Provinsi Cirebon Masuk Agenda Pleno DPD RI

Provinsi Cirebon Masuk Agenda Pleno DPD RI

JAKARTA – Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) memenuhi undangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bidang III yang menangani tentang pemekaran, Senin (14/2). Rombongan P3C disambut oleh Ketua Bidang III DPD RI, Drs H Kamaruddin MH dan didampingi oleh H Abdurrahman, Mervin Sadipun Komber, Hj Percha Leanpuri B BUS MBA, Ir Adhariani SH MH, Luther Kombong. Pertemuan mulai pukul 12.27 sampai pukul 13.52 di ruang rapat Komite I gedung B DPD RI Lantai 2, rombongan P3C yang hadir sekitar 50 orang perwakilan dari setiap kabupaten/kota yang ada di wilayah III Cirebon. “Pemekaran bukan suatu bentuk sikap atas ketidakadilan, tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi wilayah III Cirebon,” ucap Ketua P3C, Drs Nana Sudiana MPd di hadapan anggota DPD RI. Pada  10 Januari 2011, pihaknya sudah menyampaikan statuta dan aspirasi secara tertulis dan telah disampaikan ke DPD RI. Sedangkan pada 9 Oktober 2009 pihaknya sudah mengajukan statuta pada Departemen Dalam Negeri (Depdagri) serta Ketua DPR, dan sudah ditindaklanjuti tahun 2010. Keinginan wilayah III Cirebon memekarkan diri menjadi sebuah provinsi, katanya, dikarenakan wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) memiliki potensi sumber daya alam dan SDM yang besar, tetapi dalam pengelolaannya sangat kurang. “Hal ini yang mendasari kami untuk memekarkan diri menjadi provinsi,” ungkapnya. Selain itu, ucap Nana, perjuangan P3C untuk membentuk provinsi Cirebon tidak serta merta dilakukan setelah reformasi karena latah mengikuti arus globalisasi, semenjak tahun 1965, Cirebon telah berupaya untuk memisahkan diri dari provinsi Jawa Barat. “Kami tidak mengharapkan apa pun, namun provinsi Jawa Barat tidak dapat memberikan hasil yang positif untuk kami, sesuai  motto kami bahwa diperlukan seribu langkah untuk mendaki gunung, dari seribu langkah itu yang terpenting adalah langkah  pertama,” paparnya. Disamping itu, tambahnya, duapertiga penduduk Jawa Barat dari wilayah III Cirebon, namun percepatan pembangunan di wilayah Ciayumajakuning tidak mampu berkembang, bahkan hasilnya tidak juga dirasakan oleh masyarakat  wilayah III Cirebon. “Pembangunan terpinggirkan, pendidikan termarginalkan, potensi kemandirian dari sektor ekonomi tidak ditanggapi serius oleh provinsi Jawa Barat, maka pemekaranlah solusi bagi kami,” sambungnya. Untuk itu, perlu menciptakan pemerintahan yang produktif agar indikasi peningkatan Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM) dapat lebih meningkat. “Payung hukum pemekaran adalah PP Nomor 78 tahun 2007, dari syarat-syarat yang ditentukan dalam PP tersebut, 81,39% persyaratan telah dipenuhi P3C,” ujarnya. Persyaratan tertentu sudah dipenuhi dengan baik, seperti menentukan ibukota provinsi, persetujuan dari 5 kota/kabupaten di wilayah sekitarnya, bahkan dirinya mengklaim kabupaten Brebes, Tegal, Subang, dan Purwakarta ingin bergabung dengan provinsi Cirebon. “Kami melakukan pendataan terhadap aspirasi masyarakat Ciayumajakuning, apabila diprosentasekan jumlah masyarakat yang setuju pembentukan provinsi Cirebon mencapai 73,40%, yang tidak setuju 20,29% dan 1,6% menjawab tidak tahu,” ucapnya. Menurut Nana, semangat pemben­tukan provinsi Cirebon semata-mata karena pemerintah provinsi Jawa Barat menganaktirikan wilayah III Cirebon. Hal ini dibuktikan dengan feedback dari provinsi Jawa Barat yang relatif kecil dan tidak tepat sasaran, investor hanya masuk ke wilayah priangan seperti Bandung dan Bogor, padahal wilayah III Cirebon lebih prospektif. Selain itu, pihaknya telah melakukan kajian akademis mulai awal tahun 2007 sampai 28 Oktober 2007 dengan melibatkan berbagai unsur dari disiplin ilmu  terkait. “Kami melibatkan ahli dari Unpad, dari Ilmu Pemerintahan untuk melakukan kajian akademis, dari kajian kami, banyak sektor dan administrasi yang akan lebih bermanfaat untuk masyarakat Ciayumajakuning apabila memisahkan diri menjadi provinsi Cirebon,” sanggahnya. Selain itu, pembentukan provinsi Cire­bon menurutnya bukan karena latah, tetapi lebih karena faktor se­ja­­rah, geografis, sosial, dan kul­­tur. “Kesemuanya itu menjadi da­ya kohesi yang sangat kuat,” katanya. Sementara Ketua Bidang III DPD RI, Kamaruddin  berjanji akan membawa statuta P3C ke sidang pleno, karena hal ini merupakan fungsi serta peran DPD RI sebagai penyambung aspirasi di daerah. “Moratorium tidak terlalu penting, karena hanya kajian sepihak dari Mendagri, yang terpenting adalah UU Otonomi Daerah dan PP 78 itu sendiri,” ucapnya. Walaupun demikian, DPD tidak dalam posisi menolak maupun menerima. Menurutnya, yang terpenting syarat yang ada di PP 78 harus dipenuhi, karena apabila sudah terpenuhi maka tidak ada alasan pemerintah untuk menolak. “Maksud saya, untuk menentukan diterima atau tidaknya pengajuan dari P3C, setidaknya ada 3 elemen dalam hal ini, yaitu DPD, DPR dan pemerintah, kalau dari kami sebagai DPD mendukung pemekaran ini,” ungkapnya yang disambut tepuk tangan peserta rapat. Menurutnya, kapanpun Cirebon bisa menjadi provinsi Cirebon, karena yang penting adalah tujuan untuk menyejahterakan masyarakat dapat cepat tercapai. “Kami mendorong untuk pemekaran, saya liat semua DPRD sudah setuju dan hal ini baik,” ujarnya. Dirinya berpesan, terkait perbatasan wilayah perlu dikon­solidasikan ke dalam, selain itu, ada beberapa hal yang perlu disampaikan bahwa P3C harus tetap solid, rambu-rambu administrasi harus terpenuhi. “Diharapkan saling bekerja sama antar elemen yang terkait seperti bupati, walikota, DPRD, karena mereka semua pelaku administratif,” pesannya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: