Massa Paksa Dewan Tolak Chevron

Massa Paksa Dewan Tolak Chevron

KUNINGAN – Diamnya para wakil rakyat dalam menyikapi kemelut pertambangan panas bumi (geothermal), membuat masyarakat lereng gunung Ciremai geram. Kemarin (14/3), bertepatan dengan 100 hari kerja bupati dan wabup baru, mereka melancarkan aksi unjuk rasa. Gedung DPRD Kuningan dikepung agar para penghuninya ikut menolak kehadiran PT Chevron selaku pemenang lelang geothermal di Gunung Ciremai. Demo dimulai sekitar pukul 08.00. Mereka sudah berkerumun di titik kumpul sekitar Bundaran Cijoho. Bertolak dari situ, sedikitnya 500 massa berjalan merayap menuju gedung dewan yang berlokasi di Ancaran. Sambil mengacung-ngacungkan poster penolakan Chevron, para orator pun meneriaki kepongahan Amerika Serikat selaku negeri asal Chevron. Pantauan Radar, sesampai di pintu gerbang DPRD, ratusan massa terhenti. Mereka belum diizinkan aparat keamanan untuk memasuki halaman gedung. Hingga akhirnya Kapolres Kuningan AKBP Harry Kurniawan SIK MH mengizinkan masuk setelah mendapatkan jaminan supaya tidak bertindak anarkis. Orasi demi orasi tidak berhenti sampai ratusan massa memasuki halaman gedung dewan. Teriakan penolakan Chevron pun membahana di samping sejumlah spanduk dan poster penolakan diacung-acungkan. Mereka merupakan warga lereng Gunung Ciremai dari 15 desa di 5 kecamatan yang selama ini merasa resah atas rencana kehadiran Chevron. Terlebih sebelumnya mereka kesulitan mengakses gunung pasca ditetapkannya Gunung Ciremai sebagai taman nasional. “Ini merupakan rangkaian kolonialisme. Setelah kita dijajah Belanda selama 3,5 abad, masa sekarang mau dijajah lagi?” teriak salah seorang orator disambut riuh teriakan ratusan massa. Untuk menenangkan massa, Ketua DPRD Rana Suparman SSos keluar menemui pengunjuk rasa. Ia ditemani Nuzul Rachdy SE dan Abriyanto MSi. Dalam beberapa menit, Rana pun menyatakan dukungannya terhadap aksi yang dilancarkan. Bahkan, dirinya menolak tegas berbagai bentuk penjajahan baru. Selanjutnya, Rana pun mempersilakan perwakilan massa untuk memasuki ruang sidang utama. DIDUGA MENYUSUP, SEORANG PEMUDA DIGEBUKI MASSA Di tengah panasnya situasi, muncul seseorang yang diduga sebagai penyusup. Ini terungkap ketika koordinator Gempur (Gerakan Massa dan Pejuang Untuk Rakyat), Zaki Alfuadi tengah memilih siapa saja yang hendak dimasukkan ke gedung dewan sebagai perwakilan. Saat itu, seorang pemuda berkaos hitam ingin dimasukkan daftar orang yang memasuki ruang sidang utama. Bahkan waktu itu dirinya terlihat ingin berorasi di hadapan ratusan massa. “Kamu siapa?” teriak Zaki kepada pemuda itu di tengah riuh orasi. Selang beberapa detik terdengar suara yang menduga pemuda tersebut seorang penyusup. Tanpa dikomando, pemuda yang disebut-sebut bernama Miming itu pun langsung dikerubuti dan menjadi bulan-bulanan massa. Beruntung aparat kepolisian berhasil mencegah perlakuan massa, sehingga Miming tidak babak belur. Dari kejauhan Radar mengamati sejumlah polisi langsung membawa Miming menggunakan mobil jenis Avanza berwarna hitam ke mapolres. Di sana, ia menjalani pemeriksaan. Belakangan Radar memperoleh keterangan bahwa Miming diduga mengonsumsi narkoba jenis ganja. Polisi menemukan bukti dari hasil pemeriksaan urine. Sehingga, pemuda itu pun terpaksa masih mendekam di sel tahanan sampai tadi malam. Sementara itu, pasca dibawanya Miming oleh aparat kepolisian, salah seorang warga Sukamukti Kecamatan Jalaksana, Andi mengaku tidak mengenal pemuda tersebut. Menurut dia, pemuda berkaos hitam tersebut merupakan orang luar. Hanya saja, Andi sempat mengenal orang itu di media sosial Facebook menggunakan nama Miming. “Di FB kalau tidak salah ia bernama Miming. Saya mengenal di media sosial karena status-statusnya yang sering membahas Ciremai. Tapi dalam aksi ini dia kami anggap orang luar karena bukan warga lereng Gunung Ciremai,” tandasnya. Dari informasi yang didapat, pemuda yang diduga penyusup tersebut benar bernama Miming Kurnia Haryadi. Ia beralamat di Desa Cempaka Kecamatan Talun Cirebon. Pemuda bertanggal lahir 29 Juli 1976 itu tercatat berstatus karyawan swasta. TNGC DAN CHEVRON DISINYALIR BERKAITAN Setelah perwakilan aksi dipersilakan masuk, mereka menyuarakan tuntutannya. Mereka diterima Rana Suparman selaku ketua DPRD, Nuzul Rachdy selaku ketua Komisi C dan dua wakil rakyat lain yakni Abriyanto dan Yudi Moh Rodi. Satu persatu berbicara yang intinya meminta agar anggota legislatif turut menolak kehadiran Chevron. Bahkan ada di antaranya yang menduga penetapan Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional masih satu rangkaian dengan pertambangan yang hendak dilakukan Chevron. “2004 silam Gunung Ciremai ditetapkan sebagai Taman Nasional. Sejak itu, tuntutan masyarakat untuk ditetapkan zonasi ternyata sampai sekarang belum jelas,” ujar para pembicara seperti Nana Mulyana, Zaki, Andi dan lainnya yang seirama. Tak heran jika mereka beranggapan antara penetapan TNGC dengan rencana pertambangan panas bumi ada keterkaitan. Itu dapat dilihat dari sulitnya masyarakat sekitar mengakses gunung, sedangkan perusahaan asing begitu mudahnya masuk. Ada pula yang mengatakan bahwa masyarakat lereng gunung merasa terusik sejak kontrak pemerintah dengan Chevron pada 2011. Mereka meminta agar Ciremai dipertahankan sesuai dengan amanat leluhur. Jangan berikan kekayaan yang ada di gunung ke orang asing. “Selama 350 tahun Indonesia dijajah. Masa sekarang mau dijajah lagi? Kami percaya bapak-bapak dapat memperjuangkan aspirasi ini. Jangan sampai aset bangsa diserahkan ke asing. Aksi kami bukan melawan pemerintah tapi mempertahankan negeri,” tandas pengunjuk rasa. Mereka meminta agar para wakil rakyat ikut berjuang, bukan hanya mengajak masyarakat berjuang ketika berkeinginan menjadi wakil rakyat. Tinah, seorang ibu dari Cisantana mengatakan, sebenarnya bisa saja masyarakat bersikap golput jelang pileg. Namun ia tidak berkeinginan begitu. Masyarakat lereng gunung hanya ingin agar kehadiran Chevron ditolak karena merupakan rangkaian dari penjajahan. “Kami ingin bukti nyata dari para wakil kami di gedung dewan. Bukan hanya sekadar janji,” ketus Tinah. Terungkap pula pertambangan PT Freeport hanya bisa memberikan kontribusi pada negara 1 persen. Kalaupun naik hanya mencapai 3,5 persen saja. Sedangkan sisanya sebesar 96,5 persen kekayaan negeri diangkut ke Amerika Serikat. “Kita mendengar bahwa PT Chevron kalau punya kemauan tidak bisa dijegal. Nah jangan sampai Ciremai bernasib sama. Kita harus menolaknya,” kata Andi. Penolakan terhadap Chevron, menurutnya, dilandasi pemikiran obyektif. Pihaknya tahu bahwa geothermal minim pencemaran lingkungan. Maka dari itu, masyarakat tidak menolak secara membabi buta. Baginya, ini rangkaian kolonialisme karena invasi terhadap Indonesia tidak akan dilakukan apabila negara menyerahkan asetnya ke negara asing. “Untuk itu wajib hukumnya dewan mendukung gerakan ini,” tegas dia. Menanggapi semua itu, Rana Suparman mengerti atas proses penjajahan kedua kalinya. Dia meminta doa agar istiqomah dalam berjuang, jangan sampai mau disogok. “Kita jangan menjadi tamu di negeri kita sendiri,” tandasnya. Saat itu, Rana mengaku menjadi orang yang menolak penetapan status Taman Nasional Gunung Ciremai 2004 silam. Saat ini, pihaknya berjanji akan mengajak fraksi-fraksi yang ada di dewan untuk menolak Chevron. Bahkan akan melayangkan surat penolakan yang ditujukan ke Presiden RI dan Gubernur Jabar. “Seramah-ramahnya geothermal pasti ada implikasi terhadap hajat hidup orang banyak,” tegas politisi PDIP tersebut. Diperkuat oleh Nuzul Rachdy selaku ketua komisi C. Menurutnya, perjuangan belum terlambat karena IUP (Izin Usaha Pertambangan) belum dikeluarkan meski lelang sudah dilakukan. “Kami akan ikut barisan bapak-bapak dan ibu-ibu dalam menolak hal itu,” kata Zul, sapaan akrabnya. Janji para wakil rakyat tersebut tidak langsung ditelan mentah-mentah. Para pengunjuk rasa menginginkan bukti berupa surat penolakan yang dilayangkan. Bukti tersebut mereka tunggu dalam beberapa hari ini. Lembaga DPRD di-deadline hanya 3 hari untuk mengeluarkan keputusan tersebut. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: