Daerah Tunggu Keputusan Menag
CIREBON- Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cirebon masih menunggu keputusan menteri agama (menag) terkait rencana pemberlakuan biaya nikah mutitarif. Seperti diketahui, rencana aturan biaya nikah mutitarif akan diberlakukan awal Februari. Namun hingga kini, kemenag di daerah belum menerima surat keputusan dari pusat. \"Kita masih menunggu keputusan dari mentri agama. Yang jelas hingga kini minggu terakhir bulan Januari kami belum mendapatkan surat keputusan itu. Kalau di daerah kita ikut saja,\" jelas Kepala Seksi Bimas Kemenag Kota Cirebon Drs H Yasin MPdI, Selasa (28/1). Ia menyebutkan, jika sudah ada peraturan yang jelas mengenai biaya nikah multitarif, pihaknya pun siap mensosialisasikannya kepada masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media massa, kantor urusan agama (KUA) dan tenaga penyuluh. Selain itu, sosialisasi juga bisa dilakukan melalui masjid-masjid dan majelis taklim yang ada di lingkungan masyarakat. Agar peraturan ini berjalan dengan baik, lajut Yasin, diperlukan komitmen bersama semua pihak. \"Jelas dengan keluarnya peraturan itu, kami harus siap berkomitmen menjalankanya,\" katanya. Itu berarti apabila peraturan ini diterapkan, maka KUA tidak boleh lagi menerima atau memungut biaya lain selain biaya yang telah ditetapkan. Apabila itu tetap dilakukan maka hal itu sudah menyalahi aturan. Selama peraturan biaya nikah multitarif belum keluar, sambungnya, kemenag masih memakai aturan yang lama, sesuai dengan PP No 47 tahun 2004 serta PMA No 11 tahun 2007, biaya pencatatan nikah hanya dikenakan Rp30.000 per peristiwa. Di Kota Cirebon ada sekitar lima KUA yang tersebar di lima kecamatan. Yasin mengatakan total jumlah penghulu di Kota Cirebon hanya 9 orang. \"Memang sedikit, karena kami masih kekurangan tenaga penghulu,\" ucapnya. Terpisah, Kepala KUA Harjamukti Jajang Badruzaman MAg mengatakan pihaknya siap bekerja profesional dengan mengikuti aturan tersebut. Namun, hingga kini pihaknya masih menunggu rincian peraturan tersebut. Dia mengakui belum ada penjelasan mengenai juklak dan juknis aturan baru itu. Ia tak memungkiri kondisi di lapangan para penghulu selama ini merasa dilematis dan khawatir. \"Adanya isu gratifikasi itu kan karena adanya budaya masyarakat timur yang selalu memberikan sesuatu kepada para penghulu,\" terangnya. Sehingga untuk mengurangi itu, pihaknya menganjurkan kepada masyarakat untuk menikah di KUA dan di dalam jam kerja. Adanya pembiayaan ini, kata dia, bukan berarti untuk membuat diskrimisnasi di masyarakat. Ia mengatakan tidak ada diskriminasi, karena pelayanan yang diberikan kepada semua masyarakat akan sama. Pro kontra rencana biaya nikahmulti tarif, ternyata merupakan isu yang sudah lama. Awalnya, kata Jajang, semua biaya nikah akan digratiskan dan dibebankan kepada negara melalui APBN. Akan tetapi, ternyata negara tidak menyanggupi anggaran itu. Hal ini melihat bila digratiskan negara harus menanggung biaya anggaran Rp2,5 triliun. \"Karena tidak mampu untuk menggartiskan akhirnya dibebankan lagi kepada masyarakat,\" terangnya. Akan tetapi, pengecualian bagi warga miskin, mereka bisa dibebaskan dari biaya nikah dengan menunjukan SKTM. Berdasarkan data Kemenag Kota Cirebon, jumlah pernikahan sendiri cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 tercatat ada sekita 3.034 pasangan, tahun 2012 tercatat ada 2.784 pasangan, dan terakhir tahun 2013 menurun menjadi 2.756 pasangan menikah. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: