Gedung KBRI Nyaris Terbakar

Gedung KBRI Nyaris Terbakar

KETIKA jaringan telekomunikasi diputus pemerintah Mesir, saya sempat bingung untuk mengirim berita ke Jawa Pos. Awalnya Twitter yang diputus. Lantas Facebook. Akhirnya internet beserta sambungan telepon. Itu dimaksudkan agar para demonstran tidak bisa berkoordinasi untuk menggerakkan massa yang berjumlah puluhan ribu secara cepat. Tapi, efeknya menjadi luas. Bukan hanya para demonstran yang kelimpungan, melainkan juga para wartawan dan sejumlah pengusaha yang bersandar pada jaringan telekomunikasi. Di antaranya, perbankan, bursa efek, dan transportasi. Selama beberapa hari semua sektor itu praktis lumpuh. Biasanya, saya mengirim berita lewat e-mail. Namun, begitu jaringan internet tidak bisa digunakan, saya berusaha mengirimnya lewat faks. Naskah saya print, lantas saya bergegas ke warnet atau wartel terdekat. Tapi, semua wartel yang saya kunjungi ternyata tutup karena peralatan mereka tidak bisa berfungsi. Termasuk mesin faks. Karena itu, saya pun bergegas menuju kantor konsuler di kawasan Nasr City. Saya berharap kantor cabang KBRI di Kairo itu bisa membantu saya mengirimkan berita ke Indonesia. Ternyata, mesin faksnya juga tidak berfungsi. Namun, telepon darurat antara konsuler dan KBRI di pusat kota masih bisa beroperasi. Karena itu, saya dianjurkan untuk meluncur ke KBRI saja. Di sana, peralatan komunikasinya lebih lengkap. Kami pun meluncur ke Garden City. Itu adalah kawasan elite di tengah kota tempat kantor-kantor kedutaan dari berbagai bangsa berada. Gedung KBRI yang berlantai lima berdiri megah bersebelahan dengan kantor polisi. Sabtu siang itu, kawasan Garden City tergolong lengang. Selain karena jam kerja hanya setengah hari, meluasnya demonstrasi mengakibatkan sebagian penghuninya malas keluar. Bahkan, sejumlah kantor kedutaan meliburkan karyawannya. Saya memarkir mobil di depan KBRI, kemudian bergegas ke lantai lima, tempat ruang telekomunikasi. Sebagai kantor perwakilan negara, KBRI memang memiliki sistem telekomunikasi khusus. Ada dua lapis sistem komunikasi. Yakni, pertama, yang reguler mengikuti sistem telekomunikasi setempat. Kedua, yang menggunakan jalur khusus ketika dalam kondisi darurat. Itu dimaksudkan agar KBRI masih bisa berkomunikasi ke Indonesia ketika ada hal-hal yang genting. Saya mencoba mesin faks untuk mengirim berita ke Indonesia. Ternyata tidak bisa. Sampai tiga kali, gagal terus. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyampaikan berita itu lewat saluran telepon saja. Yakni, dengan cara meminta Jawa Pos Indonesia menghubungi KBRI Kairo. Dengan cara itu, saya bisa menceritakan situasi dan kondisi terakhir Kairo secara langsung. Turun dari ruang komunikasi, saya bertemu Dubes AM Fachir beserta staf komplet. Di sana ada sejumlah staf atase pertahanan, konselor sosial politik, perekonomian, humas, dan lain-lainnya. Saya sempat terlibat perbincangan tentang situasi Mesir yang semakin buruk. KBRI pun memutuskan untuk segera mengevakuasi warga Indonesia. Saat bincang-bincang di ruang depan KBRI itulah, tiba-tiba di luar gedung terdengar suara hiruk-pikuk dan sorak-sorai yang memancing kami untuk melihat ke luar. Ternyata, ada puluhan demonstran yang berlarian di depan gedung. Mereka membawa tongkat besi, kayu, palu, dan linggis. Awalnya, kami kira mereka hanya lewat. Ternyata, mereka menuju ke gedung sebelah KBRI, yakni gedung polisi sektor Garden City. Kantor polisi itu tepat berada bersebelahan dengan KBRI. Berdempetan tembok. Apa yang mereka lakukan sudah bisa diprediksi, yakni merusak gedung tersebut. Mereka memukuli kaca-kaca jendela, mencongkel pintu-pintunya, dan memaksa masuk ke dalam sambil menghancurkan apa saja yang ada disana. Yang membuat kami khawatir, waktu itu mereka berusaha membakar gedung “polsek” tersebut. Tentu saja hal itu membuat para petugas satpam kawasan kedutaan khawatir. Bukan hanya KBRI, melainkan juga kedutaan negara lain. Sebab, kebakaran tersebut pasti akan merembet ke berbagai gedung di sekitarnya. Termasuk KBRI yang berdempetan. Dubes A.M. Fachir langsung memerintah para karyawan untuk menyiapkan tabung-tabung pemadam keba­karan. Juga slang-slang air yang panjang. Dia juga terlihat sibuk menelepon pihak-pihak tertentu untuk mengantisipasi situasi yang membahayakan itu. Sejumlah demonstran mulai menyulutkan korek api ke barang-barang di perkantoran tersebut. Untungnya, mereka tidak menemukan bensin sehingga kebakaran tidak bisa membesar. Kemudian, sejumlah petugas satpam memadamkan dan membujuk para demonstran agar tidak meneruskan aksinya. Para demonstran pun lantas menuju ruang tahanan di bagian belakang “polsek” tersebut. Di sana, mereka menjebol pintu tahanan dengan linggis dan palu. Begitu terbuka, berhamburanlah puluhan narapidana tersebut sambil mengacak-acak kantor polisi itu. Kemudian, mereka melarikan diri ke jalan raya berkumpul dengan massa demonstran yang lain. Tapi, kami melihat ada empat narapidana yang kemudian balik ke kantor polisi. Awalnya, kami tidak tahu apa maksudnya. Ternyata, mereka berniat mengambil sejumlah selimut yang mereka pakai selama di penjara itu. Sebab, saat ini di Kairo memang sedang berlangsung musim dingin. Namun, malang bagi mereka. Sebab, tiba-tiba muncul dua mobil patroli berisi sejumlah polisi berpakaian preman. Mereka pun menyerbu ke dalam kantor polisi yang sudah acak-acakan tersebut sambil melepaskan sejumlah tembakan ke udara. Empat narapidana yang sedang sibuk mengambili selimut bekas itu pun berhasil ditangkap. Kami yang melihat kejadian tersebut tak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar. “Ah, sialnya para tahanan itu. Hanya karena ingin mengambil selimut bekas, mereka jadi tertangkap lagi...!” (*/c5/iro)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: