Kemuningkan Tersangka kasus Ujaran Kebencian Terhadap Muhammadiyah Bertambah
Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol Adi Vivid A Bactiar di Jakarta, Senin 1 Mei 2023.-PMJ-
JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Bareskrim Mabes Polri akan terus mendalami kasus ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah.
Oleh karena itu, Bareskrim Mabes Polri menyebut, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain selain Andi Pangerang (AP) Hasanuddin dalam kasus ini.
BACA JUGA:Segini Jumlah Dapil dan Kursi di DPR RI, DPRD Provinsi serta Kabupaten atau Kota
Salah satu tersangka utama dari ujaran kebencian terhadap Muhammadiyah, Peneliti BRIP AP Hasanuddin saat ini telah ditahan Bareskrim Mabes Polri.
“Tetapi, nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kami temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang dihapus,” kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Adi Vivid A Bactiar di Jakarta, Senin 1 Mei 2023.
BACA JUGA:Secara Nasional, Realisasi Investasi Jawa Barat Tertinggi di Triwulan I 2023
Menurut Vivid, dalam penyelidikan saat ini pihaknya baru menetapkan satu orang tersangka, yakni AP Hasanuddin.
Pihaknya pun mempersilahkan apabila ada dari rekan-rekan media, atau warganet yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur yang sama seperti yang dilontarkan AP Hasanuddin, dapat melapor ke penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri.
Karena, kata dia, ada beberapa percakapan dalam unggahan diskusi di akun Facebook milik Thomas Djamaluddin yang dikomentari oleh AP Hasanuddin telah dihapus.
BACA JUGA:Viral! Diduga Seekor Babi Ngepet Beredar di Pondok Aren Tangsel
“Mungkin nanti rekan-rekan media atau netizen yang menemukan lagi ada kata-kata yang mengandung unsur seperti ini silahkan melaporkan ke kami. Jadi, memang ada beberapa yang dihapus dalam percakapan tersebut,” kata Vivid.
Terkait ancaman yang dilontarkan AP Hasanuddin dalam komentarnya tersebut, Vivid mengatakan tersangka tidak ada indikasi untuk mewujudkan kata-katanya tersebut dalam sebuah tindakan.
“Karena yang bersangkutan latar belakangnya adalah ilmuan, cuma beliau mungkin capek, lelah karena berdebat panjang akhirnya muncul emosi muncul kata-kata yang tidak pantas yang tidak seharusnya diucapkan oleh seseorang yang memiliki latar belakang keilmuan cukup bagus,” kata Vivid.
BACA JUGA:Dua Kecamatan di Kuningan Dilanda Banjir, Begini Kondisinya
Vivid menambahkan tersangka AP Hasanuddin menyadari kekeliruannya, dan tidak ada indikasi mewujudkan dengan benar-benar akan membunuh warga Muhammadiyah seperti yang ditulisannya dalam komentar di akun Facebook Thomas Djamaluddin.
Selain itu, dalam pemeriksaan penyidik memastikan kondisi AP Hasanuddin saat menulis komentar itu pada tanggal 21 April pukul 15.30 WIB di Jombang sedang dalam keadaan sehat, tidak dalam pengaruh alkohol ataupun obat-obatan terlarang.
“Yang bersangkutan menyampaikan, karena diskusi sudah panjang dan tidak ada ujungnya, akhirnya beliau merasa lelah dan emosi, terucaplah kata seperti itu. Memang sangat tidak pantas, menantang bunuh satu per satu, itu sangat tidak pantas diucapkan seorang yang keilmuannya tinggi,” kata Vivid.
BACA JUGA:Pendaftaran Bacaleg Hari Ini Sudah Dibuka, KPU: Belum ada Parpol Serahkan Berkas
“Balik lagi ada kekhilafan seorang manusia,” kata Vivid menambahkan.
Peneliti Astrologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) AP Hasanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau ancaman kekerasan menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi melalui media elektronik.
Ia disangkakan dengan dua pasal, yakni Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian Pasal 45B juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta. (jun/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase