Disdikpora Mengaku Kecolongan

Disdikpora Mengaku Kecolongan

KUNINGAN – Mendengar kabar pemotongan dana hibah PAUD, Sekretaris Disdikpora Dedi Supardi MPd merasa kecolongan. Dedi mengaku baru mengetahui kabar tentang pemotongan dana hibah PAUD dari media massa. Sementara pihaknya belum mendapat laporan dari BPK. Kala dikonfirmasi Radar, kemarin (20/3), pihaknya sudah menugaskan beberapa orang di bidang PNFI untuk melakukan klarifikasi di lapangan. Pihaknya juga akan menelurusi siapa oknum di balik aksi pemotongan tersebut. “Dari BPK juga kita belum mendapat laporan tentang hal ini. Kalau memang bersalah, maka oknum pemotong harus ditindak,” tandas mantan ketua PGRI Kuningan itu. Lebih jauh dia mengatakan, dana hibah yang nilainya hanya Rp2 juta itu harus dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kebutuhan operasional PAUD, menurutnya, masih butuh uluran tangan dari pemerintah. Terlebih di PAUD pun banyak kebutuhan alat permainan edukatif dan berbagai kebutuhan lain. “Memang dana hibahnya kecil tapi harus maksimal dimanfaatkan. Itu merupakan kepedulian pemerintah terhadap PAUD yang memang dialokasikan pada tahun anggaran 2013,” sebutnya. Menurutnya, selama ini tutor PAUD hanyalah tugas pengabdian dengan honor relatif minim. Sehingga ironis jika dengan kondisi seperti itu, dana bantuan malah dipotong. “Sebenarnya sebulan sebelumnya kami sudah melayangkan surat edaran yang mengimbau agar setiap dana bantuan tidak boleh ada potongan. Penerima bantuan pun tidak boleh memberi, karena yang memberi dan yang menerima sama-sama kena,” tandas Dedi. Bercerita tentang mekanisme dana hibah PAUD, dia menjelaskan, diawali dengan ajuan proposal. Proposal tersebut lalu ditampung dan dimasukkan ke KUA PPAS yang kemudian ditetapkan DPRD. Selanjutnya uang disalurkan BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) ke rekening sekolah masing-masing. Setelah menerima pencairan, pihak sekolah harus membuat SPj sesuai dengan penggunaannya. Dikatakan Dedi, tidak semua PAUD mendapatkan dana bantuan itu. “Yang namanya PAUD itu ada PAUD formal dan nonformal. Kalau PAUD formal yaitu TK. Sedangkan PAUD nonformal antara lain kober (kelompok belajar), TPA dan Play Group. Jadi tidak semua PAUD menerima dana hibah,” jelasnya. Agar kejadian tidak terulang, Dedi mengimbau kepada penyelenggara PAUD agar tidak menyuruh pihak luar dalam membuat proposal. Lebih baik membuat proposal sesuai kemampuan meskipun seadanya. Yang penting menurutnya, substansi dari proposal tersebut. “Kalau menyuruh orang nanti ada biaya lagi. Misal membuat proporsal Rp200 ribu. Kemudian menjilid ada biaya lagi Rp100 ribu. Belum lagi membuat SPj, kalau menyuruh orang kan mungkin ngasih Rp200 ribu. Kalau seperti itu kan uangnya bisa habis. Mestinya berdayakan bendahara yang memang tugasnya bikin SPj,” pungkasnya. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: