Panik Radiasi Nuklir
TOKYO- Gempa dahsyat berkekuatan 8,9 skala Richter, disertai tsunami setinggi 10 meter, masih membawa duka bagi warga Jepang. Gempa susulan juga masih terjadi beberapa kali di negara itu kemarin (12/3). Gempa berkekuatan 6,8SR kembali mengguncang pantai timur Jepang kemarin. Hal itu terjadi kurang dari 24 jam setelah gempa mengguncang pada Jumat lalu (11/3). Saat itu, pusat gempa ada di kedalaman laut 24 km sekitar 130 km sebelah timur Kota Sendai, Perfektur Miyagi, Pulau Honshu. Menurut US Geological Survey (USGS), gempa baru kemarin berpusat di kedalaman 24 km sekitar 174 km tenggara Sendai. Gempa susulan telah terjadi lebih dari sebelas kali sejak gempa pada Jumat lalu. Tetapi, kepanikan justru melanda Jepang ketika sebuah reaktor nuklir meledak kemarin. Negara yang berpenduduk hampir 130 juta jiwa itu dilanda krisis nuklir setelah gempa berkekuatan besar dan tsunami menyebabkan sistem pendingin reaktor nuklirnya tak berfungsi. Itu terjadi di dua reaktor atau pembangkit listrik tenaga nuklir, yakni Fukushima Nomer 1 dan Nomer 2, timur laut Tokyo. Puluhan ribu warga yang tinggal di dekat lokasi dua reaktor tersebut terpaksa dievakuasi. Pasalnya, radiasi 1.000 kali di atas normal terdeteksi di ruang kontrol salah satu reaktor tersebut. Para pejabat Jepang memperingatkan melelehnya inti reaktor nuklir itu bisa terjadi setelah diguncang gempa 8,9 SR. Pihak berwenang harus membuang uang radioaktif untuk merringankan dan meredakan tekanan dalam bangunan di dalam dua reactor itu. Laporan yang mengutip komisi keamanan nuklir Jepang menyebutkan bahwa radioactive caesium telah terdeteksi di dekat reaktor Fukushima Nomor 1, sekitar 250 km timur laut Tokyo. Ancaman melelehnya inti reaktor tersebut bisa saja menimbulkan bencana nuklir terburuk sejak ledakan di reaktor nuklir Chernobyl, Ukraina, pada 1986. “Saat ini kami masih meneliti penyebab ledakan dan kebocoran pada reaktor nuklir. Kami akan segera umumkan kepada publik setelah ada informasi lebih lanjut,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yukio Edano setelah membenarkan terjadinya ledakan maupun kebocoran radiasi pada dua reaktor nuklir Jepang kemarin. Perdana menteri (PM) Naoto Kan meminta agar warga Jepang tetap tenang. Penduduk yang tinggal di sekitar reaktor nuklir diimbau agar tidak panik. Kan menegaskan bahwa pemerintah akan berbuat sebaik dan secepat mungkin untuk melindumgi keselamatan warga. “Dengan mengambil langkah-langkah yang tepat, kami akan lakukan yang terbaik agar tak seorang pun warga yang mengalami masalah kesehatan,” janji pemimpin dari partai politik tengah kiri tersebut. “Dari lubuk hati yang paling dalam, saya ingin agar setiap sorang mendengarkan masukan pemerintah dan menyikapi dengan tenang laporan media,” lanjut dia. Korban tewas dalam musibah gempa dan tsunami di Jepang diperkirakan telah melampaui 1.300 orang. Korban jiwa diperkirakan terus bertambah. Bahkan, stasiun televisi NHK melaporkan bahwa sekitar 10 ribu orang belum diketahui nasibnya di di kota pantai dan pelabuhan Minamisanriku, Perfektur Miyagi, kemarin. Angka itu merupakan lebih dari separo penduduk kota tersebut yang mencapai 17 ribu jiwa. Pemerintah setempat masih berupaya mencari keberadaan mereka. Pasukan Pertahanan Diri atau Self Defence Forces (tentara Jepang) telah dimintai bantuan. Sejauh ini pemerintah telah mengonfirmasi bahwa sekitar 7.500 warga kota itu dievakuasi ke 25 shelter. Musibah kebocoran nuklir di Jepang pernah terjadi di pabrik pemrosesan uranium Tokaimura pada September 1999. Saat itu, dua pekerja tewas. Lalu, lebih dari 600 orang terkena radiasi dan 320 ribu terpaksa berlindung di dalam rumah lebih dari sehari selama dua bulan setelah kebocoran air pendingin pada reaktor nulkir di barat Tsuruga. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) akan turun tangan untuk membantu mengatasi kebocoran reaktor nuklir di Jepang. Kepada lembaga itu, Jepang telah mengonfirmasikan persiapan guna membagikan iodine (yodium) untuk mengatasi dampak radiasi. Cairan tersebut bisa digunakan untuk melindungi tubuh dari paparan radioaktif. “IAEA telah menegaskan lagi tawaran bantuan teknis kepada pemerintah Jepang. Kami siap bantu jika memang dibutuhkan pemerintah Jepang,” kata lembaga yang bermarkas di Wina, Austria, itu dalam pernyataannya kemarin. Sementara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo mengimbau agar WNI yang berada di Kota Sendai menuju lokasi pengungsian di Sanjomachi. Yang tidak kalah penting, WNI juga diimbau supaya sejauh mungkin menghindari pembangkit listrik tenaga nuklir (PTN) Fukushima yang dilaporkan mengalami kebocoran. “Warga di radius 10 km dari PLTN Fukushima dianjurkan mengikuti evakuasi karena peningkatan tingkat radiasi menjadi 1.000 kali skala normal,” kata KBRI dalam imbauan yang disebarkan melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan pesan singkat (SMS) kemarin (12/3). KBRI telah mengirim dua tim bantuan (relief) dan kini telah tiba di Fukushima, Perfektur Fukushima yang berjarak sekitar 80 km selatan Sendai, Perfektur Miyagi. Berdasar pendataan tim KBRI, keberadaan 414 WNI dan 95 keluarga asal Indonesia sudah diketahui. Mereka tersebar di enam shelter pengungsian. Lewat informasi yang didapat dari Japan Seaman Union, 28 anak buah kapal (ABK) berstatus warga Indonesia (WNI) ditemukan selamat di Kota Ishonamaki. Lalu, 50 mahasiswa Indonesia di International University of Japan dan empat perawat di Niigata juga dalam keadaan selamat. “KBRI masih mendata WNI dan dalam waktu dekat akan mengumpulkan mereka di satu titik untuk persiapan evakuasi,” lanjut KBRI. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Michael Tene mengatakan bahwa pemerintah saat ini menyiapkan bantuan ke Jepang. Namun, masih disusun assessment untuk mendata kebutuhan pokok bagi korban tsunami. Michael belum memastikan rencana evakuasi WNI ke tanah air. “Sementara ini, warga dipindahkan ke lokasi lebih aman,” kata dia. Kemenlu terus memantau perkembangan dengan membentuk hotline di Tokyo, Osaka, dan situation room di Kantor Kemenlu, Jakarta. Kemenlu telah menampung 175 pertanyaan dari keluarga WNI di Jepang dan telah menyambungkan 35 komunikasi keluarga di Indonesia dengan WNI di Jepang. KBRI juga bekerja sama dengan organisasi masyarakat di Jepang dan organisasi mahasiswa Indonesia untuk memasok informasi-informasi penting Ada beberapa nomor telepon yang bisa dihubungi untuk memperoleh informasi tentang keberadaan WNI di Jepang. Hotline KBRI Tokyo +819031324994; KJRI Osaka +81662529827; situation room Kemenlu: +62213510409; Posko Direktorat Perlindungan WNI Kemenlu +62 899 8449342; posko Direktorat Asia Timur dan Pasifik Kemenlu +62 821 2446 9694. Untuk informasi tenaga kerja perawat Indonesia di Jepang, nomor pengaduan 0816964341 atas nama Direktur Pelayanan Penempatan Pemerintah BNP2TKI Haposan Saragih dan nomor 08161831711 atas nama Direktur Perlindungan dan Advokasi Asia Pasifik BNP2TKI Sadono. BNP2TKI menyatakan, belum ada perkembangan informasi terkait korban TKI di Jepang. Namun, kemungkinan adanya korban WNI ada karena lokasi gempa dan tsunami di Sendai, Perfektur Miyagi, acap menjadi jujukan TKI ketika berlibur. Berdasar data pemerintah, terdapat 31.517 WNI di Jepang. Sebanyak 16.653 TKI formal dan 51 orang TKI sektor jasa/restoran. Di antara TKI formal, ada 14.033 orang bekerja di bidang industri dan 1.013 perawat. “Dua orang di Fukushima belum berhasil dihubungi. Tim Kemenakertrans terus memantau,” ujar Menakertrans Muhaimin Iskandar. (zul/fal/AFP/Rtr/AP/dwi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: