APTI Perjuangkan Nasib Petani Tembakau

APTI Perjuangkan Nasib Petani Tembakau

MAJALENGKA – Peraturan Pemerintah nomor 109 tentang larangan merokok dinilai kontradiktif. Oleh karena itu, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DPD Jawa Barat akan menggugat peraturan tersebut. “Rapat pimpinan APTI di Mojokerto beberapa waktu lalu merekomendasi untuk menggugat peraturan tersebut yang tidak memihak petani tembakau,” ungkap Sekretaris APTI DPD Jawa Barat Safrudin kepada Radar, Selasa (4/3). Larangan yang sebelumnya peringatan pemerintah dengan perubahan saat ini dinilai ngawur. Namun dari hasil rapim tersebut, beberapa APTI di berbagai wilayah menyepakati bahwa aplikasi dari PP tersebut semuanya akan diubah menjadi kemasan dalam produk rokok itu bergambar tengkorak. “Dan itu direncanakan akan berlaku pada Juni mendatang,” kata pria asal Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka ini. Safrudin menyatakan, bukan berarti pihaknya anti terhadap peraturan tersebut. Namun peraturan tersebut awalnya juga pernah ada seperti kawasan tanpa rokok (KTR) yang hal ini dinilai terlalu ekstrem. Sebab, jangankan merokok, berdasarkan larangan itu juga tidak diperbolehkan membawa kemasan produk rokok. “Manakala aturan ini disahkan kemungkinan banyak orang yang melanggar. Tidak hanya itu, transformasi larangan yang saat ini sedang berjalan juga tentunya akan berdampak pada petani gulung tikar termasuk di Kabupaten Majalengka,” terangnya. Logikanya, lanjut dia, jika dikaitkan dengan urusan hukum dan ekonomi dunia, larangan tersebut tetap tidak maksimal seiring kenyataannya merokok masih tetap berjalan. Kalaupun ini dilarang di Indonesia dan menyebabkan seluruh pabrik berhenti memproduksi tetap tidak akan menghentikan para perokok. Pasalnya, dengan dibunuhnya petani tembakau di Indonesia, ia mengakui jika mengacu pada teori dagang tembakau otomatis sejumlah negara akan masuk ke Indonesia. Artinya, ekonomi akan dikuasai oleh pelaku-pelaku usaha dari luar negeri. Dari ribuan petani di Jawa Timur dan Jawa Barat juga akan dibunuh. Padahal, pendapatan penghasilan negara dari pita cukai dan tembakau ini bisa mencapai ratusan triliun. “Kita akan perjuangkan nasib para petani bukan produk rokoknya. Otomatis akan banyak pengangguran, padahal pemasukan negara dari pita cukai itu sangat fantastis. Dan cukai dan tembakau rokok itu setiap tahun tidak akan turun dan malah naik harganya,” ujarnya. Di Majalengka sendiri, tanaman tembakau yang sudah berkembang hampir mencapai sekitar 1.000 hektare yang tersebar di daerah Bantarujeg, Malausma, Kertajati dan sebagian ada di Kecamatan Ligung. Dari hasil DBHCT tahun ini yang mencapai 106 Triliun itu, penggunaannya diperuntukkan bagi pemberantasan cukai ilegal, peningkatan derajat kesehatan, pembinaan industri dan pembinaan di sektor budidaya. Adapun intansi langganan di Majalengka yang biasa mendapatkan hasil DBHCT itu di antaranya Disperindag, Dinsos, Dinkes, Satpol PP, Dishutbunak, serta Bappeda Majalengka. Seperti diketahui, Kepala Disperindag KUKM Drs H Iman Pramudya MM melalui Kabid Perindustrian H Asep Iwan Haryawan menyebutkan ada enam perusahaan rokok masing-masing satu pabrik besar dan sisanya adalah industri rumahan atau para perajin. Artinya, rencana yang telah diberlakukan oleh pemerintah pusat pada tahun 2020 mendatang harus tidak ada tembakau mengakibatkan pihaknya harus memutar otak. Tentunya hal ini akan berdampak bagi kelangsungan petani tembakau yang berada di beberapa daerah di kota angin. “Seperti di wilayah selatan Majalengka yakni Bantarujeg dan Lemahsugih yang menjadi sentranya tanaman tembakau. Setiap tahun keberadaan tembakau ini sedikit demi sedikit akan dibunuh dan ditiadakan,” ujarnya, kemarin. Menanggapi hal tersebut, Pemda Majalengka yang dalam hal ini Disperindag KUKM sudah memiliki opsi agar baik industri rokok besar maupun rumahan akan ditransformasikan untuk beralih profesi ke industri konveksi. Melalui dana bagi hasil cukai dan tembakau (DBHCT) yang diterima pihaknya Rp400 juta dari total yang diterima Pemkab Majalengka sebesar Rp11 miliar. Nantinya para industri rokok tersebut akan difasilitasi oleh pemerintah daerah untuk beralih profesi. Dari sejumlah industri, Majalengka juga menyumbang sedikitnya Rp60 juta setiap tahun dari industri hasil tembakau (IHT). Industri tembakau skala besar dan kecil atau perajin rokok tersebut berada di wilayah Kecamatan Sumberjaya, Palasah dan Leuwimunding. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: