Pemecatan Pasek Dinilai Ganjil
JAKARTA – Mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum akhirnya buka suara terkait pemecatan koleganya, Gede Pasek Suardika, dari keanggotaan DPR oleh Partai Demokrat beberapa waktu lalu. Menurutnya pemecatan Pasek tersebut dinilai penuh keganjilan. ’’Saya tidak tahu kalau konteksnya (melanggar, red) kode etik, kode etik bagian mana atau pakta integritas, pakta integritas bagian mana,” katanya saat ditemui wartawan sebelum bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kuningan Jakarta Selatan kemarin (21/1). Ketua Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) tersebut menceritakan bahwa konsep dasar kode etik Partai Demokrat (PD) sebelumnya disusun oleh Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Amir Syamsuddin. Namun sepengetahuan dia, konsep kode etik tersebut tidak dimaksudkan dengan memecat kader partai tanpa alasan jelas. ’’Waktu itu setahu saya (pembuatan kode etik, red) itu tidak dimaksudkan untuk hal seperti ini, kecuali pelanggaran jelas,” paparnya. Kendati demikian, nasi sudah menjadi bubur. Suami Athiyyah Laila ini menyebut pemecatan Pasek tersebut sebagai sebuah musibah politik, yang belum tentu berkonotasi buruk. ’’Siapa tahu baik untuk Pak Pasek, ada hikmahnya,’’ harap dia. Sementara itu, Gede Pasek Suardika mengaku bakal melawan pemecatan tersebut dengan meminta secara resmi pimpinan DPR agar tidak memproses surat keputusan pergantian antar waktu (PAW) alias pemecatan terhadap dirinya itu. Pasek beralasan, surat pemberhentian tersebut jelas telah melanggar prosedur, tidak sah, dan cacat hukum. Salah satu dasar perlawanannya tersebut berpatok kepada Pasal 214 ayat 1 UU No 27 tahun 2009 tentang MD3 (MPR, DPR, DPRD). Dalam UU tersebut dikatakan yang berhak menandatangani pemecatan adalah ketua umum parpol atau sebutan sejenis sesuai AD/ART parpol bersangkutan, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Ketua Umum DPP PD, bukannya Ketua Harian Syarif Hasan. “Yang tanda tangan surat itu harus Pak SBY sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Karena itu, saya meminta pimpinan DPR agar tidak memproses surat PAW itu, sebab dalam proses pemecatan saya ada pelanggaran prosedur organisasi di Partai Demokrat maupun pelanggaran terhadap UU MD3 dan cacat secara formal hukum,” katanya kemarin (20/1). Ia menegaskan, sudah melayangkan somasi atas pemecatannya itu ke Fraksi Partai Demokrat, dan DPP PD, termasuk pengajuan surat keberatan terhadap para pimpinan DPR, Sekjen DPR, KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Presiden RI. ”Saya mensomasi Demokrat sekaligus meminta surat itu ditarik. Karena kalau surat pemecatan itu tidak ditarik dan dibatalkan, maka saya akan mengajukan gugatan hukum yang juga sedang saya siapkan. Soal begini-begini ini saya sangat mendetail, saya dulu ini pengacara,” jelasnya. (sar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: