Pensiun dari BPK, Penjara KPK Menanti

Pensiun dari BPK, Penjara KPK Menanti

**Hadi Poernomo Jadi Tersangka Pengurusan Pajak JAKARTA - Bisa jadi, kemarin adalah perayaan ulang terburuk bagi mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo. Tepat saat usianya menginjak 67 tahun, dia diberi \"kado\" berupa penetapan sebagai tersangka oleh KPK. Dia diduga menyalagunakan wewenang saat menjadi Dirjen Pajak dan merugikan negara Rp375 miliar. Status tersebut disampaikan sendiri oleh Ketua KPK Abraham Samad didampingi Wakil Bambang Widjojanto dan Jubir Johan Budi S.P. Dia mengatakan, Hadi Poernomo tersandung masalah pengurusan pajak yang diajukan Bank BCA pada 2003. Ada dua bukti yang membuat KPK menjadikan Hadi sebagai tersangka. \"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka HP (Hadi Poernomo) yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) pajak penghasilan (PPh) PT BCA tahun pajak 1999,\" ujar Samad. Pejabat asal Pamekasan itu diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP. Berarti, Hadi Poernomo terancam dihukum penjara maksimal 20 tahun. Lebih lanjut Samad menjelaskan ihwal terlibatnya Hadi Poernomo dalam kasus korupsi. Bermula pada 2003 lalu, tepatnya 17 Juli. Bank BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi non performing loan atau kredit macet sebesar Rp5,7 triliun ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPh). Direktorat PPh menanggapi dengan melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan. Setahun kemudian, pada 13 Maret 2004 Direktorat PPh mengirim surat pengantar risalah keberatan langsung kepada Dirjen Pajak lengkap dengan hasil telaah. \"Kesimpulan, permohonan keberatan wajib pajak Bank BCA ditolak,\" terang Samad. Nah, peran Hadi Poernomo mulai tampak setelah penyerahaan hasil kajian itu. Pada 17 Juli, atau sehari sebelum sebelum jatuh tempo bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keputusan final terhadap permohonan BCA, Hadi membuat keputusan mengejutkan. Dia mengirimkan nota kepada Direktorat PPh agar mengubah kesimpulannya. Versi Hadi, keberatan BCA diterima. Dia meminta agar kesimpulan yang semula menolak, menjadi menerima seluruh keberatan. Lantas, Hadi menenerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pajak tentang keberatan wajib pajak atas SKPN pada tanggal jatuh tempo yakni 18 Juli. \"Disitulah peran Dirjen Pajak saudara HP (Hadi Poernomo),\" tambahnya. Direktorat PPh saat itu tentu tidak bisa membantah karena tidak cukup waktu. Idealnya, Dirjen Pajak memberikan waktu kepada Direktorat PPh untuk melakukan telaah ulang kalau ada keputusan pembanding. \"Tetapi, kesempatan itu tidak pernah diberikan. Padahal, kesimpulannya berbeda,\" kata pria asal Makassar itu. Sikap Hadi makin mencurigakan karena penyelidikan menemukan fakta baru. Beberapa bank saat itu memiliki masalah yang sama dengan kredit macetnya. Langkah yang diambil juga mirip, yakni mengirimkan surat keberatan kepada Dirjen Pajak. Anehnya, hanya Bank BCA yang keberatannya dikabulkan Hadi. Dari sikap tersebut, KPK mengendus perbuatan Hadi telah merugikan keuangan negara. Jika Hadi mengikuti rekomendasi Direktorat PPh, maka Bank BCA harus membayar tambahan pajak sebesar Rp375 miliar. Tetapi, uang sebanyak itu batal masuk ke negara karena Hadi menerima keberatan bank. Wakil Ketua Bambang Widjojanto menambahkan, angka kerugian negara cukup besar karena non performing loan mempengaruhi banyak sedikitnya pajak yang harus dibayar bank. Meski tidak menjelaskan berapa jumlah total pajak yang harus dibayar BCA, pria yang akrab disapa BW itu menegaskan pengaruhnya sangat besar. \"Bukan NPL (non performing loan) yang bermasalah. Tetapi kebijakan yang membuat negara kehilangan pemasukan Rp375 miliar,\" terangnya. Dia tahu, kasus itu sudah sangat lama terjadi. Menurut BW, prosesnya memang lama karena KPK butuh ketelitian dalam menangani kasus tersebut. KPK juga menggandeng 5 ahli dan saksi-saksi faktual sebelum menetapkan status Hadi. Sedangkan untuk Bank BCA, dia menyebut pihaknya masih fokus ke penyelenggara negara. Meski demikian, bukan berarti pihak swasta tidak akan bersentuhan dengan lembaga antirasuah itu. Ditegaskan bawah penetapan Hadi Poernomo merupakan awal dari jalannya kasus tersebit. Siapa saja yang diperiksa dan apakah muncul tersangka baru akan terungkap setelah KPK melakukan berbagai pemeriksaan. Ditanya apakah Hadi Poernomo menerima hadiah atau suap dari pengurusan sengketa pajak tersebut, dia belum bisa menjawab. Alasannya, KPK masih melakukan pendalaman materi. Termasuk untuk mencari nilai baku kerugian negara yang diakibatkan oleh kebijakan Hadi Poernomo. \"Fokus potensi penyalagunaan wewenang,\" katanya. Bagaimana tanggapan Hadi Poernomo? Pria kelahiran Pamekasan, Madura, 21 April 1947 itu enggan berbicara banyak. Dia mengaku belum mengetahui detil keputusan KPK yang menetapkan dirinya sebagai tersangka. “Saya sebagai warga negara yang baik, akan mengikuti proses hukum di KPK,” ujarnya usai rapat pimpinan BPK di Kantor BPK kemarin petang (21/4). Hadi tidak menanggapi spekulasi penetapan dirinya sebagai tersangka yang bertepatan dengan masa purna bakti atau pensiunnya. Dia juga enggan menjawab terkait pertanyaan apakah penetapannya sebagai tersangka bernuansa politis, mengingat BPK akhir-akhir ini kembali getol mengungkap temuan-temuan dalam kasus bailout Bank Century. “Intinya begini, saya siap melakukan penegakan hukum sebagaimana yang dijalankan KPK,” katanya. Kemarin sebetulnya merupakan hari spesial bagi mantan Dirjen Pajak (2001-2006) dan kepala bidang ekonomi di Dewan Analisis Strategis pada Badan Intelijen Negara (2006-2009) tersebut. Selain bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-67, Hadi juga baru saja menanggalkan jabatannya sebagai Ketua BPK yang sudah disandangnya sejak Oktober 2009 lalu. Jabatan ini pun spesial karena Hadi adalah ketua BPK pertama yang dipilih secara demokratis oleh anggota BPK lainnya. Sebelumnya, ketua BPK diangkat oleh presiden RI atas usul DPR. Hari terakhirnya sebagai RI 10 (sesuai nomor polisi kendaraan dinas Ketua BPK) diisi dengan acara perpisahan di Kantor BPK yang dihadiri pejabat BPK dan awak media. Wajah Hadi tampak berbinar sepanjang acara. Tidak ada suatu hal yang aneh dalam acara tersebut, kecuali acara yang sedianya dilakukan selepas makan siang, diajukan menjadi pukul 11.00 WIB karena Hadi memiliki agenda lain pada siang hari kemarin. Di hari terakhir masa tugasnya, Hadi kembali menyinggung temuan BPK terkait bailout Bank Century yang kini berubah nama menjadi Bank Mutiara. Dia menyebut, auditor BPK menemukan kejanggalan penambahan Penyertaan Modal Sementara (PMS) Bank Mutiara oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp1,5 triliun pada 23 Desember 2013 lalu. “PMS ini patut diduga tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku,\' ujarnya. Menurut Hadi, hasil audit BPK menemukan pengelolaan kredit oleh manajemen Bank Mutiara yang diduga tidak sesuai ketentuan. Misalnya, pelaporan kolektabilitas kredit 23 debitur dengan baki debet sebesar Rp946,74 miliar per 30 Juni 2013 yang tidak sesuai aturan sehingga mengakibatkan penurunan kolektabilitas kredit, serta kekurangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Rp607,05 miliar. “yang mempengaruhi kondisi keuangan bank,” katanya. Temuan lainnya, lanjut dia, manajemen Bank Mutiara juga diduga tidak menyampaikan posisi Kebutuhan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, misalnya pada laporan keuangan publikasi bulanan periode Juni-November 2013. “Intinya, ada kelemahan implementasi good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) dari manajemen Bank Mutiara,” ucapnya. Untuk mengingatkan, BPK di bawah pimpinan Hadi memang menempatkan audit bailout Bank Century sebagai prioritas utama. Usai terpilih sebagai ketua pada 21 Oktober 2009 lalu, Hadi menyebut ada 10 pekerjaan rumah (PR) yang akan dituntaskannya dan audit bailout Bank Century ditetapkan sebagai prioritas pertama. Sepak terjang Hadi di BPK memang cukup impresif, terutama terkait hasil audit bailout Bank Century yang menghasilkan temuan terkait dugaan pelanggaran undang-undang oleh pejabat Bank Indonesia, termasuk Gubernur BI Boediono (kini wakil presiden), dalam penyelamatan Bank Century. Kasus besar lain yang diungkap BPK dalam masa kepemimpinan Hadi adalah dugaan korupsi dalam pembanguna fasilitas Wisma Atlet Hambalang yang menyeret beberapa nama pejabat Partai Demokrat. (dim/owi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: