Bank Indonesia Setuju Merger BPR
Modal Menjadi Besar, Pengawasan Lebih Mudah CIREBON - Hingga kini Bank Indonesia (BI) Cirebon masih menunggu laporan terbaru atas tindak lanjut mengenai penggabungan (merger) PD BPR Kabupaten Cirebon. “Kami masih menunggu laporan terbaru dari Pemkab Cirebon. Pertemuan awal pada 4 Februari 2010 bersama Bupati Dedi Supardi, BI sarankan BPR milik Pemkab digabungkan untuk lebih memudahkan pengawasan,” kata Pemimpin BI Cirebon, Syarifuddin Bassara kepada Radar didampingi Deputi Bidang Perbankan Yandi Rusliandi di ruang kerjanya, belum lama ini. Syarifuddin menjelaskan Pemkab Cirebon memiliki 12 BPR, dan 7 BPR lain yang dikelola bersama Pemprov Jabar. Penggabungan 7 BPR sedang di proses di Pemprov Jabar. Sementara 12 BPR yang murni milik Pemkab Cirebon belum diketahui sampai sejauhmana proses penggabungannya. Syarifuddin menyebutkan beberapa daerah lain seperti Kota Cirebon, Kuningan, Garut, Tasikmalaya, dan Sukabumi telah lebih dulu melakukan penyatuan BPR. Sedangkan Indramayu tengah berproses menuju penggabungan BPR. “Transisi menuju penyatuan memang tidak sebentar, bisa saja setahun,” ujarnya. Pilihan penggabungan sendiri apakah menggunakan mekanisme merger atau konsolidasi, lanjut Syarifuddin, kembali pada kebijakan pemegang saham yakni Pemkab Cirebon. Bila merger merupakan penggabungan beberapa perusahaan untuk kemudian mempertahankan satu perusahaan yang menjadi induk, sementara konsolidasi menggabungkan perusahaan dengan melahirkan perusahaan baru. Keuntungan merger atau konsolidasi BPR di Kabupaten Cirebon, terang Syarifuddin, selain pengawasan dari BI lebih mudah juga akan menguatkan modal sebuah BPR jadi lebih besar. Artinya, layanan dan rencana penyaluran pinjaman pada masyarakat bisa lebih ditingkatkan. Terkait imbas penggabungan BPR apakah akan ada efisiensi atau pemutusan hubungan kerja (PHK), Yandi berargumen, melihat luas wilayah Kabupaten Cirebon yang sampai 40 kecamatan, kemungkinan PHK bisa diminimalisir. Sebab, setelah satu BPR berdiri dipastikan akan memperluas jaringan dengan membuka kantor-kantor cabang yang tentu membutuhkan tenaga kerja. “Bahkan boleh jadi dengan satu BPR perluasan jaringan kantor lebih baik lagi,” kata Yandi. Apakah perkembangan BPR di Kabupaten Cirebon memprihatinkan, hingga BI mesti menyarankan agar BPR milik pemkab Cirebon digabungkan? Syarifuddin menggeleng. Menurutnya, pertumbuhan aset BPR secara keseluruhan menunjukkan sinyal positif. Disebutkannya, pertumbuhan aset BPR di sana rentang Desember 2009 hingga Oktober 2010 tumbuh sekitar 19,28 persen. Atau nilai aset bertambah dari Rp244.845 (miliar) di Desember 2009, menjadi Rp292.063 (miliar) di Oktober 2010. Bagaimana mekanisme pemilihan pucuk pimpinan BPR yang telah bergabung nanti? Syarifuddin menjelaskan sesuai ketentuan yang ada, pihaknya menunggu hasil penjaringan calon-calon direktur utama (dirut) oleh Pemkab Cirebon yang telah lebih dulu berkonsultasi dengan DPRD. Hasil penjaringan yang masuk ke BI akan melalui seleksi administrasi serta fit and profer test. Hasil akhir fit and profer test BI serahkan pada Pemkab Cirebon. (ron)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: