Nasib Pemilu Serentak Diputus Hari Ini
JAKARTA - Pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak diagendakan hari ini (23/1). Gugatan judicial review yang sudah diajukan setahun lalu atau mendahului gugatan capres Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra itu otomatis akan memiliki kekuatan mengikat semua warga negara. \"Semoga MK memutus yang terbaik yang sebenarnya bisa juga disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini,\" kata perwakilan aliansi Effendi Gazali saat dihubungi kemarin. Meski yakin putusan MK terhadap judicial review yang mereka ajukan bakal memiliki daya ikat ke semua warga negara, termasuk Yusril, Effendi tetap menghormati posisi yang diambil mantan menteri hukum dan perundang-undangan tersebut. Yaitu, terkait dengan keputusan untuk tidak mencabut gugatan karena merasa gugatannya berbeda. Pada sidang perdana 21 Januari lalu, di depan majelis hakim MK, Yusril memang telah menyatakan bahwa gugatannya berbeda dengan yang diajukan aliansi. Karena itu pula, yang bersangkutan diberi waktu 14 hari oleh hakim untuk membuktikan mengapa dan di mana letak perbedaan gugatan. \"Hakim konstitusi sudah benar, semua sudah berjalan benar, dan tidak ada alasan bagi kami juga untuk mencabut,\" tandas Effendi. Akademisi Universitas Indonesia itu mengungkapkan, gugatan yang diajukan dirinya dan rekan-rekannya sesama akademisi dan aktivis memang memiliki sejumah perbedaan dengan yang diajukan Yusril. Terutama terkait dengan titik berangkat gugatan. Aliansi, kata Effendi, berangkat dari hak pemilih. Sebaliknya, Yusril, menurut dia, lebih menggunakan hak konstitusional dengan pintu masuk sebagai capres. \"Di situ bedanya, kami tidak ada yang berafiliasi dengan parpol atau tak ada yang sedang nyapres,\" ujarnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengharapkan, jika MK mengabulkan uji materi itu, sebaiknya putusan baru diberlakukan pada Pemilu 2019. Salah satu yang dikhawatirkan jika putusan langsung diterapkan saat ini adalah munculnya persaingan tidak sehat. Dia meminta untuk belajar pada pengalaman judicial review UU No 10 Tahun 2008 ketika pileg diubah dengan sistem suara terbanyak. Hasilnya, banyak wajah baru yang tidak memiliki pengalaman di bidang legislasi dan praktik korupsi marak. \"Untuk dilaksanakan serentak tahun 2014, saya yakin akan besar sekali dampaknya bagi caleg yang sekarang sudah turun ke lapangan,\" kata Pramono di kompleks parlemen kemarin (22/1). Jika pelaksanaannya mundur pada Juli, biaya yang akan disiapkan akan bertambah. \"Karena sekarang sudah masuk sosialisasi,\" sambungnya. Di tempat terpisah, ahli hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar memperkirakan MK tidak akan memberikan putusan dengan drastis. Yakni, mengabulkan putusan pemilu serentak dan memberlakukan pada tahun ini juga. \"Saya melihat MK tidak ingin menjadi kambing hitam kalau ada persoalan pemilu,\" katanya dalam diskusi di Rumah Kebangsaan. Dia menjelaskan, jika pemilu serentak dilakukan tahun ini, akan banyak penyesuaian yang harus dilakukan. Misalnya, kesiapan logistik. Nah, jika ada kisruh pemilu, yang disalahkan bukan KPU, tapi MK yang memutus uji materi UU Pilpres. \"Bayangan saya, MK akan memutus pemilu serentak, tapi jatuhnya (berlakunya, Red) 2019,\" katanya. Di tempat yang sama, mantan anggota KPU Ramlan Surbakti menilai pemilu serentak akan memberikan manfaat efisiensi. Namun, pelaksanaannya memerlukan persiapan. Termasuk partai politik. \"Sebagai orang yang pernah di KPU, (jika dilaksanakan tahun ini) KPU akan babak belur. Paling ideal memang 2019,\" ujarnya. (dyn/bay/c10/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: