Zul: PDIP Banyak Dirugikan

Zul: PDIP Banyak Dirugikan

KUNINGAN – Sejumlah caleg menilai, dugaan praktik kecurangan pada Pileg 2014 sangat terang-terangan. Bahkan mereka menyebut, perhelatan demokrasi yang berlangsung tidak mendidik karena kental dengan nuansa politik transaksional. “Benar-benar liberal. Saya rasakan sendiri fenomena politik yang terjadi pada pileg sekarang. Yang berlaku adalah politik transaksional,” tandas Caleg incumbent dari PDIP, Nuzul Rachdy SE yang akhirnya lolos kembali melenggang ke ‘Ancaran’. Kondisi demikian, menurut politisi yang biasa disapa Zul, merupakan dampak dari sistem yang diberlakukan. Sistem proporsional terbuka, kata dia, mengandung banyak kelemahan. Sekarang ini masyarakat seolah diajak berpolitik tidak baik alias tidak mendidik. “Para caleg ketika berbicara program dan misi visi, sekarang sudah tidak didengar lagi. Hanya orang-orang yang militan saja yang memegang prinsip seperti itu,” kata politisi asal Manis Kidul Jalaksana itu. Selain tidak mendidik masyarakat, sistem proporsional terbuka berimbas pada konflik di internal partainya sendiri. Tiap caleg membentuk tim sendiri dan mereka bersaing antarteman satu partainya sendiri dalam menggalang dukungan. Dilanjutkan, ada ketidakadilan dalam pemberlakuan sistem pemilu sekarang. Caleg tertentu belum tentu lolos meskipun berhasil mengumpulkan suara signifikan. Sebaliknya, caleg yang suaranya jauh di bawah caleg tertentu itu malah bisa melenggang. “Saya melihat di dapil 4 caleg-caleg dari Partai Golkar banyak yang mengumpulkan suara 2.000-an. Tapi ternyata mereka tidak lolos, kalah oleh caleg yang suaranya 1.000 atau bahkan di bawah 1.000,” ucapnya. Zul mengakui PDIP pun banyak dirugikan dengan sistem yang berlaku saat ini. Banyak sisa suara caleg dan partai yang cukup banyak tapi tidak menelorkan kursi. Sehingga perolehan kursi di parlemen daerah hanya 10 buah saja. Begitu pula untuk level DPR RI, merujuk pada pemberitaan Radar, PDIP kehilangan satu kursi. Padahal sisa suaranya 100 ribu lebih. “Agar terbangun politik yang benar, maka saya sependapat jika diberlakukan sistem seperti dulu, yakni proporsional tertutup. Tinggal bagaimana manajemen partainya yang bisa menjunjung asas keadilan bagi semua kader,” ungkap Zul. Berbicara zaman dulu ketika diterapkan sistem proporsional tertutup, menurutnya, masyarakat militan terhadap partainya. Politik transaksional tidak menggejala seperti sekarang ini. Soal nomor urut caleg, itu diukur dari scoring yang berlaku di internal partainya sendiri. “Kalaupun dulu pernah terjadi konflik gara-gara peraih suara banyak kalah rangking, itu tergantung dari kesadaran caleg itu sendiri. Toh sejak awal juga tahu bahwa sistemnya demikian. Urusan kontribusi terhadap partai, caleg rangking pertama sudah barang tentu harus lebih besar memberikan ketimbang caleg rangking di bawahnya,” papar Zul. Terpisah, mantan wakil rakyat dari PKB, H Dudung Mundjadji SH mengaku ngeri melihat situasi kondisi politik pada pileg saat ini. Bukan hanya dugaan praktek money politics saja yang terjadi, tapi juga ia mensinyalir adanya aksi manipulasi data. “Saya mengamatinya di daerah saya, ada caleg yang diduga ‘belanja’ suara. Modusnya itu suara ditambahkan oleh suara pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. Sehingga tidak mengambil dari suara caleg lain atau suara parpol,” kata mantan politisi asal Cidahu tersebut. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: