DPRD Dorong Kembangkan Teknologi Pengelolaan Garam

DPRD Dorong Kembangkan Teknologi Pengelolaan Garam

Mohamad Luthfi MSi Ketua DPRD Kabupaten Cirebon-Samsul Huda-radarcirebon.com

CIREBON, RADARCIREBON.COM  - Kabupaten Cirebon memiliki potensi besar penghasil garam di Indonesia. Luas lahannya pun membentang sepanjang 73 kilometer, dari Losari hingga Kapetakan. Sayangnya, produksi garam di wilayah ini masih jauh di bawah ekspektasi. Data terbaru menunjukkan produksi tahunan hanya mencapai 2.600 ton, jauh lebih rendah dibandingkan 43.000 ton pada tahun 2015.

Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mohamad Luthfi MSi pun menyoroti masalah ini. Sebab, rata-rata produksi per hektare hanya sekitar 1,7-1,8 ton per tahun. Ini sangat kecil. Padahal pada tahun 2015, Cirebon sempat menghasilkan 43.000 ton garam per tahun.

Lebih parahnya lagi, jumlah kelompok usaha garam di Kabupaten Cirebon terus menurun. Dari 120 kelompok, kini hanya tersisa 37. "Kondisi ini kontras dengan kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,6 juta ton per tahun, sementara produksi nasional hanya sekitar 1,5 juta ton,"kata Luthfi, kepada Radar, kemarin.

"Artinya, dua pertiga kebutuhan garam harus diimpor karena produksi dalam negeri tidak mencukupi," terangnya.

BACA JUGA:Faktor Ekonomi Penyebab Anak di Cirebon Depresi saat HP Dijual Orang Tua, Kabid Disdik: Tidak Bisa Menyalahkan

Sementara itu, daerah lain seperti Kabupaten Pamekasan telah menunjukkan cara untuk mengatasi masalah ini. Pada tahun 2018, Pamekasan merangkul Universitas Trunojoyo Madura untuk mengembangkan teknologi pengelolaan garam.

Hasilnya, waktu panen bisa dipangkas dari 8-10 hari menjadi hanya 3-4 hari, dan produksi meningkat dua kali lipat. Pada tahun 2019, dari lahan seluas 900 hektare, Pamekasan mampu menghasilkan 30.000 ton garam, jauh melebihi produksi Cirebon.

"Kenapa Cirebon, dengan lahan yang lebih luas dan jumlah petambak garam yang lebih banyak, justru kalah dalam hal produksi dan kualitas?" tanya Luthfi. Menurutnya, jawaban terletak pada pengetahuan dan teknologi. Cirebon masih tertinggal dalam kedua hal tersebut.

Luthfi menegaskan bahwa sudah saatnya Cirebon bangkit. Dengan merangkul universitas lokal dan mendorong riset serta pengembangan teknologi, Kabupaten Cirebon bisa kembali bersaing. "Kita harus terus produksi meskipun di musim hujan, dan meningkatkan kualitas garam agar petani tidak lagi mengeluh soal harga," tandasnya.

BACA JUGA:Polisi Majalengka Amankan Pelaku Pembakaran Mobil dan Rumah Mantan Istri di Rajagaluh

Ia menambahkan, solusi ini tidak hanya akan meningkatkan produksi, tetapi juga akan mendongkrak perekonomian lokal. Cirebon harus bergerak cepat untuk mengatasi ketertinggalan, memastikan bahwa potensi besar ini tidak terbuang percuma.

Potensi garam Cirebon sangat besar. Luas lahannya diperkirakan mencapai 73 km terbentang dari mulai Losari sampai Kapetakan. Sayangnya produksi garam di Kabupaten Cirebon minim. Hanya diangka 2.600 ton per tahun.

"Artinya, per hektare nya diperkirakan hanya 1,7-1,8 ton per tahun. Angkanya kecil. Padahal pada tahun 2015 lalu, Cirebon sempat menghasilkan 43 ribu ton per tahun," kata Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Luthfi MSi.

Diluar itu, jumlah kelompok usaha garam setiap tahunnya semakin berkurang. Dari 120 kelompok usaha garam, kini tinggal menyisakan 37 saja. Padahal kebutuhan garam nasional berdasarkan data kementerian perdagangan tahun 2021 saja totalnya diangka 4,6 juta ton.

BACA JUGA:HP dan Sepeda Dijual Orang Tua, Seorang Anak di Gunungsari Bedeng Cirebon Depresi Berat

Sementara kemampuan produksi garam nasional hanya berkisar 1,5 juta ton. "Artinya hanya 1/3 nya saja yang mampu diproduksi garam dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sisanya dari mana? Kita harus impor," katanya.

"Jelas ini adalah peluang usaha yang sangat besar dalam meningkatkan taraf ekonomi lokal. Peluang itulah yang kemudian ditangkap Kabupaten Pamekasan," lanjutnya.

Tahun 2018 Pamekasan merangkul perguruan tinggi setempat. Mengembangkan tekhnologi pengelolaan garam. Universitas Trunojoyo Madura, yang digandeng. Hasilnya, Pamekasan mampu meningkatkan produksi garam dua kali lipat.

"Yang biasanya 8-10 hari garam baru bisa dipanen. Tapi dengan penerapan tekhnologi garam tepat guna, Pamekasan hanya membutuhkan waktu 3-4 hari saja untuk memanen," katanya.

BACA JUGA:HP dan Sepeda Dijual Orang Tua, Seorang Anak di Gunungsari Bedeng Cirebon Depresi Berat

Ditahun 2019, dari lahan yang hanya 900 hektar, Pamekasan mampu menghasilkan 30 ribu ton. Jauh berbeda dengan Kabupaten Cirebon yang hanya menghasilkan 1,7 ton per hektare.

Dari segi luas lahan dan jumlah petambak garam, Kabupaten Cirebon lebih unggul dibandingkan Pamekasan. Namun pertanyaannya kata Luthfi kenapa Cirebon masih kalah.

"Baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi. Jawabannya karena Kabupaten Cirebon masih kalah dari berbagai sisi. Kalah pengetahuan, kalah tekhnologi," katanya.

Saatnya Kabupaten Cirebon bangkit. Merangkul Universitas lokal, untuk terus meningkatkan riset dan mengembangkan tekhnologi garam yang penerapannya tepat guna. Sehingga tak ada lagi cerita, produksi rendah saat musim hujan.

"Dan kita tetap bisa produksi meskipun di musim hujan. Tak ada lagi petani mengeluh harga garam rendah karena kualitas. Kualitas garam kita harus menjadi yang terbaik," pungkasnya. (sam)

BACA JUGA:Kebakaran Rumah Sekaligus Pabrik Tahu di Cipeujueh Wetan Kabupaten Cirebon, Bermula dari Memanaskan Minyak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: