KPK Tahan Masal 19 Politisi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat dalam menuntaskan kasus suap cek perjalanan (travellers cheque) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004 lalu. Kemarin (28/1), lembaga antikorupsi tersebut memutuskan melakukan penahanan masal atas 19 tersangka kasus yang ikut menyeret Mantan DGS BI Miranda Swaray Goeltom. Di antara para tersangka yang ditahan tersebut terdapat politisi senior PDIP Panda Nababan, mantan anggota BPK Baharuddin Aritonang, dan mantan Meneg PPN dan Bappenas Paskah Suzetta. “Hari ini (kemarin) KPK melakukan upaya penahanan terhadap 19 tersangka terkait proses penyidikan kasus travellers cheque. Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan bahwa para tersangka diduga menerima suap terkait pemilihan DGS BI,” papar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, di gedung KPK, kemarin. Johan menuturkan, KPK akan melakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak kemarin. Johan memaparkan, sejatinya KPK melakukan penahanan atas 24 tersangka kasus suap tersebut. Namun lima diantaranya yakni, Rusman Lumban, Willem Tutuarima, Bobby Suhardiman, Hengky Baramuli dan Budiningsih, berhalangan hadir. Dari kelima tersangka, keempatnya mengaku sakit, sementara Budiningsih tengah berada di luar kota, yakni di Solo. Meski begitu, Johan memastikan kelima tersangka tetap akan diproses seperti ke-19 tersangka lainnya. “Keempat tersangka akan dicek kesehatannya, kalau benar sakit akan dilakukan pembantaran. Kalau tidak ya, ditahan. Begitu juga dengan Budiningsih, pekan depan akan langsung ditahan,” tegas Johan. Penahanan atas ke-19 mantan anggota komisi IX DPR RI periode 1999-2004 tersebut, dilakukan secara bertahap. Bahkan, lokasi penahanan terbagi atas empat lokasi. Rinciannya, sembilan tersangka yakni Poltak Sitorus, Soetanto Pranoto, Danial Tanjung, Sofyan Usman, Matheos Pormes, M Iqbal, Martin Bria Sera, Ahmad Hafid Samawi, dan Paskah Suzetta ditahan di Rutan Cipinang. Sementara tujuh tersangka, diantaranya Panda Nababan, TM Nurlif, Baharuddin Aritonang, Asep Ruhimat, Soewarno, Reza Kamarullah dan Max Moein harus mendekam sementara di Rutan Salemba. Dua tersangka wanita, Ni Luh Mariani dan Engelina Patiasina dititipkan di Rutan Wanita Pondok Bambu. Hanya Agus Condro Prayitno yang ditahan di tempat terpisah yakni Rutan Polda Metro Jaya. Sebagai whistleblower kasus tersebut, Agus harus ditempatkan terpisah. Usai melakukan penahanan, Johan memastikan, KPK akan segera melimpahkan kasus tersebut kepada pengadilan. “Dengan penahanan ini, kita sedang lakukan proses pengembangan penyidikan. Pekan depan, kita tingkatkan ke penuntutan,” tambahnya. Atas penahanan masal tersebut, reaksi sejumlah politikus itu cukup beragam. Ada yang memilih menerima penahanan tersebut, banyak pula yang menyesalkan upaya tersebut karena si pemberi cek perjalanan tersebut, belum dijerat. Politikus Golkar Paskah Suzetta termasuk pihak yang keberatan. Dia menyebut upaya penahanan atas dirinya termasuk upaya politisasi. “Ini adalah langkah politik dan pencitraan. Jadi semua ini tidak sesuai langkah hukumnya, ini bukan kasus korupsi tapi langkah politik dan kita akan lakukan langkah politik lagi untuk melawan,” tegas Paskah berapi-api sebelum memasuki mobil tahanan. Senada dengan Paskah, Panda juga menyayangkan KPK yang memilih menahan dirinya, sebelum upaya hukum yang ditempuhnya melalui Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), tuntas. “Yang saya sedihkan, proses yang belum selesai dari KY dan MA. KPK harusnya kasih ruang untuk menunggu putusan dari kedua lembaga tersebut. Materinya (putusan) belum sampai pada saya,” papar Panda sebelum memasuki mobil tahanan. Sebelumnya, Panda melaporkan lima hakim pengadilan Tipikor yang memvonis rekannya politikus PDIP Dudhie Makmun Murod atas kasus yang sama. Menurut dia, kelimanya melakukan pelanggaran kode etik terkait tuduhan atas dirinya. Panda juga menuding, penahanannya tersebut terkait dengan agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPK dan Komisi III DPR RI yang dijadwalkan Senin pekan depan. Sebab, selama ini dirinya selalu menyudutkan KPK dalam setiap RDP dengan Komisi III DPR RI. Terkait penahanan Panda, pada hari yang sama, KPK terpaksa melakukan upaya jemput paksa. Sebab, yang bersangkutan mengaku akan pergi ke Batam untuk mengikuti Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PDIP. Panda pun dibawa ke Gedung KPK dengan pengawalan ketat dari tim penyidik dari Bandara Soekarno-Hatta. Meski begitu, Panda menolak disebut dirinya dijemput paksa. “Saya tidak ditangkap, saya datang ke KPK pakai mobil saya sendiri kok,” tegasnya sesaat sebelum masuk ke dalam mobil tahanan. Sementara itu, sang whistleblower Agus Condro mengaku pasrah dengan keputusan penahanan yang dilakukan KPK. Dia mengaku akan mengikuti segala proses hukum yang diputuskan oleh KPK. Agus justru berharap, dengan proses tersebut KPK segera menjerat si pemberi. “Nggak papa, kita ikuti saja proses ini. Ditahan nggak papa yang penting semakin cepat proses hukum ini berjalan semakin bagus. Karena apa, karena nanti setelah proses ini selesai, KPK bisa menjerat atau mentersangkakan pemberinya,” urainya saat akan digiring menuju Rutan Polda Metro Jaya. Para tersangka kasus cek perjalanan tersebut disangkakan melakukan pelanggaran Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK telah menetapkan 26 Mantan Anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 sebagai tersangka baru atas kasus cek perjalanan tersebut. Namun, KPK hanya menjadwalkan untuk melakukan penahanan atas 24 tersangka. Satu orang tersangka, Jeffrey Tongas Lumbanbatu dari PDIP telah tutup usia. Sementara tersangka Anthony Zeidra Abidin telah berstatus terpidana atas kasus korupsi dana YPPI. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan vonis atas empat pembagi cek perjalanan yakni Dudhie Makmun Murod (PDIP), Endin Soefihara, Udju Djuhaeri, dan Hamka Yandhu. Dari keterangan keempatnya di persidangan, nama istri politikus PKS Adang Daradjatun, Nunun Nurbaeti Daradjatun merupakan pihak yang menyediakan sejumlah cek perjalanan bagi para anggota komisi IX pada saat itu. Cek perjalanan tersebut diduga terkait dengan upaya pemenangan Miranda Goeltom sebagai DGS BI pada 2004 lalu. Hingga saat ini, KPK belum juga mampu menjerat si pemberi cek, termasuk Nunun. Alasannya, keberadaan yang bersangkutan belum diketahui dengan jelas, sementara Nunun mengaku tengah mengalami sakit lupa berat. (ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: