Penguasaan Grass Root Penentu Kemenangan

Penguasaan Grass Root Penentu Kemenangan

JAKARTA- Terhitung 29 hari lagi, gebyar pesta demokrasi lewat Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 bakal digelar. Kepemilikan dukungan terbesar dari grass root, terutama masyarakat berpendidikan rendah di bawah SMP, diperkirakan masih menjadi penentu kemenangan partai politik (parpol). Fakta demografis di Indonesia saat ini memang menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih berada di lapisan kelas menengah bawah. Terutama jika dilihat dari strata pendidikannya. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) 2012, tergambar penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan SD/sederajat sebanyak 47,87 persen. Bahkan, jika ditambah dengan yang menamatkan pendidikan SMP/sederajat, angkanya menjadi 68,87 persen. \"Karena itu, partai yang besar di lapisan ini punya peluang dapat suara banyak,\" kata Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djajadi Hanan di Jakarta kemarin (10/3). Prediksi itu terkonfirmasi pula dengan hasil survei terakhir lembaganya. Dalam survei nasional yang dilaksanakan pada 10-20 Februari lalu, 42,9 persen dari total pemilih yang ada berpendidikan lulusan SD ke bawah. Kemudian, mereka yang lulusan SMP mencapai 20,6 persen. Jika ditotal, angkanya (63,5 persen) tidak jauh berbeda dengan data BPS. Dari kelompok pemilih SD ke bawah, PDIP dan Partai Golkar berhasil meraup dukungan suara tertinggi dibanding parpol-parpol yang lain. Yaitu, masing-masing sebesar 17 persen. Baru menyusul berikutnya Partai Demokrat dan PKB dengan 9 persen, Partai Gerindra 7 persen, kemudian parpol-parpol lainnya. Komposisi perolehan dukungan di strata pendidikan SD ke bawah tidak banyak berubah di strata lulusan SMP. PDIP tetap mendapatkan 17 persen, Golkar turun sedikit menjadi 15 persen, dan Demokrat menuai 10 persen (selengkapnya lihat grafis) \"Bisa dikatakan, Demokrat suaranya turun karena kehilangan sebagian besar pemilihnya dari kalangan ini,\" imbuh Djajadi. Dia kemudian membandingkan dengan dinamika dukungan parpol dari pemilih berpendidikan SD pada Pemilu 2009. Saat itu partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut memperoleh dukungan dari 20 persen pemilih berpendidikan SD ke bawah. Kemudian baru PDIP (18 persen) dan Golkar (12 persen). \"Untuk pemilih berlatar belakang perguruan tinggi, tiga partai itu (PDIP, Golkar, dan Demokrat, Red) relatif berimbang. Padahal, pemilih segmen ini proporsinya paling kecil jumlahnya,\" paparnya. Menurut Djajadi, pemilih lapisan bawah rentan mobilisasi opini maupun atribut dibanding pemilih yang lebih berpendidikan. Kekalahan mobilisasi opini dan atribut hingga saat ini telah membuat Demokrat ditinggal pergi sebagian pemilihnya pada Pemilu 2009. Secara umum, mengacu pada pelaksanaan pemilu sejak era reformasi 1999, kekuatan partai-partai dalam pemilu kali ini diperkirakan semakin merata. Tidak ada lagi partai yang bakal tampil dominan memimpin perolehan suara. Kekuatan partai-partai hari ini makin terfragmentasi (terbelah). Berkaca pada Pemilu 1999, PDIP berhasil tampil secara dominan dengan perolehan suara 33,74 persen. Jauh meninggalkan Golkar dan PKB yang berada di urutan kedua dan ketiga dengan perolehan suara masing-masing 22,4 persen dan 12,61 persen. Di pemilu berikutnya, pada 2004, suara PDIP turun drastis menjadi hanya 18,53 persen. Kalah dengan Golkar yang ganti memimpin perolehan suara terbesar dengan 21,58 persen. Di urutan ketiga, PKB bercokol dengan 10,57 persen suara. Selanjutnya, pada Pileg 2009, meski tidak sefenomenal perolehan suara PDIP pada 1999, giliran Demokrat yang tampil dominan. Partai berlogo bintang Mercy itu mendapatkan dukungan suara 20,85 persen. Lalu, Golkar dan PDIP membayangi di urutan kedua dan ketiga dengan masing-masing 14,45 persen dan 14,03 persen. \"Partai-partai papan tengah cenderung menguat. Akibatnya, partai-partai papan atas menurun,\" kata Djajadi. (dyn/fal/c9/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: