Chevron Boleh Beroperasi, Asal Sanggup Bayar Kompensasi Rp30 M/Tahun
KUNINGAN - Semakin hari warga Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya tambah resah. Sebelumnya, mereka sedikit nyaman karena rencana eksplorasi tenggelam begitu saja. Namun, sejak isu penjualan Gunung Ceremai kembali menyeruak mereka kembali resah. Yang membuat resah, warga sudah nyaman dengan kehidupan sekarang. Mereka tidak ingin diganggu isu yang membuat mereka menderita seperti tiga tahun lalu. Memang sepuluh tahun lalu kehidupan warga masih serba terbatas. Pada saat itu, banyak yang bergantung kepada usaha sayuran. Namun, setelah 70 persen lahan dari 20 Ha ditanami jambu merah, ekonomi warga menggeliat. Kini, dari jambu merah warga bisa menepuk dada bahwa mereka kini bukan desa yang miskin. Tapi, menjadi desa yang menghasilkan uang minimal Rp18 miliar/tahun dari jambu merah. Dengan penghasilan yang mencapai belasan miliaran itu, bukan hanya disebut sebagai desa penghasil jambu merah terbaik di tanah air, tapi perekonomian warga setempat menjadi sangat baik. “Dulu ada mahasiswa yang tengah KKN di desa kami, dan mereka menyebutkan bahwa warga di sini mayoritas miskin dan tertinggal. Itu memang tidak kami bantah, namun kini semua telah berubah. Jambu merah memberikan berkah yang sangat luar biasa,” ucap Kades Pajambon Momon Romansah, kepada Radar, kemarin (9/3). Menurut dia, bukan hanya ekonomi yang meningkat, namun derajat pendidikan pun ikut naik. Dengan hanya memiliki lima pohon jambu merah, satu keluaraga bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruaan tinggi. “Saya selaku kades bangga dengan pencapaian sekarang, ekonomi meningkat, derajat pendidikan dan kesehatan pun ikut naik. Jadi, tidak ada alasan yang bisa mengganggu kenyamanan kami di sini,” kata dia yang mengaku tengah mengikuti bintek di Kota Bandung. Meski saat ini belum mengetahui bagaimana dampak kalau dibangunnya PLTP? Namun pihaknya tegas menyatakan kalau PLTP jadi dibangun dan memberikan dampak negatif terutama lahan pertanian tergerus, maka konsekuensinya minta ganti rugi. Ganti rugi yang diminta, lanjut dia, bukan satu kali, namun seumur hidup. Kalau diperhitungkan per tahun penghasilan dari jambu merah adalah Rp18 miliar. Kemudian dari hasil pertanian total Rp12 miliar, sehingga total Rp30 miliar. “Chevron boleh beroperasi asal berani membayar kompensasi Rp30 miliar/tahun selama seumur hidup. Tapi, kalau tidak bisa biarlah kami menikmati hidup dari jambu saja. Karena jambu sudah memberikan kepastian dibanding panas bumi yang belum tentu,” tandasnya. Ia juga menandaskan, keberhasilan yang dicapai selama ini tidak murni hasil perjuangan warga. Tidak ada bantuan dari pemerintah daerah, baik untuk bibit, pupuk, penanggulangan hama hingga bantuan modal. “Warga bisa hidup enak sekarang ini hasil kerja keras mereka. Kalau tiba-tiba dirampas, maka mereka akan melawan,” sambungnya. Dari panelusuran Radar, total pendapatan Rp18 miliar itu dari perhitungan minimun penghasilan 5-10 ton jambu dengan harga Rp3.000/kg. Padahal, kalau dijual secara eceran harga jambu merah bisa menembus Rp8.500/kg. Yang membuat warga bisa bergantung pada jambu adalah, buah ini tidak mengenal musim. Kemudian, karektersitik tanah Pajambon yang di bawah kaki Gunung Ciremai membuat subur. Bukan hanya itu, jambu yang dihasilkan berukuran besar dan mulus. Berat satu buah jambu bisa mencapai ¾ kg atau mayoritas 1/5 kg. Dengan berat seperti itu, maka jambu merah menjadi primadona. (mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: