Dua TKW Cirebon, Dijual dan Dianiaya

Dua TKW  Cirebon,  Dijual dan Dianiaya

CIREBON - Dua Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Desa Kroya RT 09/03 Blok II Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, mengalami penganiayaan di penampungan Yayasan Bayu Arafan, Medan, Sumatera Utara. Dua TKW tersebut bernama Tami (36) dan Darini Ultra (18). Data yang dihimpun Radar Cirebon, kedua TKW itu berangkat ke Yayasan Tri Darma Jakarta Pusat pada 22 Oktober 2013 lalu dan ditampung selama dua hari. Selang beberapa hari, Tami dan Darini dikirim ke Yayasan Bayu Arafan di Medan. Selama sembilan hari di yayasan itu, keduanya mengalami perlakuan kekerasan, disiksa dan diancam. Hp beserta uang korban pun dirampas. Bukan hanya disiksa, mereka juga dijual. Tami dijual seharga Rp11 juta ke Rossa di Jl Komplek Sumber Set Blok B nomor 29 Medan. Sementara Darini dijual seharga Rp11 juta ke Suheidy Halim di komplek Cemara Hijau Blok J nomor 08 RT 01, Kelurahan Sampani, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Medan. Selama tiga bulan, kedua korban dipekerjakan. Karena tidak betah, Tami minta pulang. Namun majikan mengancam akan mengembalikannya ke yayasan dengan alasan mereka telah menandatangani kontrak jual beli. Namun Darini lebih memilih kabur dan kembali lagi ke yayasan Bayu Arafan. Namun hingga saat ini, yang bersangkutan tidak bisa dikonfirmasi oleh keluarganya. Tami diketahui dianiaya dan menjadi korban trafficking (penjualan orang), setelah sebelumnya menelpon ke pihak keluarga yang berada di Cirebon. Kemudian pihak keluarga didampingi perangkat desa menyusul ke Medan untuk melihat kondisi Tami dan Darini, sekalian menjemput keduanya. Pihak keluarga pun meminta bantuan Polsek Sunggal dan Polres setempat untuk mencarikan keberadaan tempat tersebut. Namun tidak membuahkan hasil. Karena menurut kepolisian setempat, kasusnya tidak kuat, karena mereka telah membuat surat perjanjian kontrak selama dua tahun. Saat mencari keberadaan keduanya selama tiga hari, akhirnya mereka menemukan tempat kediaman majikan Tami bekerja. Di sana, pihak keluarga bertemu Tami dan hendak membawa pulang. Namun pada saat bernegosiasi dengan majikan, pihak majikan melarang Tami dibawa pulang, dengan dalih pihak majikan akan rugi apabila Tami dibawa pulang. Karena pihaknya sudah membayar sebanyak Rp11 juta kepada yayasan tempat penampungan Tami. Kalau pun Tami dibawa, pihak keluarga harus membayar sebanyak Rp11 juta, sebagai ganti rugi. Dari situ, pihak keluarga kebingungan untuk membawa pulang kedua saudaranya itu. Mereka sudah menghabiskan uang sebanyak Rp16 juta untuk mencari keberadaan kedua saudaranya. Menurut pengakuan anak Tami, Herman (25), dirinya sempat telponan berbincang dengan ibunya setelah sampai di Jakarta. Tami dan Darini sempat dipekerjakan di Bandung sebagi juru masak. Namun baru dua hari ibunya dan Darini tidak betah karena cuma mendapat gaji Rp500 ribu sebulan. Dari situ, keduanya kabur dan kembali lagi ke Yayasan Tridarma, beberapa hari kemudian dirinya mendapat kabar dari ibunya, bahwa dia dan Darini sudah berada di Medan dan dibawa Yayasan Bayu Arahan. Mendengar seperti itu, ia dan bapaknya kaget. “Saya bingung, katanya ibu saya dan keponakannya bekerja melalui PT Tri Darma Jakarta, namun setelah beberapa hari gak ada kabar, tiba-tiba ibu saya kasih kabar, kalau ibu saya sudah berada di Medan,” kata Herman. Herman menambahkan, setelah itu dirinya tidak lagi mendengar kabar dari sang ibu. “Ibu saya berkesempatan menelpon ke bapaknya Darini sambil menangis dan minta tolong. Katanya dia dan Darini disiksa, dipukulin, dan dirampas barang-barang miliknya berupa HP serta uang,” imbuhnya. Masih menurut Herman, ibunya bahkan sempat di-setrum pada saat masih di yayasan. “Sekarang Darini masih di yayasan, dan ibu saya berada di rumah majikannya. Oleh karena itu, kami sekeluarga meminta bantuan tim bantuan hukum yang dipimpin Agus Prayoga SH,” upungkasnya. Sementara itu, Agus Prayoga SH saat berkunjung ke rumah keluarga korban mengatakan, dirinya menduga telah terjadi perdagangan orang dengan korban Tami dan Darini. “Ketika di medan, kedua tenaga kerja tersebut mendapatkan perlakuan kekerasan di yayasannya. Dijual kepada majikan dengan harga masing-masing Rp11 juta,” pungkasnya. Agus menegaskan, pihaknya akan berupaya menelusuri kasus tersebut. “Saya akan menindaklanjuti surat-surat yang mereka kirim. Mudah-mudahan dengan bantuan media, kasus ini bisa cepat terungkap sehingga tidak terjadi penganiayaan terhadap yang lainnya,” tegasnya. (arn) FOTO: ABDULROHMAN/RADARCIREBON

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: