Pansus Telusuri Status Bangunan

Pansus Telusuri Status Bangunan

INDRAMAYU - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Indramayu yang membahas masalah hibah tanah, melakukan konsultasi ke Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) di Jakarta. Sebelumnya pansus mengunjungi perumahan nelayan di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu. Kamis (13/3) rombongan pansus mendatangi Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) di Jakarta. Ketua Pansus, Ahmad Nasiruzzaman mengatakan sedang berada di Kemenpera bersama rombongan untuk menanyakan status bangunan perumahan nelayan di Desa Karangsong yang masuk dalam pembahasan pansus pemindahtanganan barang milik daerah. Dari keterangan yang diperoleh, ternyata Kemenpera hanya membantu dalam bentuk bangunan di perumahan itu sebanyak 16 unit saja pada program yang dilaksanakan tahun 2007. Padahal jumlah rumah keseluruhan ada 329 unit. “Setelah kami telusuri ke Kemenpera, ternyata bantuan bangunan di perumahan nelayan itu hanya berjumlah 16 unit saja. Itupun program bantuan tahun 2007. Sedangkan eksodus nelayan Muara Angke di tahun 2003,” jelas Ahmad. Pansus mendapat informasi bahwa ratusan unit bangunan lainnya ternyata berasal dari bantuan lembaga lain, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan sebagian lagi dari Kementerian PU. “Makanya kami akan terus telusuri lebih lanjut dulu,” kata Ahmad. Hal lain yang disampaikan kepada Kemenpera, yaitu mendesak agar bangunan di perumahan nelayan yang berasal dari bantuan kementerian itu agar segera dihibahkan kepada masyarakat melalui Pemerintah Kabupaten Indramayu. “Ada beberapa syarat agar hibah ke masyarakat bisa terealisasi, diantaranya adanya surat permohonan bupati kepada Kemenpera. Jika nilainya melebihi angka yang ditentukan, maka harus disetujui oleh DPR. Substansinya menanyakan status bangunan, tapi pansus akan berupaya maksimal,” lanjut Ahmad. Sebelumnya, pansus telah mengunjungi perumahan nelayan dan menemukan adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum dengan iming-iming bisa membuatkan sertifikat hak atas tanahnya. Pungli yang terjadi pada 2010 itu mengharuskan setiap warga perumahan membayar sebesar Rp250 ribu. “Pansus tidak mau lagi mendengar ada oknum atau broker yang mengiming-imingi bisa menerbitkan sertifikat,” ujar dia. Ahmad menambahkan, pansus juga mendesak pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) agar penerbitan sertifikat bisa diprogramkan secara gratis. Terlebih dengan adanya usulan warga yang meminta segera diterbitkan sertifikat, bersamaan dengan proses pemindahtanganan tersebut. “Jika nanti disetujui, maka akan dikeluarkan dari neraca pemerintah kabupaten dulu sebelum diterbitkan sertifikat masing-masing sesuai data nama di perumahan nelayan ini. Tapi warga jangan dibebani biaya pembuatan sertifikat, karena ada program dari pemerintah pusat,” ujarnya. (oet)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: