Pemerintah Setuju Pertamina Akuisisi PGN

Pemerintah Setuju Pertamina Akuisisi PGN

JAKARTA - Rencana PT Pertamina untuk mengakuisisi PT PGN mendapatkan lampu hijau. Langkah yang bakal ditempuh melalui merger PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan PGN itu rupanya sudah disetujui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut terungkap dalam risalah rapat Menteri BUMN Dahlan Iskan bersama Dewan Direksi dan Komisaris Pertamina yag diperoleh wartawan. Menurut risalah, rapat tersebut diadakan tanggal 7 Januari 2014. Dihadiri oleh Deputi Kementerian BUMN Dwiyanti Tjahjaningsih, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, dan Komisaris Utama Pertamina Sugiharto. Pihak Pertamina menyebutkan skenario terbaik adalah menggabungkan PT Pertagas dengan PGN. Sehingga, badan usaha hasil gabungan itu menjadi anak perusahaan Pertamina. Dalam skenaro itu, BUMN Energi itu sudah mengatur komposisi saham. Misalnya, Pertamina bakal mendapatkan saham antara 30-38 persen hasil konversi dari 100 persen. Kemudian, pemerintah yang sebelumnya memegang 57 persen saham mayoritas PGN bakal diberi jatah 36-40 persen, tetap sebagai pemegang saham mayoritas. Terakhir, saham minoritas yang beredar di bursa sebanyak 43 persen bakal dikonversi menjadi 26-30 persen. Dengan skenario itu, pemerintah bisa menguasakan saham ke Pertamina. Dengan kata lain, Pertamina bakal menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi 70-74 persen. Pertamina mengklaim, skenario tersebut bakal memberi keuntungan bagi negara senilai USD 2-3 miliar per tahun. Hal tersebut didapat dari pengurangan biaya bahan bakar pembangkit, dampak terhadap GDP, pengurangan subsidi, serta peningkatan pajak dan dividen. Selain itu, merger tersebut bakal memangkas biaya pengembangan asset up stream gas dan menciptakan lapangan bagi 4 ribu tenaga kerja. Soal kemungkinan investor publik yang keberatan, Pertamina mengaku itu tidak mungkin. Pasalnya, Pertagas saat ini menguasai pasokan gas. Sehingga, penggabungan itu justru bakal menjamin keberlangsungan perusahaan. Jika disetujui, proses merger tersebut diperkirakan memakan waktu delapan bulan. Sementara itu, Pengamat Energi Indonesia, Kurtubi mengatakan, langkah tersebut bisa dinilai keputusan bagus. Asal, proses tersebut bisa mengembalikan PGN ke tujuan awal yakni membangun jaringan city gas (jaringan gas untuk konsumen ritel/perorangan). \"Selama ini kewajiban PGN untuk menjamin gas rumah tangga terbengkalai. Sebab, mereka sibuk mengurus bisnis gas industri,\" ujarnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (12/1). Dia menerangkan, peran city gas untuk rakyat Indonesia saat ini cukup penting. Sebab, penggunaan city gas sebenarnya lebih murah daripada elpiji. Menurutnya, rumah tangga yang memakai city gas hanya perlu mengeluarkan Rp30-40 ribu per bulan. Sedangkan, penggunaan elpiji bagi rumah tangga bisa mencapai Rp200 ribu per bulan. \"Lagipula, elpiji sekarang impor. Sedangkan, gas kota tidak usah impor. Yang jelas, penggabungan ini jangan mementingkan para trader. Karena hal tersebut merugikan negara. Yang untung besar trader-nya,\" jelasnya. Ketika dikonfirmasi, Head of Corporate Communication PT PGN Ridha Ababil mengaku masih belum mau memberi tanggapan. Dia mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan resmi dari pemegang saham yakni pemerintah dan investor publik. \"Kami menyerahkan semua keputusan kepada pemegang saham. Nanti kalau sudah disetujui sesuai aturan bursa baru kami bicarakan,\" ungkapnya. Dia mengaku, saat ini pihaknya tak mau mengkhawatirkan hal tersebut. Sebab, perseroan masih ingin fokus untuk mengembangkan pipa untuk rumah tangga. \"Saat ini PGN sedang mencoba membantu mengurangi beban masyrakat akibat kenaikan elpiji. Tahun 2014, kami akan menambah lebih dari 3 ribu satuan sambungan untuk rumah tangga. Apabila PGN diberikan tambahan pasokan 2014 ini, tentunya kami akan lebih leluasa lagi melakukan pengembangan jaringan rumah tangga maupun industri kecil,\" jelasnya dalam pesan singkat kepada Jawa Pos. (bil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: