Lahan Pertanian Mendadak Jadi Kolam Pemancingan
SLIYEG - Meski hujan tidak lagi mengguyur, namun lebih dari 20 hektare lahan pertanian di daerah perbatasan Desa Tambi dan Desa Sleman tetap terendam air dengan ketinggian lebih dari 50 cm. Akibatnya petani yang seharusnya sudah memulai masa tanam, justru harus menunggu air yang merendam lahan pertanian mereka surut. Kondisi itu diperparah dengan semakin menyempitnya saluran pembuangan air di wlayah tersebut. “Kondisi ini sudah bertahun-tahun terjadi, bukan saja karena banjir yang melanda beberapa waktu lalu. Selama ini belum ada penanganan serius untuk mengatasi persoalan ini,” tutur H Kartanadi, salah seorang tokoh tani setempat, Jumat (14/2). Menurutnya, diperlukan tindakan nyata dan segera agar petani dapat menanam padi dengan normal tanpa harus menunggu air yang tak kunjung surut. Saluran pembuangan yang menyempit juga harus menjadi prioritas untuk dilebarkan dan dinormalisasi, agar air dapat dialirkan dengan lancar. Situasi itu menyulitkan petani dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. “Karena ini letaknya berada di wilayah perbatasan antardesa, maka diperlukan kerja sama dalam penanganannya. Harus ada beberapa desa yang terlibat dan juga diperluka kerja sama lintas sektoral,” ajak pria yang juga pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu itu. Selama bertahun-tahun, petani di wilayah tersebut terus mengalami penurunan produksi padi. Hasil dalam setiap hektare yang seharusnya mampu hingga 4 ton, kini hanya mampu mencapai 2 ton. Petani yang memiliki sawah di wilayah perbatasan kerap merasa kurang diperhatikan lantaran lambannya penanganan terkait persoalan tersebut. Selama belum ditanami padi, sawah-sawah di lokasi tersebut kini seperti kolam-kolam pemancingan yang setiap harinya diramaikan warga yang memancing ikan. Lahan pertanian yang seharusnya bisa dijadikan sebagai lahan harapan para petani, kini seakan tidak bisa diharapkan lagi. (cip)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: