ditambah ongkos kirim. Sebagai contoh, pihaknya menjual gas pasca penurunan dari Rp127 ribu/tabung menjadi Rp93 ribu/tabung. Sementara mengenai harga jual di tingkat pangkalan maupun eceran, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pengelola yang bersangkutan. “Ketika di lapangan ada yang menjual Rp105 ribu itu bukan menjadi tanggung jawab kami. Dan pihak Pertamina pun tidak memberlakukan HET untuk gas nonsubsidi,” jelas Azis kemarin (8/1) kepada Radar. Asda II Setda Kuningan Drs H Kamil Ganda Permadi MM membenarkan, jika gas melon juga tidak ada HET. Hal ini yang membuat pemerintah sulit bertindak dengan melambungnya harga gas di pasaran. “Jangankan Anda, kami juga tidak tahu berapa HET (gas melon, red), maka solusi pertamanya adalah rayonisasi,” tandas Kamil. Sementara itu, Nono pemilik pangkalan mengaku, penentuan harga memang ditentukan oleh pangkalan. Namun, ia juga melihat harga jual yang dilakukan oleh pangkalan lain. “Prinsipnya saya tidak akan menjual harga terlalu tinggi. Minimal sudah memperoleh untung. Memang saya akui, banyak yang menjual lebih mahal. Sebagai contoh, harga gas 12 kg di pangkalan ada yang menjual Rp105 ribu, padahal saya menjual Rp98 ribu-Rp100 ribu,” ucapnya. Sementara Nana Suryana, pengelola pangkalan lainnya, mengaku selalu mengambil untung di kisaran Rp4.000-5.000/tabung dari harga jual agen. Pada saat gas Rp93 ribu ia hanya menjual maksimal Rp98 ribu. “Memang tidak diperlakukan HET, tapi kami sebagai penjual harus mengetahui berapa harga yang pas dijual. Karena kalau terlalu mahal, selain ditidak laku akan banyak diprotes oleh konsumen,” jelasnya. Terpisah, Ketua DPRD Kuningan Rana Suparman SSOs langsung menggelar rapat dengan pimpinan dewan sekaligus denganKomisi B terkait kelangkaan gas, Rabu (8/1) pagi. Dari hasil pertemuan itu, Rana mendukung penerapan sistem rayonisasi yang akan diberlakukan oleh pemerintah. Ia yakin, sistem tersebut akan membuat gas 3 kg di Kuningan bisa terkendalikan, baik itu harga dan distribusinya. Karena menurutnya, selama ini pemerintah tidak mengetahui pasti dalam sebulan berapa kebutuhan masyarakat akan gas. “Pemberlakukan sistem rayonisasi tidak perlu menuggu terbitnya SK bupati, tapi cukup dengan perbup,” jelasnya. (mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: