Jakarta Banjir, Bus AKAP Tak Beroperasi

Jakarta Banjir, Bus AKAP Tak Beroperasi

KUNINGAN - Musibah banjir yang melanda wilayah Jakarta dan beberapa daerah di Jawa Barat ternyata berdampak pada usaha transportasi, terutama jasa angkutan umum bus antar kota antar provinsi (AKAP). Seperti yang terjadi pada sejumlah perusahaan otobus (PO) di Kuningan yang terpaksa meliburkan sebagian armadanya untuk mengantisipasi kerugian yang lebih besar. \"Biasanya dalam satu hari kami memberangkatkan 30 armada untuk tujuan Jakarta. Tapi sejak tiga hari terakhir ini kami hanya memberangkatkan beberapa armada saja, seperti hari ini baru tiga unit,\" terang Pengurus PO Luragung Jaya Oyo Sunaryo, saat ditemui di Terminal Tipe A Kertawangunan, Kuningan, kemarin. Menurutnya, banjir yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan trayek perjalanan menjadi terhambat. Banyak armada bus yang terjebak banjir hingga berjam-jam atau harus memutar melalui jalur lain yang praktis. Akibatnya, biaya operasional bus lebih besar. \"Banjir menyebabkan perjalanan Jakarta-Kuningan yang biasanya bisa ditempuh enam jam, kini bisa seharian yang otomatis menyebabkan biaya operasional membengkak. Untuk mengantisipasi kerugian lebih besar, untuk sementara sebagian armada tidak diberangkatkan,\" ungkap Oyo. Hal senada juga diungkapkan pengurus PO Putra Luragung bernama Satria. Menurutnya, pemakaian bahan bakar solar bus pada saat terjebak banjir seperti sekarang lebih besar dibanding pada saat normal. Disebutkannya, pemakaian solar yang dibutuhkan untuk sekali perjalanan Kuningan-Jakarta pada saat normal sebesar Rp500.000, namun pada saat terjebak banjir ataupun harus memutar ke jalur lain bisa menghabiskan solar hingga Rp750 ribu. \"Belum lagi biaya makan sopir dan kondektur yang otomatis meningkat dibanding hari biasa. Untuk mengatasi ini, terpaksa kami menaikkan tarif Rp10.000 lebih mahal dari biasanya Rp35.000 menjadi Rp45 ribu,\" papar Satria. Tak hanya itu, banjir juga berpengaruh pada pendapatan. Karena jumlah penumpang menjadi berkurang. Gencarnya pemberitaan tentang banjir di sejumlah daerah menyebabkan banyak penumpang asal Kuningan yang urung berangkat ke Jakarta dan sebaliknya. Hal ini terlihat dari kondisi sejumlah terminal bayangan seperti di Oleced, Cirendang dan Bandorasa yang menjadi tempat para penumpang tujuan Jakarta menunggu bus, kini sepi. Dampak kerugian material dari bencana banjir di Jakarta dan wilayah pantura sangat dirasakan bagi pengusaha otobus (PO). Udi Sahudi, pengurus PO Luragung mengasumsikan, jika setoran dari satu bus minimal Rp500 ribu dan dikalikan 200 unit, artinya kerugian sudah mencapai Rp100 juta. Itu tarif setoran untuk kelas ekonomi. Jika kelas patas AC, tentu berbeda tarifnya. “Pokoknya dengan banjir semua mengalami kerugian. Padahal, penumpang sendiri terbilang banyak,” jelas dia. Ternyata kerugian akibat banjir bukan hanya diderita oleh bus jurusan Kuningan-Jakarta. Tapi, jurusan Kuningan-Bandung pun merasakan hal yang sama. Sebagai contoh, bus Damri yang biasa sehari beroperasi sembilan unit selama banjir hanya satu unit. Pasalnya, terjebak macet akibat bus dari arah Jakarta yang dialihkan ke jalur Bandung. “Satu bus biasanya menghasilkan uang Rp3 juta. Kalau yang tidak beroperasi delapan unit, berati kerugian sebesar Rp24 juta,” jelas pengurus Damri Kuningan Heri Yuliansah. Menurutnya, bus yang berangkat subuh dari Bandung baru sampai di Kuningan pukul 16.00 WIB. Padahal, normalnya, hanya empat jam atau lima jam. Terpisah, Kadishub Kuningan Drs Jaka Chaerul membenarkan, jika bus yang beroperasi selama banjir menurun. Saat situasi normal, jumlah bus yang beroperasi setiap harinya bisa mencapai 170 unit. Saat ini hanya rata-rata 70 unit yang beroperasi setiap harinya. Selain pengusaha dan penumpang bus, lanjut dia, pihaknya pun merasakan dampak kerugian dari situasi saat ini. Karena retribusi menjadi turun dari target per hari Rp450 ribu. “Efek yang terjadi adalah efek domino atau semua merasakan rugi. Penumpang banyak tapi kalau pengusaha memaksakan, mereka yang rugi. Karena dari biaya operasional Rp1 juta/bus menjadi Rp1,5 juta, sedangkan ongkos tidak naik,” jelasnya. Dari pantauan Radar, terminal Kertawangunan yang biasa ramai menjadi sepi. Tampak puluhan penumpang tengah menunggu. Namun, ketika mengetahui mobil terjebak macet, mereka pun memutuskan pulang. “Ya, terpaksa pulang karena tidak ada mobil. Kalau memaksakan semakin rugi, karena terjebak macet,” jelas Aji Suherman, warga asal Kecamatan Garwaangi. (ags/mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: