Belum Lega, Setelah Bertemu SBY
JAKARTA - Pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para tokoh lintas agama belum sepenuhnya melegakan semua pihak. Selain respons presiden yang dianggap masih terlalu normatif dan belum menyentuh akar persoalan, digelarnya pertemuan secara tertutup juga menimbulkan rasa kecewa. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan dirinya sempat meminta pertemuan itu digelar terbuka. Dia ingin seluruh rakyat mengikutinya secara langsung melalui siaran media massa. Khususnya, televisi dan radio. Menurut Din, tidak ada yang salah dengan usulnya itu, terlebih di tengah era transparansi dan demokrasi sekarang ini. “Sayangnya itu tidak menjadi kenyataan. Saya menilai ada ketidakadilan, Pak Presiden berbicara diliput langsung media massa. Tapi pas tokoh agama, pers tidak boleh di ruangan. Tapi itu tidak masalah karena hak tuan rumah,” kata Din di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, kemarin (18/1). Saat menyampaikan penjelasan kepada wartawan, Din didampingi Romo Benny Susetyo dari Konferensi Wali Gereja (KWI). Romo Benny yang dikenal kritis ini hanya diam saat Din memberi penjelasan. Ini bisa dimaklumi, karena Romo Benny tidak datang dalam pertemuan di istana negara itu. Din melanjutkan, materi dialog juga belum menyentuh hal-hal yang substantif. Menurut dia, ini akibat dari banyaknya peserta yang menghadiri pertemuan tersebut. “Dialog yang kami harapkan bisa substantif mendalam. Tapi, itu sulit menjadi kenyataan, karena audien-nya jauh lebih banyak,” sesal Din. Setelah Presiden SBY menyatakan dapat menerima tokoh lintas agama, Din sebenarnya mengajukan 12 nama saja. Di antaranya, Syafii Maarif, Solahudin Wahid, Frans Magnis Suseno, dan Djohan Effendi. Meski begitu, ujar Din, Sekretaris Kabinet ternyata mengundang lebih banyak tokoh lintas agama. “Jumlahnya hampir seratus orang, sekitar dua baris. Tapi, saya tidak menghitung betul,” katanya. Din kembali menegaskan pertemuan itu terjadi atas undangan istana. Selain melalui surat undangan yang diedarkan Sekretaris Kabinet, sebagian tokoh agama juga menerima surat dari Sekjen Kementerian Agama. Meski begitu, Din membenarkan sebelumnya dia memang sempat mengirim pesan pendek kepada SBY. “Hari kamis (13 Januari, red), sekitar puku 18.15 sore. Saya mengambil insiatif dan prakarsa itu terutama mengamati perkembangan yang terjadi setelah pertemuan lintas agama di gedung PP Dakwah Muhammadiyah yang menimbulkan pro-kontra,” jelasnya. Pada 10 Januari lalu, para tokoh lintas agama ini mencanangkan tahun tanpa kebohongan sebagai sindiran keras terhadap kinerja pemerintahan SBY. Din menambahkan inisiatif untuk mengirim pesan pendek kepada SBY itu diambilnya untuk mengklarifikasi substansi dari pernyatan tokoh lintas agama. “Oleh karena itu saya mengirim sms. Jumat menjelang tengah malam saya mendapat jawaban sms (balasan) yang agak panjang,” kata Din. Intinya, Presiden SBY dapat menerima tokoh lintas agama dalam sebuah pertemuan. Menurut Din, saat berdialog, Presiden cenderung menerima semua pendapat. Kecuali istilah kebohongan publik. Tapi, respons itu justru ditunjukkan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. “Sudi Silalahi merasa tersinggung. Dia bilang kami tidak punya apa-apa lagi kecuali kehormatan yang kami jaga,” kata Din menirukan ucapan Sudi Silalahi. Lebih lanjut, Din mengklarifikasi sejumlah serangan balik yang mengarah kepada dirinya. Dia menegaskan pernyataan tokoh lintas agama adalah pernyataan bersama. “Saya tahu banyak yang mengalamatkan kepada saya, Din Syamsudin, malah dinyatakan semacam provokator di balik itu. Ini persepsi yang keliru,” katanya. Din mengaku mendukung aksi ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. “Organisasi keagamaan banyak yang lahir sebelum negara ini ada. Makanya, kami ikut bertangung jawab terhadap masa depan negara ini,” ujarnya. Terkait substansi dialog sendiri, Din menyebut tokoh lintas agama masih merasa kecewa dengan respons Presiden terkait sejumlah persoalan hukum. Di antaranya penuntasan kasus Gayus Tambunan. Tokoh lintas agama berharap kasusnya dilimpahkan ke KPK. Tapi, Presiden bersikeras kasus ini sudah ditangani Polri dan Kejaksaan. Respons presiden terkait pembuktian terbalik untuk mengungkap kasus korupsi dan penuntasan kasus century juga tidak begitu menggembirakan. Khusus century, presiden sebenarnya berjanji untuk mengusut tuntas. Tapi, tokoh lintas agama terlanjur pesimistis. “Kami tinggal melihat realisasinya saja. Apakah tindakannya klop atau tidak dengan ucapannya,” kata Din. Sementara itu, Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan, pertemuan Senin malam yang berlangsung lebih dari empat jam itu masih merupakan permulaan. Dua pihak, pemerintah, dan tokoh-tokoh lintas agama, sepakat untuk melakukan pertemuan serupa di lain waktu. “Akan ada pertemuan-pertemuan lebih lanjut, yang lebih substansial,” kata Djoko. Menurutnya, pertemuan lanjutan tersebut bisa jadi tidak dalam skala besar, misalnya dengan presiden dan wakil presiden. Namun bisa langsung dengan kementerian-kementerian khusus jika terkait dengan substansi yang lebih khusus. “Dalam substansi-substansi khusus, apabila ada yang perlu dikomunikasikan, sangat terbuka pemerintah untuk berdialog,” tutur mantan Panglima TNI itu. “Di mana titik temunya, di mana perbedaannya, mari kita sama-sama memperbaiki apa yang menjadi tugas kita bersama,” sambungnya. Djoko mengatakan, dialog-dialog seperti yang dilakukan lewat tengah malam itu sebagai bagian dari komunikasi antara pemerintah dengan elemen-elemen masyarakat. “Dan itu sehat di dalam suasana demokrasi seperti ini,” katanya. Seperti diketahui, Senin (17/1), Presiden SBY menggelar pertemuan dengan tokoh-tokoh lintas agama di Istana Negara. Pertemuan itu dimulai pukul 20.00 itu berakhir sekitar pukul 00.20. Sayangnya pertemuan itu berlangsung tertutup bagi media. Wartawan hanya diperbolehkan meliput di awal acara saat SBY memberikan sambutan. Setelah itu, wartawan diminta untuk keluar dari Istana Negara dan SBY memberikan kesempatan pertama memberikan pendapat dari tokoh lintas agama kepada Din Syamsudin. Selanjutnya beberapa tokoh agama bergantian memberikan pendapatnya. Selain presiden, pemerintah memberikan tanggapan melalui Wapres Boediono, tiga Menko, dan beberapa menteri, di antarnya Mensesneg Sudi Silalahi. Wartawan baru boleh masuk lagi ke tempat acara setelah dialog usai dan Djoko menyampaikan hasil dialog. Dia didampingi oleh Menko Kesra Agung Laksono, Menko Perekonimian Hatta Rajasa, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr D Sitomorang, Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Andreas Yewangoe, dan Ketua MUI Ichwan Syam. “Jadi suasana (dialog) sangat terbuka, suasana enak. Masing-masing tidak ada resistensi untuk menyampaikan apapun yang ada di dalam pemikirannya,” katanya. Djoko menuturkan, pandangan-pandangan kritis yang disampaikan para tokoh agama dalam pertemuan itu direspons dan dicatat oleh pemerintah. “Dan itu menjadi perhatian kita semua,” katanya. Sebaliknya, pemerintah juga memberikan penjelasan-penjelasan atas pandangan dari tokoh agama. Menurut dia, ada persamaan dan perbedaan dalam melihat suatu permasalahan dan isu. “Inilah bagusnya demokrasi,” sambungnya. (pri/fal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: