DKP Ingin Garap PAD dari Sampah

DKP Ingin Garap PAD dari Sampah

KESAMBI– Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Cirebon punya target baru untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). Target tersebut adalah memungut retribusi sampah bagi setiap warga. Hitungan DKP, dari pemasukan Rp1,5 miliar bisa meningkat hingga Rp4 miliar pertahun. Kepala DKP Kota Cirebon Drs Sumanto mengatakan wacana retribusi sampah telah disampaikan kepada seluruh perwakilan elemen masyarakat. Pihaknya telah melakukan pertemuan dengan berbagai perwakilan unsur masyarakat dari tingkat RW hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pertemuan tersebut dalam rangka menggali masukan dari masyarakat terkait rencana pemberlakukan retribusi sampah untuk setiap warga. Langkah ini didasari dari peluang potensi pendapatan dari sektor pengelolaan sampah. “DKP menangkap potensi penambahan PAD dari sektor persampahan,” ujarnya Sumanto kepada Radar Cirebon. Selama ini, sambungnya, retribusi sampah berjalan dengan membayarkan melalui PDAM Kota Cirebon. Hasilnya, sangat minim dan tidak sesuai peluang yang ada. Sebab, lanjut Sumanto, persoalan PDAM akibatnya juga ditanggung retribusi sampah. Sebagai contoh, saat ada pelanggan yang komplain aliran air menurun dan bahkan menghentikan berlangganan, otomatis retribusi sampah melalui PDAM dari warga tersebut menjadi berhenti juga. “Melalui PDAM, retribusi sampah tahun 2013 mencapai Rp1,5 miliar. Saya yakin, jika langsung melalui kolektor tingkat RW, pemasukan bisa mencapai Rp4 miliar lebih,” paparnya. Selain itu, pelanggan dan bukan pelanggan retribusi, membuang sampah di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang sama. Hal ini menjadi salah satu landasan lain pemberlakuan retribusi kolektif melalui RW. “Retribusi dikenakan dari pengangkutan TPS ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),” tukas Sumanto. Tahun 1990-an, lanjutnya, Kota Cirebon pernah menerapkan retribusi sampah secara kolektif. Hasilnya, pemasukan PAD dari sektor persampahan semakin meningkat tajam. Efeknya, pembangunan berkelanjutan berjalan dengan optimal. Prosesnya, terang Sumanto, kolektor dari RW memungut retribusi sampah kepada warga sekitarnya. Analisa kajian DKP, pungutan berkisar antara Rp6 ribu perbulan hingga Rp25 ribu. Termasuk di dalamnya pungutan persampahan dikenakan kepada hotel, perbankan, mall, dan seluruh bangunan yang ada di Kota Cirebon. “Kolektor dari RW akan diberikan upah pungut,” ucapnya. Retribusi pengelolaan sampah ini, lanjut Sumanto, memiliki landasan hukum Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Rencana kebijakan retribusi sampah, belum sepenuhnya dipahami sebagai hal baik oleh masyarakat. Ketua RW 10 Samadikun Utara Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan, Lukman Santoso, misalnya, secara pribadi mendukung langkah peningkatan PAD. Sebab, efeknya akan dirasakan masyarakat Kota Cirebon melalui pembangunan dan peningkatan kesejahteraan. Namun, jika benar-benar diterapkan kebijakan retribusi sampah itu, Lukman yakin akan sulit diterapkan kepada warga. Khususnya, masyarakat wilayah pesisir. “Mereka memiliki tempat pembuangan sampah besar. Yaitu tepi laut. Itu gratis tanpa pungutan,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Lukman melanjutkan, untuk biaya pengelolaan sampah yang dibayarkan melalui rekening PDAM Kota Cirebon saja, banyak di antara warganya memilih tidak bayar. Dalam hal ini, PDAM bahkan memakluminya. Sebab, lanjutnya, sampah merupakan perkara umum dan sudah menjadi kebiasaan warga membuangnya sendiri di lokasi terdekat. Namun, jika akhirnya pemkot menerapkan kebijakan retribusi sampah kepada setiap masyarakat, Lukman berharap DKP dalam hal ini melakukan sosialisasi intensif kepada warga. “Kalau ada sosialisasi, mereka tidak mencurigai alur keuangan dari retribusi tersebut,” tukasnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: