DP Sangkal Jubir Direksi PDAM
KEJAKSAN - Dewan Pengawas (DP) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kebakaran jenggot lantaran disebut juru bicara direksi PDAM. Salah satu anggota DP, Sugianto SH MH meradang dengan pernyataan tersebut. “Tidak benar (jubir direksi). DP bekerja sesuai tupoksi mengawasi direksi, DP adalah kepanjangan tangan owner dan kita harus bekerja berpegang pada aturan,” ujar dia, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/12). Sugianto mengatakan, DP di satu sisi terdiri dari wakil pelanggan, dan DP juga memiliki tugas untuk memberi saran kepada direksi dalam usaha untuk menyehatkan PDAM. Tetapi, itu tidak bisa diartikan kalau DP berada di bawah ketiak direksi. Kaitannya dengan persoalan kenaikan tarif retribusi air minum, DP ada pada pihak yang akan menerima usulan dari direksi untuk kemudian dikaji dan hasilnya diserahkan kepada walikota. Mekanisme ini mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23 Tahun 2006. Dan hingga saat ini DP masih menunggu hasil kajian dari direksi PDAM mengenai rencana kenaikan tarif. Dalam Permendagri No 23 Tahun 2006, sebetulnya sudah diamanatkan bahwa kebijakan kenaikan tarif didasarkan kepada enam unsur yaitu, keterjangkauan pelanggan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas serta perlindungan air baku. “Unsur-unsur itu jadi pertimbangan dan sampai sekarang belum selesai proses kajiannya,” kata dia. Ketua DP PDAM, Darumaka mematahkan opini yang mempertanyakan soal kenaikan tarif PDAM. Asumsi-asumsi yang berkembang di media belakangan ini menurutnya tidak menggunakan dasar teori dan aturan yang tepat. Bahkan, banyak yang tidak dilandasi dengan aturan, sehingga tidak menyentuh substansi persoalan. “Saya bicara pakai dasar hukum dan aturannya. Lah kalau yang di media itu, apa dasarnya?” tanya dia. Pernyataan Darumaka tersebut terkait alasan tarif PDAM yang harus naik. Salah satu penyebabnya adalah teguran dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap PDAM karena menjual air di bawah harga pokok produksi. Teguran ini diterima PDAM pada tahun 2009, sedangkan untuk 2010 teguran belum diterima karena hasil auditnya belum selesai. Tapi dia yakin, teguran serupa bakal diterima karena harga pokok produksi sudah bisa dipastikan akan mengalami kenaikan, sedangkan harga jual air PDAM tetap tidak disesuaikan. “Tahun 2009 itu kita kena tegur BPKP. Tahun 2010 kita belum tahu karena auditnya belum selesai. Harga jual air kita di bawah harga pokok produksi, ini yang jadi temuan BPKP,” tegasnya. Dijelaskan Darumaka, untuk 2009 harga jual air PDAM adalah Rp1.498/meter kubik, padahal harga pokok produksi untuk 2009 adalah Rp1.635/meter kubik. Kemudian, alasan kedua adalah kemungkinan meruginya PDAM. Sebab, dalam Permendagri No 23 Tahun 2006 juga diisyaratkan kalau PDAM mengalami kerugian, maka tidak diwajibkan menyetor pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan, konsekuensinya pemkot yang harus memberikan subsidi kepada PDAM. Alasan ketiga adalah kerugian yang diderita PDAM dari pengelolaan air limbah. Sekadar tahu, setiap tahun PDAM merugi Rp2,5 miliar karena pengelolaan air limbah yang belum dipungut retribusinya. Jalur pipa air limbah ini kini melayani kawasan Karanggetas, Jl Wahidin, seluruh kawasan Perumnas dan sebagian besar wilayah Kota Cirebon. “Ini komponen yang tidak menghasilkan tapi butuh biaya Rp2,5 miliar per tahun,” katanya. Faktor lain yang mengharuskan PDAM menaikan tarif, lanjut mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Cirebon ini adalah kewajiban pajak yang harus dibayar PDAM, inflasi, investasi, dan gaji karyawan. Seperti diketahui, saat ini PDAM memiliki 324 karyawan, gajinya sudah tertinggal dua tahun penyesuaiannya dari gaji pegawai negeri sipil. Jumlah karyawan yang disebut terlalu banyak, menurut Darumaka, justru salah persepsi. Sebab, menurut standar Persatuan PDAM Seluruh Indonesia (Perpamsi), standar jumlah karyawan PDAM adalah 6 karyawan berbanding 1.000 pelanggan, ketika PDAM Kota Cirebon memiliki 54 ribu pelanggan, maka jumlah karyawan yang ada saat ini sebetulnya kurang standar yang ditetapkan. “Apapun alasannya, kenaikan tarif pasti akan terjadi. Cuma kapan waktunya, itu tergantung pada pengajuan direksi, makin cepat makin baik. Kalau lambat ya buruk,” tuturnya. Darumaka menargetkan, Mei mendatang direksi sudah selesai membuat kajian dan hasilnya sudah diserahkan kepada DP yang kemudian diserahkan kepada walikota untuk kemudian disetujui atau ditolak. Mei adalah waktu yang ideal sebab ada tenggat waktu satu bulan selama Juni untuk melakukan sosialisasi sebelum akhirnya pada Juli kenaikan tarif PDAM direalisasikan. Tenggat waktu yang dibutuhkan tersebut memang cukup mendesak, apalagi untuk kenaikan tarif PDAM juga harus merevisi peraturan daerah terlebih dahulu. Sayangnya, Direkur Umum PDAM, Sofyan Satari belum bisa dikonfirmasi mengenai hal ini. Setelah rapat di ruang DP, Sofyan belum bisa dikonfirmasi karena melakukan rapat lanjutan. Hanya melalui pesan singkatnya pria yang akrab disapa Opang ini hanya menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa dikonfirmasi. “Mohon maaf baru sempet bales karena hari tadi rapat terus,” tulisnya melalui layanan pesan singkat telepon selular. TUNTUT DIBUBARKAN Pernyataan DP PDAM Sugianto SH MH sebelumnya yang menganggap kenaikan tarif air tidak perlu persetujuan DPRD, langsung menuai kecaman dari masyarakat. Koordinator Forum Masyarakat Berantas Korupsi (Formasi), Dedi Supriyatno SPdI menganggap statemen Sugianto tidak lebih hanya untuk menyuarakan elit PDAM, dibandingkan kepentingan masyarakat Kota Cirebon secara umum. Menurut Dedi, seharusnya DP benar-benar menjalankan tupoksinya mengawasi kinerja PDAM, bukan malah menjadi trouble maker. Sehingga, jika DP tidak mampu menjalankan perannya, lebih baik dibubarkan saja. “Lebih baik masyarakat yang menjadi pengawas PDAM secara langsung. Kenyataannya selama ini DP kinerjanya tidak jelas dengan gaji besar. Saya setuju DP PDAM dibubarkan saja. Sugianto lebih baik fokus jadi dosen saja, bukan malah membuat masyarakat panik seperti sekarang ini,” tegasnya. Menurut pria Toeng, masih banyak hal yang harus dibenahi PDAM saat ini. termasuk kebocoran uang PDAM, dan membuat pelayanan kepada pelanggan terganggu. Hingga kini PDAM hampir tidak membuka jaringan kepada pelanggan baru dan cenderung stagnan. “Kalau kondisi seperti ini tanpa ada inovasi yang baru, mustahil BUMD ini akan maju,” sindirnya. Sedangkan, Ketua Umum KAMMI Daerah Cirebon Mastari mendesak kepada PDAM untuk berpikir ulang untuk menaikkan tarif pelanggan. Persoalan Kota Cirebon yang cukup kompleks saat ini jangan kembali ditambahi persoalan baru yang akan membebani masyarakat kota. “Kinerja tidak jelas, pelayanan tidak optimal kok tiba-tiba menaikkan tarif,” sesalnya. (yud/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: