Faktor Ekonomi Pemicu Tingginya Perceraian
MAJALENGKA – Faktor ekonomi masih menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Kabupaten Majalengka. Hal ini diketahui dari jumlah data di Pengadilan Agama (PA) Majalengka, Jl Gerakan Koperasi No 33, kemarin (6/2). Ketua PA Majalengka Drs H Masykur MH menyebutkan, kasus perceraian selama tahun 2013 tercatat berjumlah 3.930 kasus. Ternyata alasan utama masyarakat di Kota Angin bercerai pemicunya adalah faktor ekonomi. Seperti dari data yang ada tercatat sebanyak 2.432 kemudian disusul gangguan pihak ketiga sebanyak 475, tidak harmonis 424, tidak tanggunjawab 413, kemudian krisis akhlak sebanyak 100 kasus, cemburu 45, cacat biologis 16, kawin paksa 11, dan kekejaman jasmani berjumlah 8 kasus serta dihukum 6 kasus. Dari jumlah tersebut, PA Majalengka menilai angka perceraian dinilai masih tinggi dari tahun ketahun. Berdasarkan data yang dicatat PA Majalengka hingga menginjak Oktober 2012, perkara yang ditangani sudah pada angka 3.535 perkara. Jumlah tersebut dinilai masih cukup tinggi dibandingkan selama tahun sebelumnya (2011) sebanyak 3.996 kasus perceraian pasutri dan lainnya. “Dari data yang ada, sudah hampir empat tahun ini angka perceraian di Kabupaten Majalengka masih diangka 3 ribuan lebih. Perkara perceraian masih didominasi cerai gugat yang dilakukan pihak istri, ketimbang cerai talak yang dilayangkan suami,” ungkapnya. Dijelaskan Masykur, dari perkara yang diterima pihaknya sebanyak 4.300 kasus klasifikasinya meliputi cerai gugat sebanyak 2.705, cerai talak 1.452, dispensasi kawin 108, isbath nikah 25, izin poligami 3, pembatasan perkawinan 2, pengesahan anak dan perwalian, asal usul anak serta wali adhol dan penetapan ahli waris masing-masing 1. “Sementara untuk perkara yang diputus jumlah 4.076,” katanya. Meski demikian, data perkara perceraian yang tercatat di PA, hanya sebagai indikator substansial saja untuk memantau angka perceraian. Pasalnya, pihaknya meyakini, pada kenyataanya jumlah sebenarnya pasutri yang bercerai di lapangan, lebih dari data yang tercatat. “Kami memandang substansinya bahwa pasutri yang bercerai di PA, adalah mereka yang sadar dengan hukum yang untuk melegalkan permasalahan munakahat di mata agama dan hukum. Pada kenyataannya, di beberapa daerah, tidak jarang ditemukan pasutri yang nikah dan cerai tidak lewat jalur yang dilegalkan hukum ketatanegaraan kita,” imbuhnya. Ia menambahkan, sebelum sidang perceraian pihaknya mengupayakan mediasi guna tidak sampai terjadi perceraian. Hal tersebut dilakukan pada sidang pertama atau keduabelah pihak turut hadir. Pada proses tersebut diadakan upaya perdamaian hingga setelah sidang awal sampai dengan 40 hari. Jika hal tersebut tetap tidak menemukan adanya kesepakatan, maka akan tetap dilanjutkan. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: