Tragedi Berdarah 10 Tahun Lalu,RUNTUHNYA BUKIT CAMAN

Tragedi Berdarah 10 Tahun Lalu,RUNTUHNYA BUKIT CAMAN

MALAM itu hujan deras turun sepanjang malam. Di atas langit terdengar suara petir yang saling sahut menyahut. Kilatannya semakin menambah keengganan warga untuk terjaga di malam buta. Begitu juga dengan warga Dusun Belah, Desa Cantilan, Kecamatan Selajambe. Seperti malam-malam sebelumnya, mereka terlelap dalam kehangatan selimut. Tak ada keinginan untuk menghabiskan malam dengan bersenda gurau ataupun bercengkrama bersama tetangga. Seperti wilayah lain di Kabupaten Kuningan yang dikelilingi pegunungan dan bukit, banyak masyarakat yang memilih tinggal dan beranak pinak di wilayah perbukitan. Bagi masyarakat setempat, tinggal di wilayah berbukit-bukit bahkan di bawah tebing sekalipun bukan hal aneh. Mereka sudah menetap di sana entah dari generasi keberapa. Begitu juga dengan warga Dusun Belah, Desa Cantilan yang membangun rumah tepat di bawah bukit Caman. Warga setempat tak menyadari jika bahaya tengah mengancam keselamatan mereka. Jumat menjelang dini hari tepatnya pukul 00.00 tanggal 31 Januari 2003 atau sepuluh tahun silam, bisa dikatakan menjadi malam kelam bagi warga dusun lokasinya sekitar dua jam perjalanan dengan kendaraan dari pusat Kota Kuningan. Di malam yang naas itu, kehidupan warga dusun yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk kota mendadak porak poranda. Keheningan dan ketenangan di malam itu akhirnya berubah menjadi ketakutan yang sangat luar biasa dialami warga Dusun Belah. Samar-samar dari atas bukit Caman yang berada tepat di atas pemukiman warga terdengar suara berderak. Lambat laun suara itu semakin kencang dan hebat. Hanya beberapa detik pasca suara berderak kali pertama terdengar, bencana besar menghantam warga. Bukit Caman yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga untuk menanam pohon rupanya tak kuasa menahan kuatnya deras air hujan yang turun dari langit. Hanya dalam tempo singkat, bagian atas bukit ambrol ke bawah. Bak air bah, jutaan meter kubik tanah menghantam apa saja yang dilaluinya termasuk rumah-rumah penduduk. Beberapa rumah yang dilalui material tanah langsung tertimbun. Saking kerasnya longsoran yang disertai bebatuan serta air, hanya ada beberapa orang saja yang bisa menyelamatkan diri. Korban pun berjatuhan. Tercatat dalam tragedi dasyhat itu sepuluh nyawa melayang akibat tertimbun jutaan meter kubik tanah bukit Caman. Inilah tragedi yang tak mungkin bisa dilupakan oleh mereka yang selamat dalam kejadian bencana alam terhebat di wilayah Kabupaten Kuningan. Dalam tragedi sepuluh tahun lalu itu, masyarakat Dusun Belah kehilangan 10 orang warganya. Mereka yang tewas tertimbun tanah longsoran bukit Caman itu adalah Ny Yoyoh dan dua anaknya, Elis dan Septa. Suami Ny Yoyoh, Soleh sendiri berhasil menyelamatkan diri, setelah berupaya menerobos terjangan longsoran tanah. Korban lainnya yakni keluarga Sunadi bersama istri dan empat anaknya, Ny Analaiyah, Nani, Ririn, Jejen Jaenal Arifin, dan Agus. Sedangkan keluarga Karsih yang tinggal sendirian di rumahnya, ikut tewas dalam musibah tersebut. Akibat bencana longsor, jalur Subang-Selajambe terputus total alias lumpuh. Selama berhari-hari, pemerintah menurunkan alat berat guna menyingkirkan jutaan meter kubik tanah dan bongkahan batu dari badan jalan. Bukan hanya itu, pasca kejadian, Pemkab Kuningan langsung bertindak cepat dengan melakukan relokasi warga yang rumahnya masuk dalam daerah rawan bencana longsor. Proses relokasi menjadi pilihan utama pemerintah demi keselamatan dan masa depan warganya. Kini kejadian mengerikan yang merenggut korban jiwa sebanyak 10 orang itu sudah berlalu sepuluh tahun. Kehidupan warga Dusun Belah pun kembali normal. Tak ada peringatan yang dilakukan pemerintah maupun warga untuk mengenang sepuluh tahun runtuhnya bukit Caman yang menyebabkan 10 warga Dusun Belah meninggal. Camat Selajambe, Imam Reapdiantoro SSos MSi mengatakan, pasca bencana hebat sepuluh tahun lalu itu, tak ada lagi longsor di wilayah Cantilan. Pemerintah memasang bronjong dan membuat terasering di bukit Caman guna mengantisipasi kejadian longsor. “Setelah kejadian itu warga yang masuk kategori rawan bencana direlokasi ke tempat yang aman. Sekarang di dusun itu tak pernah ada bencana longsor. Namun kami tetap tetap mengimbau warga terutama yang rumahnya berada di pinggir bukit atau tebing untuk tetap waspada kalau hujan deras. Kalau tidur jangan terlalu lelap, takut terjadi apa-apa. Kan kondisi alam tidak bisa ditebak,” kata Imam. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: