”Masa Saya yang Menjawab”

”Masa Saya yang Menjawab”

KEJAKSAN – Walikota Subardi SPd, rupanya benar-benar dibuat gerah oleh Direktur Utama PDAM Kota Cirebon, Wiem Wilantara. Pernyataan bernada kecewa disampaikan Subardi tidak hanya kepada koran ini, tapi juga kepada orang-orang di sekitarnya, ketika ditanya komentar terkait kewenangan menjawab persoalan kejanggalan laporan keuangan PDAM. “Masa, masalah keuangan harus saya yang menjawab?” tukasnya seraya menolehkan wajah ke Wakil Ketua DPRD Edi Suripno SIP MSi, Rabu (19/1). Tidak hanya Edi yang mendengarnya, tapi di situ juga ada sejumlah anggota DPRD Kota Cirebon lainnya, seperti Lili Eliyah SH MM, Ahmad Azrul Zuniarto SSi Apt, Dani Mardani SH MH, Drs Yayan Sopyan. Walikota Subardi sendiri dijumpai saat rehat usai mengikuti olahraga bersama di Kodim 0614 Cirebon. Tampak juga Dandim 0614 Letkol (Arh) Edi Widiyanto dan Danrem 063 Sunan Gunung Jati Kol Inf H Rochiman. “Yang jelas, secara prinsip ketika itu terkait dengan kebijakan, maka owner (yang menjelaskan), kalau teknis diberikan kepada direksi. Terlihat dari persoalan yang ada (laporan keuangan) kan teknis,” tandasnya kepada wartawan koran ini. Subardi hanya menaruh harapan tentang hal-hal seputar PDAM yang tengah mengemuka, agar segera dinetralisir. Sehingga transparansi, akuntabilitas bisa muncul, agar tidak memunculkan praduga di benak pelanggan. Dirinya juga kembali menegaskan, bahwa soal laporan keuangan masuk kategori persoalan teknis. “Bisa, itu (laporan keuangan) hal yang teknis. Ketika keuangan, direksi, maka sampaikan kepada masyarakat,” ucapnya. Walikota dua periode ini juga mengaku dalam persoalan ini tengah menunggu laporan secara tertulis dari direksi, sekaligus DP, agar bisa di-crosscheck. “Transparan kepada saya, karena saya juga pelanggan,” ujarnya. Terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrat Drs Cecep Suhardiman SH MH, malah mempertanyakan kredibilitas direksi PDAM yang hingga kini tak kunjung memberikan penjelasan atas persoalan tersebut. “Kapabilitas direksi dipertanyakan. Saya kira walikota harus ambil langkah supaya PDAM dikelola oleh orang-orang yang lebih profesional,” ujar dia, saat ditemui Radar di Griya Sawala, Rabu (19/1). Mengomentari pernyataan Direktur Utama PDAM Drs Wiem Wilantara, yang meminta waktu sampai audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selesai untuk memberikan klarifikasi mengenai dugaan adanya keanehan pada laporan realisasi anggaran, Cecep menyebut hal tersebut sangat janggal. Sebab, mestinya dengan berpatokan pada laporan keuangan yang sudah tersusun sampai saat ini, direksi sudah bisa memberikan jawaban. Ketika sikap direksi tetap seperti sekarang ini, menurutnya, justru memperkuat adanya sesuatu yang janggal dengan PDAM. “Kalau memang tidak ada persoalan lain, kenapa tidak berani memberikan penjelasan. Kalau menunggu sampai hasil audit selesai pasti ada sesuatu,” katanya. Pria yang juga anggota Badan Anggaran DPRD ini berpendapat, wewenang memberikan penjelasan dalam persoalan laporan realisasi anggaran tetap ada pada direksi PDAM, bukannya walikota. Namun, pihaknya mengaku tidak heran dengan sikap direksi yang kurang terbuka, sebab jangankan untuk memberikan keterangan kepada publik, kepada wakil rakyat saja direksi PDAM tidak pernah memberikan penjelasan yang menyeluruh. Direksi, kata dia, sudah semestinya berani menjelaskan. Bagaimanapun persoalan laporan realisasi anggaran tersebut sudah masuk ke ranah publik, sehingga masyarakat pun harus tahu klarifikasi dari direksi PDAM. “Kalau tidak ada apa-apa, harusnya direksi berani menjelaskan,” ucap dia. Terpisah, Anggota Komisi B dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Priatmo Adji, membenarkan kalau masalah PDAM dan perusahaan daerah lainnya selama ini memang tidak pernah dianalisa sama sekali oleh DPRD dengan menggunakan standar audit yang benar. Sebab, angka-angka yang disodorkan perusahaan daerah selalu ditelan mentah-mentah. “Angka yang salah pun ditelan juga termasuk di dalamnya yang salah ketik lah, salah lihat lah, lupa masukin angka lah, dan lain-lain,” katanya. Akibat mekanisme audit yang tidak sesuai standar, lanjut Adji, perusahaan daerah merasa aman ketika sudah menyerahkan angka-angka laporan keuangan. Menurutnya, hal ini penting sebab analisa yang salah akan menyebabkan kesimpulan yang salah pula. Harusnya, angka-angka laporan keuangan dari perusahaan daerah tersebut di cross check dengan data lain yang saling berhubungan atau dengan angka-angka tahun lalu. “Hal ini nggak pernah dilakukan. Akhirnya angka-angka tahun lalu nggak nyambung sama angka-angka tahun berjalan. Kalau yang masuk sampah ya keluarnya sampah juga,” tegas dia. Selama ini, ungkap dia, analisa menggunakan rumus-rumus yang baku rasionya pun tidak pernah dilakukan. Padahal, setelah tahu rasio-rasionya baru bisa memberi kesimpulan dan saran untuk langkah-langkah selanjutnya. “Sesuatu yang prinsip adalah, angka itu kalau sudah berbicara hasilnya pasti absolut. Makanya, hati-hati kalau sudah bermain-main dengan angka-angka, angka-angka bisa membuat kita masuk penjara,” tandasnya. (hen/yud)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: