Diplomasi Biru Indonesia Di Konferensi Laut Dunia (UNOC3): Upaya Global bagi Terumbu Karang Lestari

Diplomasi Biru Indonesia Di Konferensi Laut Dunia (UNOC3): Upaya Global bagi Terumbu Karang Lestari

Diplomasi Biru Indonesia Di Konferensi Laut Dunia (UNOC3): Upaya Gloal bagi Terumbu Karang Lestari yang Tahan Perubahan Iklim Demi Masa Depan Indonesia-istimewa-radarcirebon.com

NICE PERANCIS, RADARCIREBON.COM - Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam upaya global  melindungi terumbu karang yang tahan terhadap perubahan iklim pada Konferensi Laut Perserikatan  Bangsa-Bangsa ke-3 (UNOC3), yang berlangsung pada 9–13 Juni 2025 di Nice, Prancis.  
Komitmen tersebut disampaikan dalam acara tingkat tinggi bertajuk “Protecting Climate-Resilient Coral  Reefs: A High-Level Commitment”, yang diprakarsai oleh Pemerintah Papua Nugini bersama mitra  global seperti Wildlife Conservation Society (WCS), The Nature Conservancy (TNC), WWF, dan Coral  Reef Rescue Initiative (CRRI).  

Indonesia menjadi salah satu dari sebelas negara yang menandatangani komitmen ini, bersama  Republik Madagaskar, Republik Palau, Republik Panama, Kepulauan Solomon, Republik Persatuan  Tanzania, Republik Vanuatu, Negara Independen Papua Nugini, Persemakmuran Bahama, Belize, dan  Republik Perancis.

Komitmen kolektif ini menandai langkah penting dalam memperkuat kolaborasi  global untuk perlindungan kawasan refugia terumbu karang yang tahan terhadap perubahan iklim.

BACA JUGA:KDM Minta Walikota Cirebon Bereskan Urusan Kenakalan Remaja

“Terumbu karang adalah ekosistem penting yang menunjang perikanan, pariwisata, dan perlindungan  pesisir. Indonesia memiliki lebih dari 51.000 km² terumbu karang dan 14 dari 50 Bioclimate Units di  dunia. Komitmen ini sejalan dengan prioritas perlindungan laut dan adaptasi iklim nasional,” ujar Sakti  Wahyu Trenggono, Menteri Kelautan dan Perikanan RI.

Ekosistem terumbu karang juga menyumbang nilai ekonomi yang signifikan. Di Indonesia, layanan  ekosistem ini diperkirakan bernilai sekitar USD 3,3 miliar per tahun, mencakup sektor perikanan skala  besar dan kecil, serta pariwisata berbasis terumbu karang.

Meski demikian, terumbu karang termasuk  ekosistem paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti peningkatan suhu laut,  pengasaman, dan polusi. Model ilmiah global memproyeksikan bahwa lebih dari 90% terumbu karang  dunia akan mengalami degradasi pada tahun 2050 jika tidak dilakukan langkah konservasi yang  mendesak dan efektif.

“Komitmen global ini menyatukan negara-negara dan organisasi yang bekerja untuk melindungi wilayah  refugia — area yang punya peluang lebih tinggi bertahan dari dampak iklim. Melalui kemitraan, kami  menargetkan perlindungan kawasan kunci yang mencerminkan keanekaragaman hayati penting dan  manfaat lokal,” jelas Rachel Sapery James, Coral Reef Rescue Initiative (CRRI) Lead.

BACA JUGA:Pidato KDM di Hari Jadi Cirebon ke-598, Singgung Pembangunan yang Asal-Asalan

Dr. Imam Musthofa Zainudin selaku Direktur Program Kelautan dan Perikanan, Yayasan WWF  Indonesia juga menyampaikan “Terumbu karang Indonesia sangat penting secara global bagi  ketersediaan ikan mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia, termasuk keanekaragaman hayatinya. 

Tetapi sangat rentan terhadap tekanan perubahan iklim. WWF-Indonesia mendukung Pemerintah  Indonesia dalam implementasi inisiatif ini melalui kerja sama erat dengan masyarakat lokal dan mitra  lainnya, dengan pendekatan konservasi yang adaptif, inklusif, dan berbasis sains,”  
Partisipasi Indonesia dalam komitmen tingkat tinggi ini juga memperkuat arah kebijakan nasional yang  menempatkan konservasi laut sebagai pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan dan ketahanan  pangan. Komitmen ini turut mendukung visi Ekonomi Biru Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
 
khususnya dalam memperluas dan meningkatkan efektivitas kawasan konservasi laut hingga  mencakup 30% wilayah perairan nasional pada 2045 (visi 30x45), dan memastikan perlindungan fungsi  ekosistem penting dalam menjaga ketahanan pangan laut melalui praktik perikanan yang terukur dan  berkelanjutan.  

Melalui pengelolaan kawasan konservasi yang optimal, diharapkan praktik perikanan tangkap dan  budidaya yang ramah lingkungan dapat terus ditingkatkan, sekaligus memberikan kontribusi terhadap  peningkatan pendapatan negara dari sektor perikanan di pesisir dan laut, yang saat ini telah mencapai  Rp116 triliun (Sumber: PDSI KKP 2022).

BACA JUGA:Partisipasi Pelindo Pada Perayaan Hari Jadi Kota Cirebon ke-598

Melalui visi 30x45, Indonesia menargetkan pengelolaan efektif terhadap kawasan konservasi dan Other  Effective Area-based Conservation Measures (OECM), sejalan dengan kerangka kerja  Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal. Komitmen ini menjadi langkah strategis dalam  menjembatani kebutuhan konservasi dengan agenda nasional seperti ekonomi biru, ketahanan  pangan, dan penguatan kearifan lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: