Kagama Cirebon Ajukan Proposal Perdamaian Abadi Sikapi Ijazah Joko Widodo

Kagama Cirebon Ajukan Proposal Perdamaian Abadi Sikapi Ijazah Joko Widodo

Heru Subagia menggelar konferensi pers terkait polemik ijazah Jokowi, Senin 14 April 2025.-DEDI HARYADI-RADARCIREBON.COM

CIREBON, RADARCIREBON.COM - Menyikapi polemik ijazah mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Cabang Cirebon mengusulkan sebuah "Proposal Perdamaian Abadi" sebagai solusi damai bagi semua pihak yang terlibat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Kagama Cirebon Heru Subagia pada konferensi pers yang digelar di Sekretariat Kagama Cirebon, Jalan Brigjen Darsono By Pass, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Senin 14 April 2025.

Heru mengungkapkan, inisiatif tersebut merupakan bagian dari upaya organisasi untuk mengambil peran aktif dan konstruktif dalam menyikapi isu yang melibatkan almamater mereka, Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Kagama Cirebon akan turut hadir dalam agenda silaturahmi dan halal bihalal yang digelar di Rektorat UGM pada Selasa tanggal 15 April 2025.”

BACA JUGA:Puluhan Tahun Tak Ada Jembatan, Warga 2 Desa di Kuningan Terpaksa Nyebrang Sungai

BACA JUGA:Pulang Pergi ke Sekolah Harus Menyebrangi Sungai, Pelajar di Kuningan Minta Dibangun Jembatan

BACA JUGA:Residivis Kasus Narkotika yang Satu Ini 5 Kali Ditangkap Polisi, Alasannya Kembali Berulah Bikin Miris

“Kami membawa misi perdamaian dengan mengusulkan Proposal Perdamaian Abadi yang bertujuan menghadirkan solusi final, sejuk, dan menjadi rujukan dalam penyelesaian polemik ini," ungkapnya.

Menurut Heru, proposal tersebut diharapkan mampu menciptakan ruang dialog serta menjadi landasan keputusan akhir yang adil dan menyatukan, baik bagi UGM maupun para alumninya yang kini tengah berada dalam posisi berbeda terkait polemik tersebut.

"Konferensi pers ini juga menjadi ajang klarifikasi bahwa Kagama Cirebon berdiri untuk menjaga marwah UGM dan memperkuat solidaritas antarsesama alumni, tanpa memperuncing perdebatan yang sudah berjalan cukup lama di publik," ucapnya

Heru meminta agar polemik tersebut berakhir perdamaian.

BACA JUGA:Direktur Utama BRI Hery Gunardi Terpilih Menjadi Ketua Umum PERBANAS Periode 2024–2028

BACA JUGA:Petani di Perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Indramayu Minta Dibangun Jalan Usaha Tani dan Jembatan

"Kami mengundang semua pihak untuk bersama-sama menyambut jalan damai ini dengan semangat kekeluargaan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari keluarga besar UGM," pungkasnya.

Perlu diketahui, upaya mempertanyakan kebenaran identitas atau keabsahan dokumen mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) seperti kaset lama, diputar ulang terus tanpa rasa bosan meski berbagai pelurusan sudah dilakukan.

Sejumlah pengamat meminta publik menyudahi persoalan polemik tersebut. Beberapa pihak pun melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terkait keabsahan ijazah Jokowi tersebut.

Keriuhan terakhir dipicu oleh postingan sejumlah pemengaruh di media sosial, terkait keaslian ijazah Jokowi dari UGM.

Bahkan, Peneliti dari Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati meminta publik berpikir cerdas.

BACA JUGA:'Mentereng' Diganti 'Gupak', Keselnya Warga Cirtim terhadap Infrastruktur Jalan

BACA JUGA:7 Kasus Narkoba Diungkap Polresta Cirebon April 2025, TKP dari Jamblang sampai Gebang

“Saya pikir, publik perlu cerdas dan rasional dalam menghadapi polemik. Seharusnya kalau soal ijazah, apalagi itu disangkutpautkan dengan nama perguruan tinggi ternama, publik seharusnya sudah paham nama besar dan kredibilitas perguruan tinggi yang bersangkutan,” ujarnya.

Pada sisi lain, menurut Wasisto, gugatan hukum terhadap keabsahan data seseorang, apalagi pejabat publik, adalah ekspresi aspirasi yang wajar. Upaya itu merupakan bagian dari transparansi dan akuntabilitas.

"Dokumen Jokowi sebenarnya sudah menjalani pengecekan berulang ketika mendaftar sebagai calon wali kota Solo dua kali, gubernur DKI Jakarta, dan dua kali mencalonkan diri sebagai presiden.”

“Namun demikian, tergantung pula level demokrasi suatu negara. Kalau demokrasi negara maju, saya pikir hal itu sebenarnya sudah selesai di tingkat penyelenggara pemilu, karena ada logika meritokrasi dan level of trust yang dipegang,” tandasnya. (rdh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase