Cerita William, Peserta EJJ 2025: Gowes 1.500 Kilometer dan Ramah-tamah Warga Jatim

Perwakilan Cirebon, William dan kawan-kawan, saat mengikuti EJJ 2025.-Istimewa -Radarcirebon.com
"Capeknya itu di luar nalar, baru kali ini kan. Sampai saya ingin buang sepeda karena capek banget. Itu gila. Pengen pulang rasanya. Tapi sekarang tiba-tiba mulai kangen warga Jatim," tutur Willi.
Willi pun teringat ungkapan dari para senior. Yang kemudian ia sebut sebagai jawara goweser yang pernah menjajal 1.500 kilometer ini.
Bahwa, katanya, untuk bisa mengikuti event 1.500 kilometer ini, tak cukup modal rasional. Harus berpikir di luar normal.
"Kalau mau ikut 1500 (kilometer) sedeng aja ngga cukup. Harus sedeng kuadrat (dua kali lipat)," kata Willi, teringat kata para jawara goweser itu.
Memori tentang gowes di Jawa Timur belum lama ini masih terngiang. Paling berkesan, kata Willi, ramahnya penduduk Jawa Timur di sepanjang rute penduduk yang dilewati. Itu, tak dialami saat gowes di tempat lain.
“Saat mampir ke warung, humble banget. Terkesan sangat akrab. Bahasa yang disampaikan, perhatian yang diberikan, belum pernah saya temui sebelumnya," jelas Willi.
Bukan hanya orang dewasa. Anak-anak hingga warga perempuan yang ditemui membuat Willi begitu terkesan.
Sapaan khas dengan logat arek Jawa Timur, mengalihkan padangan mata dan saling tersenyum-sapa dengan ikhlas.
“Semangat bolo, mau ke mana bolo," kata Willi, menirukan sapaan khas anak-anak setempat. Dan itu, katanya, bukan cuma dilakukan oleh salah seorang anak, tapi anak-anak lain pun menyapa khas seperti itu.
Paling bekesan bagi Willi berikutnya ketika ia sedang di Malang. Hari pertama. Ia mengalami luka lecet pada tangan, hingga berdarah. Perhatian perempuan paruh baya penjaga warung membuat Willi tersentuh.
Itu tak kalah berkesan. Perhatian untuk mengurangi kecepatan bersepeda disampaikan oleh penjaga warung tersebut. Willi juga diminta berhati-hati.
"Lain kali mampir lagi ya dek, main. Kamu main ke sini ngga perlu makan, nggak apa-apa. Kamu minta air pun gratis, asal kamu main," kata penjaga warung tersebut, sambil menunjuk air galon, seperti yang ditirukan Willi.
Semua rute yang dilewati nyaris terasa sulit. Hari pertama dijalani dengan lancar. Itu pun karena energi belum banyak terkuras.
Meski ia sempat jatuh hingga lecet dan berdarah, sampai mampir ke warung ibu yang menawarkan air gratis tadi.
"Rute Pacitan itu udah gila, ampun. Kita nanjak berkali-kali ngga dikasih ampun. Kirain, biasanya nanjak selesai kan udah istirahat nanti datar. Kali itu, ngga. Dua hari isinya tanjakan sampai enek (bosan)," jelas Willi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: