Pemikiran Ekonomi di Zaman Modern Menuju Kesejahteraan yang Hakiki

Pemikiran Ekonomi di Zaman Modern Menuju Kesejahteraan yang Hakiki

Noveria Susijawati, Dosen FEB UGJ Cirebon dan Mahasiswa PDIM Unissula Semarang.-Istimewa -Radarcirebon.com

Oleh: Noveria Susijawati

ERA digitalisasi membawa dampak perubahan terhadap perekonomian di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Kemajuan yang pesat di bidang teknologi membawa perubahan dalam organisai. Kegiatan administrasi dan pemasaran sebagian besar telah beralih dari manual menjadi online.

Oleh sebab itu sumber daya manusia harus memiliki kompetensi untuk menunjang pekerjaannya, seperti ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknologi. Selain ilmu pengetahuan, sumber daya manusia perlu dibekali dengan ilmu agama. 

Berbicara mengenai pandangan terhadap kegiatan ekonomi, perlu diperhatikan perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi menurut Ibnu Qayyim (713H/1313M) harus didasarkan pada nilai-nilai etika seperti kepatuhan kepada Allah SWT, ketaatan kepada agama, sifat baik, jujur dan benar (Umari, 2019).

Perilaku ekonomi menurut Al-Ghazali  (450H/1058M ) dipengaruhi oleh etika dan hukum Islam, menekankan niat yang baik (ikhlas) dan memperingatkan terhadap praktik-praktik yang tidak adil seperti riba, penipuan, dan ketidaktransparanan (M. Sadeq, 1992).

BACA JUGA:Pelaku Pencurian 2 Patung Dewa di Cirebon Ternyata Orang Kaya, Satu Pelaku Hamil 3 Bulan

BACA JUGA:Kasus Pencurian 2 Patung Dewa di Cirebon Terungkap, Polisi Serahkan Barang Bukti ke Vihara                          

Penawaaran (supply) yang dilakukan oleh penjual dan permintaan (demand) yang dilakukan oleh pembeli akan menciptakan harga keseimbangan (equilibrium) dalam suatu kegitan ekonomi. Menurut Ibnu Taimiyyah (661H/1263M) harga  yang adil (tsaman al-mithl) adalah harga yang wajar sesuai dengan nilai barang, di mana penjual dan pembeli merasa puas, tanpa merugikan pihak lain, sesuai prinsip la dharar (tidak merugikan orang lain).

Seluruh kegiatan ekonomi diperbolehkan, kecuali suatu kegiatan tersebut dilarang secara tegas oleh syari'at (Iin Natasya Divana Ginting et al., 2023). Kebutuhan manusia terbagi dalam tiga kelompok yaitu primer, sekunder dan tersier. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Al-Shatibi (719H/1320M) bahwa kebutuhan manusia yaitu Daruriyyah, Hajiyyah, dan Tahsiniyyah

Daruriyyah (kebutuhan) merupakan tujuan yang harus dan mendasar untuk membentuk kesejahteraan di dunia dan di akhirat seperti menjaga keyakinan (din), menjaga kehidupan (nafs), menjaga keturunan (nasl), menjaga kepemilikan (mall), dan menjaga akal (aql).

BACA JUGA:Rp200 Juta Raib, Agen BRI Link Indramayu Dirampok, Pelaku Pakai Modus Gembos Ban

BACA JUGA:Video ASN Kuningan Joget sambil Sawer Viral Berujung Minta Maaf, Mengaku Diminta Ibu-ibu

Hajiyyah (persyaratan) dimana shariah bertujuan untuk memudahkan kehidupan dan menghilangkan kesulitan. Semua ketentuan dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti izin berburu, penggunaan barang halal untuk makanan, tempat tinggal, kendaraan, dan lainnya.

Sedangkan tahsiniyyah (kecantikan/keindahan), dimana syariah memperindah kehidupan dengan memastikan pemanfaatan yang baik terhadap kebutuhan dasar (darruriyah) dan sekunder (hajiyyah), seperti keindahan, kenyamanan, makanan enak, air dingin dan jus, pakaian bagus dan lainnya (Khan, M.Fahim; Ghifari, 1992).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: