SKB Moratorium Iklan Diteken

SKB Moratorium Iklan Diteken

JAKARTA - Surat kesepakatan bersama (SKB) tentang pengaturan iklan politik atau kampanye di lembaga penyiaran akhirnya ditandatangani kemarin (28/2). SKB itu meminta semua lembaga penyiaran dan peserta pemilu menghentikan penyiaran iklan politik melalui media sebelum jadwal kampanye resmi dimulai. Kesepakatan moratorium tersebut diteken Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Judhariksawan, dan Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono. Dalam keterangan tertulis yang diperoleh, kesepakatan itu menyebutkan pengaturan iklan kampanye. Lembaga penyiaran dan peserta pemilu wajib menaati ketentuan batas maksimum pemasangan iklan kampanye. Yakni secara kumulatif dengan ketentuan sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk tiap stasiun televisi per hari selama masa kampanye dan 10 spot berdurasi paling lama 60 detik untuk stasiun radio setiap hari selama masa kampanye pemilu. Ketentuan lainnya, lembaga penyiaran dan peserta pemilu juga dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan salah satu peserta pemilu kepada peserta pemilu yang lain. Standar tarif iklan kampanye juga harus ditentukan media dan berlaku sama untuk setiap peserta pemilu. Kemudian, pada masa tenang, segala bentuk pemberitaan, rekam jejak, dan program-program yang mengandung unsur kampanye dilarang muncul di lembaga penyiaran. Sementara soal quick count (penghitungan cepat) hasil pemilu, disepakati lembaga penyiaran hanya boleh lembaga yang telah memperoleh izin dari KPU. “Disiarkan paling cepat dua jam setelah pemungutan suara selesai di wilayah Indonesia bagian barat,” kata Abdulhamid. Lembaga penyiaran juga wajib menyampaikan informasi tentang sumber dananya. Selain itu, mereka harus menyatakan bahwa hasil quick count tersebut bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilu. Sementara itu, Dewan Pers ikut mencermati iklan kampanye di media massa. Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan, perusahaan pers harus menegakkan prinsip “pagar api” yang tegas. Yaitu membedakan antara iklan politik dan berita ataupun iklan yang ditulis dengan menggunakan model dan struktur berita (pariwara). “Pemuatan iklan harus disertai keterangan yang jelas sebagai iklan,” katanya dalam surat edaran Dewan Pers. Menurut Bagir, penegakan prinsip tersebut menjadi upaya untuk menjaga integritas pers dan independensi ruang redaksi selama proses pemilu. “Sekaligus sikap jujur pers kepada publik yang berhak mendapatkan informasi yang benar,” tuturnya. Di bagian lain, Ketua DPR Marzuki Alie menilai penerapan moratorium yang diteken dalam SKB oleh empat lembaga, yang tergabung dalam gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu, tidak akan efektif. “Tidak efektif karena sudah mepet dengan jadwal kampanye resmi,” katanya. Berbeda halnya jika aturan itu diterbitkan satu atau tiga bulan, bahkan dari setahun, yang lalu, ketika iklan politik dari parpol belum marak seperti saat ini. Menurut Marzuki, moratorium tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap semua partai, namun hanya berdampak pada pimpinan partai yang memiliki saham di perusahaan media. (fal/c9/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: