Eksplorasi Hanya Butuh 4 Hektare
**Jamin Tidak Bakal Ada Penggusuran KUNINGAN - Dari jumlah WKP (wilayah kerja pertambangan) geothermal seluas 23 ribu ha, ternyata yang dibutuhkan untuk lahan pengeboran atau eksplorasi hanya 4 hektare. Itu pun hanya dua sumur dengan ukuran 2 X 55 mega watt, karena lebih dari dua sumur tidak diperbolehkan. Keterangan mengenai luas lahan yang dibutuhkan disampaikan Kepala Dinas SDAP (Sumber Daya Alam dan Pertambangan) Kuningan, H Amirudin usai mengikuti rakor geothermal di Ruang Bamus DPRD Kuningan. Dengan hanya dibutuhkan lahan 4 hektare dari WKP 23 ribu hektare, masyarakat diminta tidak perlu panik karena dijamin tidak akan ada warga yang terkena gusuran. “Keterangan ini saya berikan biar warga tidak resah lagi dengan masalah rencana eksplorasi,” ucap mantan Asda I Setda Kuningan ini kepada Radar, kemarin (17/3). Menurutnya, rencana eksplorasi pun tidak akan dilakukan dalam waktu dekat karena menunggu keluarnya IUP atau izin usaha pertambangan panas bumi dari gubernur. Meski pun izin sudah keluar, PT Chevron tidak akan langsung melakukan pengeboran, namun mereka harus menunggu waktu sekitar 2-3 tahun. Selama kurun waktu itu, mereka melakukan survei untuk mencari titik yang cocok. Kalau pun cocok terutama potensi panas bumi mereka bisa memulai. Begitu juga sebaliknya, kalau tidak cocok proyek ini bisa gagal. Selama kurun itu, mereka diberikan waktu perpanjangan selama 2 tahun. Pihak pemerintah sendiri menargetkan pada tahun 2020 mulai dilakukan pengeboran jika potensi panas buminya bagus. Sehingga, mulai sekarang ada sekitar 7 tahun untuk melakukan pengeboran panas bumi. “Sebenarnya prosesnya masih jauh dan bisa terjadi bisa juga gagal. Jadi, bagi warga tidak usah panik duluan, apalagi takut wilayahnya akan kena gusaran. Catat oleh warga, tidak akan ada yang kena gusuran karena diperlukan lahan hanya 4 ha dan itu tidak akan di lahan permukiman warga,” jelas Amir. Pada kesempatan itu, Amir juga meluruskan memang WKP yang berjumlah 23 ribu ha itu di luar kawasan TNGC. Dengan adanya perluasan ini, semua pihak bisa mengerti sehingga tidak ada tuduhan yang lain-lain ke BTNGC. Memang pada saat pengajuan, lanjut dia, ada WKP di kawasan TNGC karena pelarangan sesuai UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, maka tidak dimasukan. Pihak BTNGC sendiri, kata dia, pada saat rakor meminta diluruskan hal tersebut dan sudah dilakukan. Sementara itu, berdasarkan peta yang dimiliki Radar saat rapat pembahasan batas wilayah WKP beberapa tahun lalu, dalam peta tersebut yang masuk WKP hingga kecamatan Kuningan. Selain tentu wilayah di bawah kaki Gunung Ciremai. Apabila dirinci jumlah kecamatan yang masuk WKP adalah Cilimus, Jalaksana, Kramatmulya, Kuningan, Cigugur. Kemudian Darma, Kadugede, Ciniru, Hantara dan Garawangi. Menanggapi hal ini, Amirudin tidak mau berkomentar karena takut salah. Menurutnya, mungkin dalam peta hanya mencari titik kordinatnya. Ditanya masalah sosialisasi, Amirudin mengaku pihaknya sudah melakukan sejak 2010 lalu. Bahkan, pada tahun ini sudah ada delapan desa dan mereka pun dibawa untuk studi banding ke Kawah Kamojang. “Kami lakukan seperti ini biar masyarakat paham dan tidak resah. Ingat energi geotermal ramah lingkungan dan sudah terbukti di beberapa daerah. Kalau merugikan tentu akan banyak warga yang menderita dan mereka sejak lama melakukan penolakan,” tandasnya. Terpisah, Pengendali Ekosistem Hutan BTNGC Mufti Ginanjar yang hadir dalam rakor mengakui, saat rapat sudah ada pelurusan mengenai WKP di luar TNGC. Menurutnya, itu hal penting karena selama ini pihaknya selalu disudutkan. “Dengan adanya klarifikasi, kami berharap pihak yang selama ini menuduh menjadi sadar dan paham. Yang paling penting mereka tidak lagi menyudutkan karena sudah terbukti di luar kawasan,” sebutnya. Dikatakan, biar semua paham bisa membaca isi peta yang dimiliki pihak SDAP. Dengan begitu tidak akan ada tuduhan yang seolah mengambinghitamkan BTNGC. “Berdirinya BTNGC untuk menjadikan Ciremai sebagai kawasan konservasi. Tidak ada tujuan lain selain itu,” tandasnya. (mus) FOTO: AGUS MUSTAWAN/RADAR KUNINGAN KOORDINASI. Rapat Koordinasi Geothermal yang dilakukan di Ruang Bamus DPRD Kuningan, dihadiri SDAP, BTNGC, DPRD dan pihak terkait lainnya. 2 : Gambar peta WKP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: